Skip to main content

Allah Itu, Kawan...(II)


Selasa adalah salah satu hari belajar mengaji bersama dengan Haanun dan ibunya. Karena seminggu tidak ada kontak dan saya absen di jadwal belajar kami karena sakit, si ibu mengaji dengan semangat. Beliau mengaji hingga lima lembar kurang satu halaman. Saat menyeksamai setiap bacaan beliau, Allahu…saya berkali harus memujiNya. Mensyukuri kasih sayangNya. Andai saja saya yang mengaji sendiri akan sedikit kemungkinan saya akan meresapi apa yang Allah sampaikan dalam kalamNya itu dengan baik.

Beliau mengaji akhir juz satu dan beberapa lembar awal juz dua, masih surah Al-Baqarah maka tentu siapapun akan tahu ada banyak ayat-ayat populer dan bisa diterjemahkan dengan mudah pada surah tersebut. 

Di akhir pertemuan, kami menyempatkan untuk membahas dan sharing sebentar tentang beberapa ayat-ayat indah tersebut yang satu di antaranya terulang hingga beberapa kali. Kami sharing dengan pendekatan yang sederhana dan tidak sistematis, sesederhana pemahaman agama kami yang masih senantiasa harus di-up grade.

  • Tentang betapa Allah tidak akan pernah menyianyiakan setiap kebaikan yang kita lakukan, begitupula sebaliknya. Allah sungguh maha adil dengan hal tersebut. Maka pilihan ada di tangan kita. Wanna be better or not. Soon or late.
  • Betapa Allah sudah menghamparkan begitu banyak kuasaNya agar kita mau berpikir dan betul-betul menggantungkan segala sesuatu kepadaNya saja.
  •  Allah perintahkan kita untuk mengingatNya agar Dia juga senantiasa mengingat kita, bersyukur dan tidak kufur. Ayat yang begitu sering kita dengar bahkan dihafal di luar kepala oleh sebagian besar umat muslim, hampir sama seringnya dengan kita tahu lalu abai dan seolah tak tahu dengan ayat tersebut juga. Ah Allahu!!
 Saat membahas ayat ini bersamaan dengan tingkah berkebalikan kami dengan ayat tersebut, saya teringat dengan hadits Rosul SAW yang kurang lebih berbunyi seperti ini:

“Kenalilah Allah saat Engkau senang (lapang), maka Dia akan mengenalimu di saat engkau susah.”

Lagi, saya dan ibu menyadari lalainya kami sebagai hamba. AstaghfiruLlah…

  •   Kurang lebih beginilah salah satu hadits istimewa Rosul untuk muslimah; bahwa ada empat hal yang jika perempuan laksanakan maka Allah akan mempersilahkannya untuk masuk surga dari pintu  mana saja yang dia senangi. Yaitu:
             .  Menjaga shalat lima waktu; kedengarannya mudah saja, tapi nyatanya Allah tidak saja     memerintahkan kita shalat tapi juga agar shalat tepat waktu.

Duhaiii...lagi!! saya dan ibu harus tertampar dengan kenyataan bahwa kami sungguh masihlah perempuan yang sering lalai. Ada saja alasan untuk menunda dari waktu shalat yang sebenarnya. Klien yang beliau tunggu, kerjaan remeh temeh yang kulakukan dll.

  .  Berpuasa Ramadhan  
 .  Menjaga kehormatan 
 . Menaati suami; Allahu…jikalau shalat, puasa dan menjaga kehormatan mampu dilakukan oleh banyak sekali muslimah, soalan menaati suami dalam apapun keadaan adalah hal yang cukup langka.

Saat membahas hadits ini, kami menertawai diri sendiri. Malu sekali. Shalat sering tidak tepat waktu dengan banyak sekali alasan, sengaja tidak sengaja padahal amalan itu yang akan menentukan amalan-amalan yang lainnya.

 Dan soalan taat pada suami dalam apapun keadaan, kami lagi-lagi bersama mengasihi diri sendiri sebab LAGI kami sungguh belum…Allahuu AstaghfiruLlah!!

Sharing seperti ini, apalagi dengan ibu setipikal beliau yang tulus,  ramah, terbuka dan kita hampir memiliki banyak kesamaan rasanya bahagia sekali. Semoga Allah bersamai kami selalu dalam semangat memperbaiki diri. Sebab memiliki saudari seperti beliau adalah hal yang harus sangat kusyukuri.

Hal seperti ini hadiah dari Allah. Manis menyenangkan. Terima kasih banyak, Ibu Indira Mappangadjak. Untuk waktu, kesempatan belajar bersama dan video hebat kemarin pagi, Ibu.

Mari berjanji untuk saling mencari di akhirat nanti, Ibu…

Rabu, 22 Februari 2017

#onedayonepost

Comments

Popular posts from this blog

Kepada Dirimu, Hafsah.

Kepada dirimu, Ada waktu-waktu saat kita saling berbicara tentang kelu yang kita rasa bersama. Ada mata yang basah saat mengenang sedihnya menjadi perempuan seperti kita. Tapi itu dulu,  dua tiga tahun yang lalu. Kita sudah memilih berbahagia dengan banyak sekali cara, turut bergembira dan memeluk hangat, ketika kawan kita yang lebih dulu_ dan lagi-lagi_ diizinkan  Tuhan. Bukan kau atau aku. Kita sudah menyabarkan diri, memilih lebih percaya Tuhan Daripada sesak yang terus berlarut. Sesekali kembali basah, tapi tak mengapa membiarkannya  tumpah mungkin lebih baik Daripada berkarat hati dan runtuh kepercayaan padaNya, pada Tuhan yang lebih dekat daripada urat leher kita sendiri. Kau tahu?  Setiap kali aku ingin merutuki takdir, menangis sesegukan di ujung kasurku,  Saat setanku berbisik untuk mengutuk Tuhan, aku melihatmu. Duduk disampingku dengan mata sembab dan  luka yang lebih dibanding aku. Atau sekali waktu, kau datang dengan

Drama dalam Kepala Buibu

Assalamualaikum, rumahku... Apa kabar? masih dengan status "hidup ndak, mati ogah" yah, rumah? heheh iyya... i need you but always forget you yah. Sini peluk rumahku diriku bukuku! Eniwei, alhamdulillah, syukur yang dalam nan tulus karena Allah masih berikan kita kesempatan hidup sehat dalam keadaan masih muslim untuk ketemu Ramadhan ini; bulan penuh cinta paling hidup. Dear, rumahku. Temani saya ngobrol bout two choices yang lagi riuh pisah di kepalaku sendiri yah, here we go bismillah. Em, diskusi bout being a full mom at home atau being a working mom adalah topik yang menurutku ndak pernah etis  buat didebatkan mana yang paling mengambil peran termulia sebagai ibu dan mana yang 'ibu setengah mulia karena kerja di luar rumah' atau malah menjadi 'ibu kolot tidak terpelajar karena di rumah saja ngurus urusan dapur kasur', semua tergantung niat, kualitas diri dan keridhaan anak suami menurutku. Lets see the world, ada banyak ibu full time di

Tahfidz Putra Darul Istiqamah Dan Surga Sebelum Surga

Air berkecipak Saling beradu pelan, syahdu dari gerakan-gerakan suara yang kutahu lebih baik dari kecipak air mandiku. Dalam gelap paling mustajab kakikaki itu pergi ke rumah tuhan. Masih dalam separuh buaian mimpi aku tahu, tuhanku juga memanggil lalu aku; dengan mata tertutup menakarnakar rindu padaNya, menghitunghitung kekuatan melawan syaithan. ______________ Sudah pukul empat pagi ketika saya mulai menulis ini, dan dari masjid masih terdengar suara imam memimpin shalat tahajjud. Tartil, merdu, indah. Percayalah, menuliskan ini butuh banyak kekuatan. Ini pertama kalinya mengenalkan kehidupan baruku kepada rumah abu-abu ini. Dan  sepotong cerita pagi tentang Tahfidz Putra Darul Istiqamah,  its more than wonderful masyaallah. Masih pukul tiga-an, ketika qadarullah saya terbangun karena sebuah mimpi. Dalam proses memperbaiki posisi tidur kembali, di waktu ketika bahkan kokok ayam belum satu pun terdengar, saya mengenal baik suarasuara air  dan langkah kaki santri-santri y