Kehidupan ini, entah bagaimana Allah begitu selalu mampu membuat kita takjub karenanya. Ada banyak hal yang tak tertebak, lalu kuasaNya bekerja dengan sempurna.
Seperti
hari ini, hari yang begitu hebat. Bukan karena parfum dan lima macam jualanku
yang lainnya senantiasa menjadi kran rezeki yang deras, tapi anugerah yang jauh
lebih harus kusyukuri daripada itu.
Pagi
gelap, saat sedang meje membangunkan teman-teman kutubers untuk tahajjud, saya menyempatkan
masuk dalam grup menulis; ODOP BATCH 3,
membaca beberapa chat teman-teman yang tak sempat kuikuti. Selalu sama, riang
rasanya tiap kali berkunjung di situ. Ada keakraban yang hangat padahal tak
pernah ada yang kutemui secara langsung face to face. Saat sedang
membaca, kudapati satu kabar bahagia dari mba Dewie Dean; Mba senior nan
inspiratif yang mukim di negeri jiran. Beliau mengabari kalau draft kasar yang
pernah dikirim ke penerbit mayor akhirnya diterima. Non fiksi dan penerbit
mayor…its rock, masya Allah!
Pagi
ba’da shubuh saya ke pengajian rutin pesantren. Awalnya malas-malasan, jin nemenin
saya yang sedang walking di instagram. Tapi kemudian ingat status yang pernah
kutulis di wall facebook, tulisan sederhana yang isinya mengajak warga
selingkunganku khususnya untuk
berpengajian kecuali karena uzhur yang syar’i. Dan jelas, walking di
instagram bukan uzhur yang syar’i tapi malas syaithaniy. Butuh beberapa menit
untuk memaksa diri agar mau bergerak dan bersiap.
Di
pengajian, QadaruLlah…saya bertemu Hafsah dan Shofiah. Dua kawan manis yang
keren. Yang setanah tapi jarang sekali ketemu. Dan bukan hanya bertemu mereka,
tapi juga beliau; seorang ustadzah shalehah nan bijaksana. Ibu istimewa yang
langka. Seorang ibu yang dikarunia Allah kelapangan hati untuk menerima anak
perempuan satu-satunya_ yang cantik, berkarakter, cerdas dan shalehah_ dimadu. Kawan,
kau tahu apa yang beliau katakan padaku?
“Nak,
semua ini sudah takdir Allah. Lagipula, mereka yang memilih jalan seperti ini.
Memang tidak ada surga yang murah, semua butuh untuk diperjuangkan. Dan beginilah
mungkin jalannya mereka. Kita boleh saja bersedih, tapi, anakku… kita juga
harus ingat kalau ini sebenarnya syariat. Bukan dosa. Kita Cuma harus selalu
mendoakan mereka.”
Masya
Allah, kawan…bagaimanalah kusampaikan takjubku jika ada ibu yang selapang itu
dengan takdir anak perempuan kebanggaannya? Yang kulakukan saat itu adalah
hanya memegang tangan beliau sebentar, memberikan tubuh untuk beliau bersandar
menyembunyikan wajah yang basah.
“Kalau
orang lain tidak pernah liat saya menangis, ini Hikmah yang pertama kali liat
saya menangis…”
Duhai
Allahku! Bagaimanakah Engkau memegang hati hambaMu ini? Sesayang itukah Engkau?
Meski beliau ingin meratap tapi ayat-ayatMu sudah beliau gigit kuat-kuat,
meresap dan imanlah yang membuatnya bersikap demikian.
Maka
yang kupunya adalah doa dan keyakinan, bahwa takdirMu pada hamba-hambaMu yang
taat Engkau akan indahkan. Cepat ataupun lambat.
Ba’da
pengajian, mengurus Oofa yang harus berangkat ke sekolah. Hangat karena gak
perlu ada drama yang panjang untuk membujuk dia agar bergegas.
Ba’da
dhuhur, saya ke acara aqiqahan. Ini acara yang manis, silaturrahim yang
menyenangkan karena tidak ada suara panggilan yang meminta agar segera pulang
ke rumah atau ke tempat kerja untuk mengikuti rapat di luar dari waktu shiftku.
Sekitar satu jam makan dan mengobrol, itu sudah cukup surga buat saya yang sok
sibuk setiap hari.
Pergi
dan pulang aqiqah sama Hafsah yang lagi hamil muda empat bulan cukup bikin saya
was-was sebenarnya. Jalan santai di siang bolong dengan jarak tempuh yang
lumayan cukup jauh bikin dia ngos-ngosan dan teler setiba di rumah.
Dan
hal yang paling harus kusyukuri terjadi ba’da maghrib sepulang dari rumah si Mommil itu...
Selasa, 21 Februari 2017
#onedayonepost
Selasa, 21 Februari 2017
#onedayonepost
Comments
Post a Comment