Skip to main content

Posts

Showing posts from November, 2017

Selamat Pagi Kawan

Mungkin cinta dan semangat itu semisal iman; naik dan turun, menggelora meredup, menyala atau malah hilang seolah tak pernah ada. Dalam hal ini adalah menulis dan no more reason. Karena sedang berikhtyar, jadi tulisan ini untuk hari kemarin. Lets talk about something then.

Corat coret

Hai. Maaf aku tidak akan berbasa-basi, atau berepot-repot ria mencari kata pun ide yang lebih menyenangkan mata menyehatkan otak. Tulisan ini hanya akan senilai recehan saja, tapi seharga waktu yang kuhabiskan untuk membujuk mata bertahan sedikit lagi. Tidak ada yang lebih mahal dari waktu kan? Bahkan waktu tak ber-harga. Benarkan? Tulisan ini hanya sebagai langkah-langkah kecilku lagi untuk setia nge-ODOP, back to my self, back to my second home. Here. Anw, saya baruuu saja sampai rumah. Baru datang dari tempat kerja. Sendirian berjalan melewati jalanan sepi tanpa satu pun orang yang lewat, melewati masjid terbesar pesantrenku yang sepi nan gelap, melewati hutan bambu dengan tanah super becek. Tapi tidak ding, awalnya memang harus demikian karena saya sendiri yang menolak berkali-kali berbagai panggilan jemputan, entah, malam ini saya memang ingin berjalan kaki saja ke rumah. Setengah jam yang lalu saya harusnya sendirian melewati jalanan gelap menuju rumah, tapi tidak jadi se

Hei, Kamu

Hei, Kamu Yang wajahnya lekat di ingatanku. Dan suaranya sudah seirama dengan detak jantungku, saking terlalu seringnya frekuensi suaramu menggangguku. Aku ingin bilang. : aku memaafkanmu. Aku ingin. Aku sedang membujuk kepalaku untuk mengabaikan kalimat-kalimatmu. Hidup di keluarga yang biasa-biasa saja membuatku tak biasa dengan kata-kata menyakitkanmu. Tapi tak mengapa, mungkin karena dari keluarga yang biasa-biasa saja, aku hanya terbiasa dengan kata maaf dan merelakan. Perempuan tua di rumahku adalah perempuan yang paling sering marah, tidak makan saja aku akan dimarahi sedemikian rupa. Tapi perempuan tua itu pula yang paling setia memberiku keteladanan, tentang ketulusan dan berkasih sayang kepada siapa saja. Tak peduli siapa, apa dan bagaimana-bagaimananya. Jadi, hei, kamu... Kata-katamu menyakitiku di sana-sini, tapi tak mengapa, mungkin kamu sedang bad mood, atau mungkin memang begitulah kamu; asal nyeblak bahasa inggrisnya. Mungkin Tuhan mau ajar aku untuk lebih me

Di Persimpangan Aku

Ratusan suara Kecamuk yang pecah riuh di kepalaku Dan kata-kata yang lumpuh di ujung lidah Di persimpangan. Aku. Bagaimanakah kiranya memasang sumbu bahagia yang paling sejati? Bagaimanakah wujud dari bahagia itu sendiri? Bukan. Sungguh bukan karena derita aku bertanya. Tapi paku-paku yang menancap di dada Sedang tak tahu sebenarnya obat yang kubutuh. Bukan. Sungguh sungguh bukan karena derita aku bertanya. Bagaimana bisa demikian? Sedang Tuhan menghadiahkan aku lelaki setia? Tapi ratusan kiranya dan kiranya berjebah di mataku. Dan aku hanya anak perempuan bapak yang menimangku dengan mimpi-mimpi paling cerlang. Di persimpangan. Aku. Duhai malaikat, mohonkan amin pada Tuhanku. : Tenangkan hatiku. _____ Senin, 27 November 2017 || 22.18

The Truth : Behind The Scene Seorang Hikmah di SPIDI

Assalamualaikum, rumah sepiku. Selamat malam. Saya sedang di dorm sekarang, kamar musyrifah tepatnya. Hari ini kebagian shift malam. Yah, pacarku of course kutinggal di rumah, jatahnya Oofa tidur berdua dengan abbanya tersayang; mengambil posisiku. Sudah pukul 23.10, harusnya saya sudah lelap dari tadi, tapi terlalu banyak yang ribut di kepalaku dan rasanya harus kutumpah saja, dan bila belepotan... setidaknya suara-suara itu sudah ada di sini. I'm going to talk about what i have done here, no, what i do here i mean. Sebelum kujembreng suara-suara di kepalaku, saya mau bilang bahwa, hanya Allah yang tahu betapa saya bangga ada di sini, sebagai bagian dari sekolah putri almamaterku. Sebagai seseorang yang melihat langsung betapa besar jihad  guru-guruku terus bertahan dan bertumbuh dengan segala progres perbaikan agar bisa fight dengan zaman yang masyaallah ini... tapi tetap berdiri di atas syariat. Easy? Absolutely not. Saya bakal bicara di sini sesuai dengan isi kepalaku sa

Cabut 4 Gigi dan Perasaan Yang Lalalala

Saat semalam duduk di samping Oofa, melihat ibu dokter Wiwi mencabut gigi Oofa satu sampai empat sambil terus berbicara menenangkannya, sebenarnya, sayalah yang merasa lebih tenang. (Kamu pernah bertemu perempuan dan kamu terpesona dengan santunnya berbicara? Tulusnya menjalin komunikasi? Saya pernah. Kemarin, dengan ibu drg. Wiwi. She is too masyaallah in my eyes) Jujur, ini pertama kalinya Oofa kubawa ke dokter gigi padahal umurnya sudah 6 tahun beberapa hari. Dulu setiap kali membahasnya dengan Oofa, membujuk agar mau kubawa periksa, bocahku itu akan merajuk, bahkan ketika pun sudah sampai ke dokter gigi, dia akan tegang, ketakutan, kemudian menangis kencang. Dan ketika kemarin sore Oofa mau ke dokter gigi dengan riang, dengan semangat, saya bahagia. Duduk mendampingi Oofa yang terlalu tenang saat proses pencabutan 4 gigi susu yang sudah menghalangi tempat tumbuh gigi permanennya, saya merasakan sebuah rasa yang pernah setahun atau dua tahun yang lalu pernah kurasakan. Perasaan

Puisi Sederhana untuk Anak-Anak Surga

Duhai... Ada yang menyala-nyala di jenaka matamu Rekah senyum pula suaramu. Dan kami tak bisa bohong : Kami purna bahagia, Dik! Hari ini kami datang, Dik Dengan bingkis-bingkis doa yang kami bungkus dengan sayang yang sederhana. Duhai... Ada yang meletup-letup di dada kami, Dik! Bagaimana bisa ikhlas itu terbaca jelas di wajah kalian? Bagaimanakah semesta mendidik kalian hingga begitu sabar tapak kecil itu mengejar mimpi? Duhai kalian, anak-anak surga... Bahagialah, sebab Tuhanlah yang akan memeluk. Dengan sayang, dengan setia. ______ Bus menuju Gowa; SPIDI Lunch With Orphans Rabu, 08 November 2017 Puisi-puisiku tidak pernah too high, too beautiful atau sok2 nyastra gimana-gimana, but honestly, tetap saja menulis puisi superbb sederhana ini, rasanya lucu. Karena  pertama kalinya saya menulis puisi untuk orphans . Padahal jauh sebelum kelahiranku, rumahku sudah penuh dengan mereka. Saya berbagi bapak dan mama dengan ratusan anak yang bukan sedarahku, bahkan hingga hari

Rasa Ini Salah, Bodoh!

Menganggap semua orang  menyayangimu setulus kau menyayangi mereka, dan kau hidup dengan perasaan itu. Padahal sebenarnya tidak. Bahkan menyukai pun mungkin tidak. Dan bodohnya  saya hidup seceria seorang Hikmah selama ini, dengan perasaan dan anggapan demikian. Dua pekan berlalu dan ini hari pertama saya menulis lagi. Hampir sepuluh draft di dua pekan kemarin hanya berakhir begitu saja. Dua pekan yang mendung. Setiap kali ingin menulis, setiap kali itu pula saya khawatir melakukan kesalahan lagi. Khawatir bahwa apa yang akan kutulis di diary ku ini adalah sesuatu yang salah, meski luka itu nganga mengganggu, saya menyimpannya dengan sesak. Sendirian. Dan setelah mendung itu pergi, pagi ini,  saya akhirnya tumbang. Bukan karena dia, tapi mereka. Rasanya menyesakkan sekali mendengar mereka mengataiku sedemikian jahatnya. Rasanya semua tidak berarti, rasanya hadirku salah dan harusnya bukan di situ tempatku. Dia mungkin benar, duniaku harusnya berhenti di seputarannya saja. Menyele