Skip to main content

NO MORE EXCUSE!


Menjadi begitu bersemangat lalu kemudian redup dan semangat lagi untuk menulis, kamu pernah?
Haish, di ODOP…saya dan teman-teman pernah. 

Mari abaikan bagian pembuka yang jelek itu. Saya sungguh cuma mau menulis hal mengharukan semalam yang terjadi di rumah ODOP_saya ajah sih mungkin yang bilang mengharukan.

Jadi ceritanya, dalam riuh rendah obrolan kami di rumah, mba Wiwid bunda admin  yang welas asih lempar pertanyaan; apa kendala kami dalam menuhin tantangan setiap minggunya? Dari pertanyaan itu, kemudian mengalirlah cerita-cerita, pertanyaan-pertanyaan baru dan alasan kenapa teman-teman semangat menulisnya jadi redup lengkap kemudian dengan kesimpulan dan janji:

No More Excuse dan Saling menyemangati selalu. Agar semuanya setia melahirkan tulisan-tulisan, apapun kesibukan kita. Utamanya menyelesaikan tantangan. Toh kita memang ada di ODOP biar jadi keluarga penulis yang bermanfaat insya Allah. Menebar kebaikan lewat tulisan agar jadi pahala hingga surga. Allahumma amin.

Dari obrolan itu, yang auranya hangat dan terasaaa sekali kekeluargaannya, saya berazzam kembali, memanggil kembali diriku yang buncah karena bangga bergabung dalam komunitas menulis yang hebat ini, memunguti kembali potongan-potongan senyumku setiap kali satu tulisan gajeku jadi lagi.
Haish…rasanya ingin kupukul kepalaku sendiri supaya selalu ingat dengan azzamku ini. Hei, kamu! Maukah siapapun kamu mengingatkan saya kala lupa tidak ngepost dalam sehari???

(emang kamu siapa Hikmah??) huhuuhhhh

Ayo semangat!                                                                                                                                    
Menulis untuk KEBAIKAN!!
Menulis biar BAHAGIA!!

Ahad, 26 Februari 2017
#onedayonepost
#semangat menulis     

Comments

Popular posts from this blog

Drama dalam Kepala Buibu

Assalamualaikum, rumahku... Apa kabar? masih dengan status "hidup ndak, mati ogah" yah, rumah? heheh iyya... i need you but always forget you yah. Sini peluk rumahku diriku bukuku! Eniwei, alhamdulillah, syukur yang dalam nan tulus karena Allah masih berikan kita kesempatan hidup sehat dalam keadaan masih muslim untuk ketemu Ramadhan ini; bulan penuh cinta paling hidup. Dear, rumahku. Temani saya ngobrol bout two choices yang lagi riuh pisah di kepalaku sendiri yah, here we go bismillah. Em, diskusi bout being a full mom at home atau being a working mom adalah topik yang menurutku ndak pernah etis  buat didebatkan mana yang paling mengambil peran termulia sebagai ibu dan mana yang 'ibu setengah mulia karena kerja di luar rumah' atau malah menjadi 'ibu kolot tidak terpelajar karena di rumah saja ngurus urusan dapur kasur', semua tergantung niat, kualitas diri dan keridhaan anak suami menurutku. Lets see the world, ada banyak ibu full time di

Kepada Dirimu, Hafsah.

Kepada dirimu, Ada waktu-waktu saat kita saling berbicara tentang kelu yang kita rasa bersama. Ada mata yang basah saat mengenang sedihnya menjadi perempuan seperti kita. Tapi itu dulu,  dua tiga tahun yang lalu. Kita sudah memilih berbahagia dengan banyak sekali cara, turut bergembira dan memeluk hangat, ketika kawan kita yang lebih dulu_ dan lagi-lagi_ diizinkan  Tuhan. Bukan kau atau aku. Kita sudah menyabarkan diri, memilih lebih percaya Tuhan Daripada sesak yang terus berlarut. Sesekali kembali basah, tapi tak mengapa membiarkannya  tumpah mungkin lebih baik Daripada berkarat hati dan runtuh kepercayaan padaNya, pada Tuhan yang lebih dekat daripada urat leher kita sendiri. Kau tahu?  Setiap kali aku ingin merutuki takdir, menangis sesegukan di ujung kasurku,  Saat setanku berbisik untuk mengutuk Tuhan, aku melihatmu. Duduk disampingku dengan mata sembab dan  luka yang lebih dibanding aku. Atau sekali waktu, kau datang dengan

Tahfidz Putra Darul Istiqamah Dan Surga Sebelum Surga

Air berkecipak Saling beradu pelan, syahdu dari gerakan-gerakan suara yang kutahu lebih baik dari kecipak air mandiku. Dalam gelap paling mustajab kakikaki itu pergi ke rumah tuhan. Masih dalam separuh buaian mimpi aku tahu, tuhanku juga memanggil lalu aku; dengan mata tertutup menakarnakar rindu padaNya, menghitunghitung kekuatan melawan syaithan. ______________ Sudah pukul empat pagi ketika saya mulai menulis ini, dan dari masjid masih terdengar suara imam memimpin shalat tahajjud. Tartil, merdu, indah. Percayalah, menuliskan ini butuh banyak kekuatan. Ini pertama kalinya mengenalkan kehidupan baruku kepada rumah abu-abu ini. Dan  sepotong cerita pagi tentang Tahfidz Putra Darul Istiqamah,  its more than wonderful masyaallah. Masih pukul tiga-an, ketika qadarullah saya terbangun karena sebuah mimpi. Dalam proses memperbaiki posisi tidur kembali, di waktu ketika bahkan kokok ayam belum satu pun terdengar, saya mengenal baik suarasuara air  dan langkah kaki santri-santri y