Skip to main content

Posts

Showing posts from 2018

Kepada Lelaki 26 Tahunku

Album dan blog, saya akan selalu kembali pulang kepada mereka. : mengulang kenangan, menyapa rasa-rasa yang lalu. Maka semisal suratmu untuk duadua usiaku, tulisan ini juga akan tinggal di sini. Sebab kutahu, kau juga selalu pulang ke sini. Menyapa anak-anakku. ----- Assalamualaikum, Lelaki dua enamku! apa yang harus kubilang, Cinta? menuliskan ini, saya sedang menimbang-nimbang kalimat apa yang paling tepat untuk membahasakan betapa sabar tualangmu hingga hari ini dan betapa kusyukuri kehidupanmu. Zaman santri, ketika kawan-kawan mulai pandai berkikik ria membayangkan lelaki pujaannya, saya cukup dengan bahasa; lelakiku nanti penghafal qur'an, cerdas, humoris dan suka berpakaian kokoh putih celana hitam. Dan entah, saya lupa kapan pertama kali menemukan kriteria itu terkumpul utuh di dirimu.  Allah baik sekali. Tulisan ini tidak akan semanis yang kau bayangkan, Kak. Saya hanya sedang ingin merayakan kesyukuranku memilikimu dari umur sembilas tahun, masi

Tahfidz Putra Darul Istiqamah Dan Surga Sebelum Surga

Air berkecipak Saling beradu pelan, syahdu dari gerakan-gerakan suara yang kutahu lebih baik dari kecipak air mandiku. Dalam gelap paling mustajab kakikaki itu pergi ke rumah tuhan. Masih dalam separuh buaian mimpi aku tahu, tuhanku juga memanggil lalu aku; dengan mata tertutup menakarnakar rindu padaNya, menghitunghitung kekuatan melawan syaithan. ______________ Sudah pukul empat pagi ketika saya mulai menulis ini, dan dari masjid masih terdengar suara imam memimpin shalat tahajjud. Tartil, merdu, indah. Percayalah, menuliskan ini butuh banyak kekuatan. Ini pertama kalinya mengenalkan kehidupan baruku kepada rumah abu-abu ini. Dan  sepotong cerita pagi tentang Tahfidz Putra Darul Istiqamah,  its more than wonderful masyaallah. Masih pukul tiga-an, ketika qadarullah saya terbangun karena sebuah mimpi. Dalam proses memperbaiki posisi tidur kembali, di waktu ketika bahkan kokok ayam belum satu pun terdengar, saya mengenal baik suarasuara air  dan langkah kaki santri-santri y

Tubuhku Adalah Makam

Demi satu September yang sudah habis ditelan waktu, tubuhku menjelma menjadi makam. Yang menyimpan cerita-cerita paling dusta. Memulangkan mimpi-mimpi yang dibuat dan diingkari sendiri. Oleh aku. Merangkai huruf-huruf di dinding-dinding hijau pupus kamarku, lalu mengaborsinya sebelum menjadi katakata yang utuh. Menguburnya sebagai khayalan sahaja. Tubuhku adalah makam. Dari kepingan-kepingan mimpi yang lebih jauh dari batas langit dan lautan. Berteriak kupeluk, meronta ingin menjadi kata lalu kalimat dan menetap di rumah abu-abu ini. Tapi gaung sekadar gaung, aku renta dengan segala hal paling sia. Mengizinkan diri menjadi paling kerdil Tubuhku adalah makam tapi kenapa kudengar degupku sendiri? kata-kata lalu penuh di sisi-sisi menjadi yang paling sahaja nan riang Seketika! setelah kupaksa jemari mengetuk pintu pada rumah paling abu-abu ini. : Dan aku pulang di malam ini. Demi satu September di bilangan dua September. Dalam malam yang paling hening Aku pulang. ___

How Wonderful My Allah

MauNya, takdir yang Dia titahkan untuk kita. Yang tergantung di langit-langit semesta Kau pernah bisa menebak? ______ Tulisan ini, i just suddenly need to write to (hope) heal me. Karena saya tahu, menemukan diriku yang menangis karena hal ini, its not me anymore. It just i was. some minutes later I'm okay. Hikmah is okay right now. Nangis karena ingat belum punya anak, wondering gimana Allah mencatat takdirku sebagai perempuan yang belum hamil-hamil... Thankful to Allah karena menciptakan saya sebagai pelupa akut jadi hal itu cuman bisa terjadi sekali setahun saja. Like this morning. I'm okay. Hikmah is okay right now. __________ Selasa, 14 Agustus 2018 || 17.31

Bukan Neng Thayyibah

Suatu waktu, saat akhirnya kau menoleh setelah lama berjalan pergi Bilang bahwa semua langkah adalah demi  diri yang baru Bilang bahwa semua kesibukan tidak menyisakan waktu untukmu berbalik pulang Bilang bahwa yang kau butuhkan adalah hanya terus berjalan ke depan Kau baru tersadar setelah begitu banyak hal yang terjadi tapi sebagian dirimu adalah hampa. Tergugu setelah begitu banyak hal yang terjadi tapi lupa pada cintamu satu-satunya. : hurufhuruf ________ Dubdubdub. Setelah lama pergi, memulai untuk membuka rumah ini saja rasanya aneh. Seperti renjana yang panjang tapi bingung mau bagaimana. Huruf-huruf, menulis, membaca buku fisik_ bukan di layar hp. Saya lupa kapan terakhir kali menjadikan mereka kecintaan yang kupupuk sedemikian rupa. And here I am now. Setelah tebalkan muka, malu pada semua cerita di sini, menyapa rumah abuabuku dengan sayang dan maaf, daaaan bismillah i'm starting it. Cause i dont wanna be Neng  Thayyibah yang gak pulaang p ulang demi sebongka

Juli di Almanak Tahun Ini

Assalamualaikum, Juli! Telah sampai kabar di telingaku perihal semaraknya bilangan tanggalmu di almanak tahun ini Akan pecah harihari oleh gemuruh di dadaku : Juli dan mimpi-mimpi Sudah kubilang pada bantal yang kutempeli pipi saban waktu, pada kertas-kertas memo warna warni yang menempel di dinding dan lemari : Aku akan hidup kembali dimulai hari ini, di bilangan satu tubuhmu, Juli. Aku ingin bernazar demi napasku demi duapuluhdua tahun tualangku yang jalan di tempat. Agar tidak kupecundangi gejolak yang kubakar sendiri di kepalaku Agar tidak kukafani apa yang sudah menjadi doa yang kulabuh Sebab aku, lebih takut pada kemalasan perempuan kecil yang hidup di tubuhku daripada takdir yang ditulis Tuhan. _________ Ahad, 01 Juli 2018 || 21.18 Rumah Tahfidz

Menjadi Dewasa; Aku Tak Pernah Mau

Menjadi dewasa, aku tak pernah mau Jikalah yang terjadi adalah begini. Kita retak. Izinkan aku jadi perempuan kecilmu saja, Bapak Mama. Yang tiada selisih sok logis dariku Harusnya kutundukkan ego selalu Mauku bahagia kalian di masa tua hingga surga Hingga semua lelahku adalah dahaga kalian yang lepas Kerlip bangga kalian adalah aku Bukan kutukan Maafkan Ima, Mama Bapak. Rabu, 23 Mei 2018 / Pagi ketujuh Ramadhan 1439 H Saat harusnya begini tak ada.

Saya Pernah Menjadi Penulis

Saya pernah menjadi penulis. Di sini, di rumah abu-abu ini yang kubuat tahun 2016 lalu. Menulis sesuka hati, dan setidak suka hati tapi tetap harus nulis. Dan pelan-pelan tahu, menulis adalah dunia paling eksklusif. Saya punya dunia terkeren di sini. Menjadi Hikmah yang terang. Tapi itu dulu. Saat hari-hari rasanya penuh dengan keyakinan-keyakinan kuat, cerita-cerita hebat. Lalu, berlari waktu tanpa suara... saya ternyata sudah berkalang tanah. Menimbun diri sendiri dalam kemalasan, berbagai alasan. Lalu jemari menjadi kaku. Semua tulisan menjadi semakin menye-menye saja. Tanpa manfaat. Hikmah lupa untuk kembali pada alamat kebaikan ini. Dan sekarang, Hikmah pulang. Menikmati aroma malam di sudut sofa abu-abu paling berdebu. Selamati aku, Diri. _________ Sabtu, 21 April 2018 || 21.43 Rumah Tahfidz. Setelah haru Arif menuntaskan setoran sekali duduk 4 juznya. Setelah bahasan berat malam ini di rumah ODOP 3. Dan tahu, saya rindu dan harus pulang #comeback #onedayonepost

Jadikan Ia Lebih Daripada Dirimu

Kamu percaya? Kita sama-sama menyayanginya. : lelaki kecil menggemaskan yang dihadiahkan Tuhan Di bulan-bulan pertama pernikahan kita. Kau ingat apa kata yang pertama kali bisa diucapkannya dengan baik? "Bba... Bba... abba" Bukan "ummi".  Sungguh bukan. Dan aku cemburu. Bukankah harusnya "ummi" yang pertama dipanggilnya? Harusnya aku bukan? Sebab aku yang menyuapi, memberi makan, membuatkan susu, memandikan dan mengajaknya bernyanyi pula mengaji dan bercerita setiap hari? Kenapa kamu yang dipanggilnya pertama kali dengan baik? Lalu berjalan hari, aku mengerti. Dirimu yang menemaninya bermain paling setia dengan cara paling laki-laki. Tertawa dalam proses banting-membanting, menemaninya bermain bola di atas kaki "O" tubuh montoknya, membiarkannya menyentuh bulu tubuh kambing dan merasakan sensasi di atas kuda. Menangkapkannya ayam sekadar untuk membuatnya meringis dan tertawa. Dengan semua caramu, dia menyayangi dan menempatkanmu sebaga

Ngecengin Gerai Rosmala; Fashion Boutique Yang Kaffah Islami dan Trendynya

Ngecengin atau bahasa kerennya stalking akun-akun yang sesuai minat atau sekadar penasaran isi akun-akun tertentu di zaman digital dewasa ini,   sudah semacam menjadi taman rekreasi online tempat bersantai sejenak. Bahkan menurut penelitian seorang blogger perempuan asal Maros, Hikmah Ali, seorang stalker sejati itu sudah menjadikan ngecengin akun-akun itu sebagai   pekerjaan   sambilan yang dilakukan dengan asik sampai kadang mengganggu pekerjaan utama. Bahkan beberapa orang kadang lupa makan juga lupa sadar situasi sekitarnya karena asik ngeschroll down akun di berbagai media sosial, dan media sosial dengan rating paling tinggi keberhasilannya mengkalapkan orang adalah instagram. Beuh , juara dia!   Dewasa ini, media sosial mengambil peran paling besar dalam semua lini kehidupan. Sebut saja fashion yang menjadi   hal penting dalam kehidupan ini juga semakin semarak dan asik untuk dipadupadankan bagi para muslim karena business muslims sudah berinovasi mengikuti tr

Oofa dan Sebutan "Anak Panti"

Menjelang maghrib, setelah mandi sore "Ummi, ummi... ada mau kucerita..." "Kenapa, Faa? Apaan, sayang?" "Ummi, ada toh orang yang nakenalmka bilang anak disimpanjka di sini, nabilangika anak panti. Terus-terusankan nabilangi." "Siapa, nak? Siapa yang bilang begitu?" "Ndak kutahu ummi namanya, temannya kaka Kikki Kakak-kakak.. yang penting nabilangi teruska anak panti." "Nanti.. kalau ada lagi yang bilangi Oofa, jawab "saya bukanka anak panti. Anaknyaka ibu Nur Hikmah dan Ustad Mustaghfir. Oofa anaknya ummi dan abba." "Nataumi ummi, jadi nabilangi teruska. Mengerasmi sebenarnya tanganku. Marah sekalika, tapi kutahan terus diriku baru pulangmka ke rumahnya nenek." "Iyye. Maafkanmki. Nanti Oofa kalau ada lagi yang bilangi jawab kalau Oofa anaknya ummi abba. Anaknya juga ayah bunda. Bukan anak panti." .... Itu satu dari sekian cerita Oofa hari ini. Topiknya lebih serius, serius menyakiti hati k

R E S I G N

Hikmah resign? Serius? Kok bisa? Kenapa? Sejak kapan? Terus sekarang ngapain? Gak nyesel? ...... Bukan cuman lima enam orang yang bertanya, beberapa menchat personal, beberapa bertanya langsung. Dan cerita singkat terulang seperti radio rusak, seperti jari-jariku latah menulis jawaban yang sama. Iyya. Hikmah resign dari tempat kerja yang luar biasa dinamika dan harmoninya. Sebuah tempat kerja sekaligus tempat mengabdi, belajar dan mereguk banyak kesempatan. Yang akhirnya jadi kenangan saja sekarang. Alasannya sederhana saja,

Doakan Hikmah, Yaya.

Saya baru saja selesai dari perihal beberes rumah, cuci piring, menyapu dan bersih-bersih diri. Sebelum itu, saya sudah menghabiskan sebotol milo hangat yang dikirimkan Hafsah, memakan martabak dan rujak secukup perutku sendirian. Iya sendirian saja ngemil dengan rezki yang sampai di rumah pukul 23.16. Karena dia sudah lelap dari sejaman yang lalu, Oofa tidak ada dan tetanggaku adalah mudir tahfidzul Qur'an dan asrama putra. Bukan. Bukan tak mau berbagi pada tetangga. Tapi saya tidak cukup gila kalau harus berbagi dan mengetuk pintu mereka di malam yang menyisakan hanya suara serangga dan lolongan anjing  saja.  Sambil menghabiskan milo hangat tadi, saya ngobrol dengan seorang kawan yang menjadi bagian dari pengumpulan donasi jilbab demi sebuah agenda amal yang kalau tidak salah adalah Hijab Day. Kita membahas perihal gimana-gimana nanti pengambilan donasi kalau sudah dikumpulkan teman-teman. Obrolan yang kemudian berlanjut pada sebuah pujian yang dia sebut sebagai pengakuan

Anak Pertama Setelah Dua Dasawarsa Berlalu

"Jadi guru, Nak. Itu pekerjaan paling mulia di dunia." "Menghafal, Nak. Biar nanti di akhirat bangga juga kami jadi orangtua." "Menulis, Nak. Banyak kebaikan yang bisa tersampaikan dengan tulisan." Itu pesan-pesan bapak dan mama. Berganti-ganti kudengar dari  lisan mereka, di beberapa kesempatan yang berulang. Dan saya mengingatnya, selalu. Hingga dari dulu sudah kutahu akan jadi siapa saya besar nanti. Saat seorang Hikmah dipanggil jadi guru TK bahkan sebelum graduation day SMA,  bapak dan mama tersenyum lucu nan syukur. Saat seorang Hikmah dipanggil untuk menjadi pembina di Spidi, mata senja mereka tersenyum bangga penuh syukur. Saat kubilang pada mereka akan kuliah keguruan sambil bekerja... ada yang hidup menyala-nyala di hati dan wajah tua mereka. Pendidikan di keluarga sederhana kami adalah sesuatu yang sangat istimewa. Saya mengingat senyum bangga dan haru di mata tua mereka. Dan hinggapun hari ini seorang Hikmah belum menjadi Hafidzah, saya s

Terima Kasih, Cinta

Dear, Kamu. Demi lelah dan luka-luka di tanganmu, aku berterima kasih. Terima kasih untuk rumah cinta yang purna kau hadiahkan ini. Bukan tentang megahnya, tapi tentang segala pengorbananmu yang kau kalung dengan ikhtiar nan ikhlas. Hingga tak lelah aku jatuh cinta, berkali dalam sehari. Sama tak lelah kumohon pada Tuhan agar kita menyetia hingga surga.

Menjadi Seorang Kakak

Tulisan ini tidak akan panjang. Tidak akan sepanjang doa-doaku saat menangis tadi. Pula bahasanya, tidak akan semenye perasaanku yang remuk. Sebab tak pernah ada kata yang bisa membahasakan luka, bukan? Menjadi seorang kakak ternyata berat. Baru sore tadi benar-benar kusadari. Kepedihan dan trauma mama bapak perihal masa lalu rasanya ditumpah Tuhan tiba-tiba padaku. Dan ngilu tubuhku menanggung. Limbung dengan luka baru yang dibayangi trauma keluarga kami, di masa belasan tahun yang silam, mungkin bahkan sudah dua dasawarsa berlalu. Dan terisak kudoakan adik-adik agar mereka setia saling sayang. Ditenangkan  dan dilapangkan Allah hati mereka. Pula aku. Dek, saling sayanglah kita. Jangan bertikai perihal sepele, sebab kita adalah saudara. Yang menanam janji di dasar hati paling putih : Kita takkan mengulang luka di masa lalu. Tidak ketika kita sudah kehilangan kakak pertama Tidak ketika mama dan bapak sudah membawa borok di hati  mereka hingga di usia senja. Dek, saling sayangl

Ustad. Muzayyin Arif : "Tragedi Guru Budi : Kartu Kuning Pendidikan Karakter"

Tragedi Guru Budi: Kartu Kuning Pendidikan Karakter Oleh Muzayyin Arif (Ketua Yayasan Edukasi Sejahtera, Sekolah Insan Cendekia Madani, Jakarta) Berita meninggalnya seorang guru di Kabupaten Sampang, Madura karena dipukul oleh muridnya sendiri, telah mengetuk nurani dan memanggil banyak pemerhati pendidikan (termasuk kami) untuk datang berkunjung, berbelasungkawa, mendoakan almarhum dan membesarkan hati keluarganya. Bagaimanapun ini kejadian yang memprihatinkan, bahkan mungkin pertama kali dalam sejarah seorang murid begitu tega menghajar gurunya sendiri di dalam kelas saat pelajaran berlangsung. Ahmad Budi Cahyanto (27 tahun), guru seni rupa di SMAN 1 Sampang, meregang nyawa beberapa jam setelah seorang muridnya memukul dirinya dengan keras persis di leher bagian belakang (titik yang mematikan), hanya karena sang murid dibangunkan dari tidurnya dengan menggunakan kuas lukis saat pelajaran berlangsung. Menurut informasi yang disampaikan oleh kerabat almarhum, sang guru yang pendia

Anak Perempuan Durhakamu Rindu...

Matahari sebentar lagi purba di kaki langit, menuju maghrib berarak awan menuju barat, indah. Kupandangi semuanya dari jendela kecil kamar nan gelap anakku. Lalu rinduku semakin menggulung, Mama, Bapak. Ngilu di dadaku, memukul-mukul. Aku, Ima... anak perempuanmu yang paling durhaka merinduimu, Ma, Pak. Ima, anak perempuan mama yang selalu mama keluhi malas kerja dan makan rindu dimarahimu, Ma. Ima, anak perempuan bapak yang selalu malas menyeduh kopi dan menyiapkan hidangan, rindu melihat dan memainkan tangan  di rambut putihmu, Pak. Waktu melesat cepat dan umurku sudah dua puluh dua tapi aku masihlah anak perempuan kecil kalian kan, Ma, Pak? Sering  kubilang akulah anak teristimewa, meski sering kusengaja tak membereskan rumah adalah yang paling membuatmu masygul, Ma... Sering kubilang akulah anak terfavorit bapak, meski membaca buku-buku agama dan rajin menulis masih menjadi nasihat bapak yang masih sering sengaja kulupa. Pun demikian aku... Ima boleh rindukan, Ma, Pak?

Dilan dan Sumanga'

Yang paling pandai dan banyak dalih untuk mengingkari janji sendiri adalah manusia, pun janji terhadap dirinya sendiri. : Aku. Berbulan-bulan rumah ini sepi, berdebu dan tak seceria dulu. Riuh kata-kata menjadi mati. Semisal abjad sudah habis dilumat orang lain. Dan aku tak lagi punya bagian. "Bilangin ke Dilan, yang berat itu bukan rindu tapi konsisten menulis setiap hari." Ketika begitu banyak orang di media sosial  yang minta buat disampaikan pesan-pesannya ke Dilan bahwa ada yang lebih berat dari rindu ; ditikung, uang panai', harga sembako, tagihan listrik, berbagai cicilan sampai ngulek di dapur, dll ... saya lebih glek dengan pesan untuk Dilan yang  terbold italic di atas itu. Dduar! Lalu mengingat janji dan mimpiku sendiri, rasanya malu. Hikmah emang ngapain selama ini? Busy banget yah? Kerjaannya apa? Kan udah resign, harusnya konsist dong nulisnya... katanya nggak mau jadi mama-mama biasa aja, katanya mau jadi mama-mama  ker en yang rajin baca dan nulis b

Ilalliqaa', Bunda Sayang...

Ada begitu banyak orang   yang kepada mereka saya belajar banyak hal, langsung dan tak langsung. Tapi tulisan sederhana ini bukan dulu tentang mereka, tapi dia saja. Seorang perempuan yang kepadanya aku berkaca lebih sering, berkali-kali. Perempuan dewasa yang mengajarkan banyak hal tanpa mendikte, tanpa menggurui, alami mencintai. Dia bundaku sayang, Bunda Mina namanya. Perempuan dengan mata bulan sabit, cerdas dan kritis. Yang paling istimewa adalah, bunda satu-satunya orang   yang siap fight dalam membela kami dan merangkul lebih erat   menjadi satu, menjadi padu tanpa sekat. Bunda yang akan tersenyum memaklumi, menegur dengan tegas, mengajari hal-hal teknis dengan sabar, ikut bersedih, ikut marah jika ada hal-hal yang tidak berkenan. Bunda selalu   membiarkan kami menumpah semua unek-unek   tanpa memotong, tanpa menjudge,   lalu setelah lelah   bercerita, bunda akan menasihati dengan bijak, dengan rasa ibu dan kakaknya. Bunda seolah   selalu   punya waktu yang b

Dibunuh Aku Rindu

Dibunuh aku rindu berkali-kali untuk yang ke sekian kali Mengapa pergi bisa sepilu ini? Mengapa tak lagi sama, bisa semenyakitkan ini? Ini terlalu. Ini lebih dari yang bisa ditanggung dadaku! Aku ingin menetap, di rumah maya kita saja. Yang dulu kubangun dengan riang bahagia untuk kita. Aku (masih ingin) menetap, di rumah maya kita. Sebab kulupa jalan keluar sebab memang tak pernah kubuat pintu kepergian saat kubangun rumah maya itu. Tapi bagaimanalah ini, jika kita memang sudahlah berbeda? Sedang aku, aku buta jalan menjauh. Sedang aku, aku tak lagi memiliki hak untuk tinggal menikmati riuh gaduh cerita kalian Aku (sungguh masih ingin) menetap, di rumah maya kita. Yang sudah kubuat beberapa ruang : tempat kulepas rinduku satu-satu Tapi duduk di sudut ini sendirian, rasanya sunyi, Kawan. Terlalu. ______ Sabtu, 13 Januari 2018 || 14.23

Pergi

Pernah kukira pergi adalah nama lain dari kelegaan nama lain dari beristirahat nama lain dari kebebasan. Ternyata berbeda. Ternyata salah. Pergi dari dunia yang kutinggali kemarin berarti sunyi. Berarti mengucapkan selamat tinggal pada diriku yang terang. Ceritaku yang riuh. : Pada kisah kita yang gaduh. Ada ruang yang kemudian menghampa, kosong. Dan aneh ketika kubuka mata dan tak ada janji kedatangan yang harus kupenuhi. Bangun dan sadar, aku bukan lagi aku yang kemarin. Tak lagi ada hak menikmati pengalaman rasa bersama kalian. Bersama mereka. Hanya ada aku, kalian, mereka,  dan bukan kita. Lalu termuntah-muntah kutahan isakku yang mencekik di tubuh malam yang basah. Termuntah-muntah kunikmati reka ulang semua kenangan yang ditanggung kepalaku. Lalu pelan, kubiarkan sepotong aku menjadi mati terkapar berdarah-darah. Terlalu berat, sesak dan sepi. Tapi aku sudah memilih. Sepotong aku mati dalam kesedihan, bukan penyesalan. Sebab pergi nama lain dari merentang jar