Skip to main content

Berjanjilah, Pak!

Pada langkahmu yang makin memelan,
telah tuntas semua angan yang hanya ingin kuselesaikan bersamamu saja.

Pada helai-helai putih rambutmu
aku sungguh berharap kau akan terus ada
Membersamaiku selamanya sebagai perempuan kecilmu
Yang bisa kuganggu, kucubit dan kupukul setiap  kali melewatimu yang sedang membaca
Dengan kacamata melorot di hidung besarmu.

 Pada waktumu yang akan Dia rampungkan,
Aku sungguh ingin kau tetap ada, selalu ada bahkan jika aku  tak mengurusmu dengan baik.
Selalu hidup bahkan meski kuhidangkan kopi dengan wajah malas.

Hidupmu adalah doaku
Meski kutahu musim memang pasti silih berganti,
daun-daun  menua, kering lalu lepas, luruh dan habis di tanah

 Tapi kau bukan daun gugur yang punya pengganti.
Dadaku mungkin saja berdarah, tapi kekasihmu bernanah.

Mengais suara dimintaNya mengambilnya juga.
Hidup menjadi paling hujan
dan rinduku adalah badai yang menggulung
Sementara doa-doaku merapuh dan harus terganti

Kepada kau  laki-laki pertamaku
Yang mengajari mimpi dan sayang
Telah kubuat rencana-rencana perjalananku denganmu
Di warung coto, ayam bakar, ikan bakar atau apapun.
Terserah padamu.

Tetaplah hidup sampai kuberikan cucu
Tetaplah hidup sampai kita berfoto dengan kepala bertogaku
Kala waktu itu tiba, aku sungguh takkan lagi lupa untuk mengundangmu.

Akan kuceritakan padamu apa saja, akan kugandeng kau dengan erat dan mesra
deengan mata yang berbinar dan akan kulihat hidung besarmu kembang kempis menahan senyum
dan kau takkan tahan tergelak bangga memujiku.
Tetaplah hidup sampai Tuhan mengizinkan citaku untukmu menjadi nyata.

 Tetaplah hidup bahkan meski aku bukan perempuan kecilmu yang baik, Bapak.

Berjanjilah, Pak!

Jum'at, 24 Februari 2017
Istiqamahkan aku dengan azzamku, Allah.

#bapak
#onedayonepost

Comments

Popular posts from this blog

Drama dalam Kepala Buibu

Assalamualaikum, rumahku... Apa kabar? masih dengan status "hidup ndak, mati ogah" yah, rumah? heheh iyya... i need you but always forget you yah. Sini peluk rumahku diriku bukuku! Eniwei, alhamdulillah, syukur yang dalam nan tulus karena Allah masih berikan kita kesempatan hidup sehat dalam keadaan masih muslim untuk ketemu Ramadhan ini; bulan penuh cinta paling hidup. Dear, rumahku. Temani saya ngobrol bout two choices yang lagi riuh pisah di kepalaku sendiri yah, here we go bismillah. Em, diskusi bout being a full mom at home atau being a working mom adalah topik yang menurutku ndak pernah etis  buat didebatkan mana yang paling mengambil peran termulia sebagai ibu dan mana yang 'ibu setengah mulia karena kerja di luar rumah' atau malah menjadi 'ibu kolot tidak terpelajar karena di rumah saja ngurus urusan dapur kasur', semua tergantung niat, kualitas diri dan keridhaan anak suami menurutku. Lets see the world, ada banyak ibu full time di

Kepada Dirimu, Hafsah.

Kepada dirimu, Ada waktu-waktu saat kita saling berbicara tentang kelu yang kita rasa bersama. Ada mata yang basah saat mengenang sedihnya menjadi perempuan seperti kita. Tapi itu dulu,  dua tiga tahun yang lalu. Kita sudah memilih berbahagia dengan banyak sekali cara, turut bergembira dan memeluk hangat, ketika kawan kita yang lebih dulu_ dan lagi-lagi_ diizinkan  Tuhan. Bukan kau atau aku. Kita sudah menyabarkan diri, memilih lebih percaya Tuhan Daripada sesak yang terus berlarut. Sesekali kembali basah, tapi tak mengapa membiarkannya  tumpah mungkin lebih baik Daripada berkarat hati dan runtuh kepercayaan padaNya, pada Tuhan yang lebih dekat daripada urat leher kita sendiri. Kau tahu?  Setiap kali aku ingin merutuki takdir, menangis sesegukan di ujung kasurku,  Saat setanku berbisik untuk mengutuk Tuhan, aku melihatmu. Duduk disampingku dengan mata sembab dan  luka yang lebih dibanding aku. Atau sekali waktu, kau datang dengan

Tahfidz Putra Darul Istiqamah Dan Surga Sebelum Surga

Air berkecipak Saling beradu pelan, syahdu dari gerakan-gerakan suara yang kutahu lebih baik dari kecipak air mandiku. Dalam gelap paling mustajab kakikaki itu pergi ke rumah tuhan. Masih dalam separuh buaian mimpi aku tahu, tuhanku juga memanggil lalu aku; dengan mata tertutup menakarnakar rindu padaNya, menghitunghitung kekuatan melawan syaithan. ______________ Sudah pukul empat pagi ketika saya mulai menulis ini, dan dari masjid masih terdengar suara imam memimpin shalat tahajjud. Tartil, merdu, indah. Percayalah, menuliskan ini butuh banyak kekuatan. Ini pertama kalinya mengenalkan kehidupan baruku kepada rumah abu-abu ini. Dan  sepotong cerita pagi tentang Tahfidz Putra Darul Istiqamah,  its more than wonderful masyaallah. Masih pukul tiga-an, ketika qadarullah saya terbangun karena sebuah mimpi. Dalam proses memperbaiki posisi tidur kembali, di waktu ketika bahkan kokok ayam belum satu pun terdengar, saya mengenal baik suarasuara air  dan langkah kaki santri-santri y