Skip to main content

Posts

Showing posts from 2017

Kepada Mama; Perempuan Dengan Defenisi Cinta Paling Sejati

Ada perempuan tua yang dengannya aku hidup seatap. Yang kala lapar atau mengantuk, pun sekadar  ingin ngemil, masih selalu kukata padanya. Dengan sok memelas, menagih manja. Ada ataupun tidak ada makanan, aku hanya suka. Hingga hari ini, di dua puluh dua tahun kehidupanku. Childish? Sepertinya memang begitu. Tapi saban kali berlaku demikian, aku tahu, itulah moment paling manis antara aku dengan mama. Sebab entah sejak kapan, kami yang serumah tidak pernah lagi ringan saling memeluk, saling menggandeng senormalnya anak dan ibunya. Kami karib, tapi tidak dengan kontak fisik melebihi jabat tangan. Padahal tak pernah ada konflik yang badai di antara kami, tak pernah ada pertengkaran hebat antara aku dan mama. Hanya ketika mulai duduk di kelas SMP, hari-hari berganti menjadi tahun, dan kami sama-sama terlambat sadar; sudah ada tembok yang terbangun salah. Lalu hari ini. Seminggu tepat sudah kutinggalkan rumah, mengikuti dia. Tidak jauh dari rumah mama, rumah yang dua puluh tahun lebih

Yang Paling Kelabu

Di belantara rasa yang dicipta semesta, ada yang biru, merah jambu juga kelabu. : Mengerlip-ngerlip, berpilin-pilin syahdu. Atau, menghentak, menghempas tak bernama. Hingga bisu kata-kata Pula beku rahim rasa. Seperti jutaan detik yang lalu. Saat huruf menjadi rangkaian serapah yang menyakiti. Menghunjam tak berperi. Nada-nada dipermainkan setan sedemikian seru Direcokinya kita menjadi aku dan kamu saja. Jutaan detik yang lalu. Mohonku sabarmu dan lelah dalihmu. Lalu habislah kita dibercandai setan dengan dalil-dalil Tuhan yang sudah dinodainya dengan keegoisan. Dan, jadilah kita alpa perihal berkah. Maafkan aku. Aku juga memaafkanmu. Mohonkan aku kelembutan lisan, kumohonkan kau kelapangan dada. Pernikahan ini memang suci, cinta kita terlalu megah. Sebab itu, jalan di depan kita mungkin saja lebih berliku. Dan menjadi berat seperti Umar radhiyallahu anhu, yang tak lagi tahu hendak menunggangi kendaraan sabar atau ikhlas, Tapi kita punya Tuhan untuk  bermohon, Sayang.

Selamat Pagi Kawan

Mungkin cinta dan semangat itu semisal iman; naik dan turun, menggelora meredup, menyala atau malah hilang seolah tak pernah ada. Dalam hal ini adalah menulis dan no more reason. Karena sedang berikhtyar, jadi tulisan ini untuk hari kemarin. Lets talk about something then.

Corat coret

Hai. Maaf aku tidak akan berbasa-basi, atau berepot-repot ria mencari kata pun ide yang lebih menyenangkan mata menyehatkan otak. Tulisan ini hanya akan senilai recehan saja, tapi seharga waktu yang kuhabiskan untuk membujuk mata bertahan sedikit lagi. Tidak ada yang lebih mahal dari waktu kan? Bahkan waktu tak ber-harga. Benarkan? Tulisan ini hanya sebagai langkah-langkah kecilku lagi untuk setia nge-ODOP, back to my self, back to my second home. Here. Anw, saya baruuu saja sampai rumah. Baru datang dari tempat kerja. Sendirian berjalan melewati jalanan sepi tanpa satu pun orang yang lewat, melewati masjid terbesar pesantrenku yang sepi nan gelap, melewati hutan bambu dengan tanah super becek. Tapi tidak ding, awalnya memang harus demikian karena saya sendiri yang menolak berkali-kali berbagai panggilan jemputan, entah, malam ini saya memang ingin berjalan kaki saja ke rumah. Setengah jam yang lalu saya harusnya sendirian melewati jalanan gelap menuju rumah, tapi tidak jadi se

Hei, Kamu

Hei, Kamu Yang wajahnya lekat di ingatanku. Dan suaranya sudah seirama dengan detak jantungku, saking terlalu seringnya frekuensi suaramu menggangguku. Aku ingin bilang. : aku memaafkanmu. Aku ingin. Aku sedang membujuk kepalaku untuk mengabaikan kalimat-kalimatmu. Hidup di keluarga yang biasa-biasa saja membuatku tak biasa dengan kata-kata menyakitkanmu. Tapi tak mengapa, mungkin karena dari keluarga yang biasa-biasa saja, aku hanya terbiasa dengan kata maaf dan merelakan. Perempuan tua di rumahku adalah perempuan yang paling sering marah, tidak makan saja aku akan dimarahi sedemikian rupa. Tapi perempuan tua itu pula yang paling setia memberiku keteladanan, tentang ketulusan dan berkasih sayang kepada siapa saja. Tak peduli siapa, apa dan bagaimana-bagaimananya. Jadi, hei, kamu... Kata-katamu menyakitiku di sana-sini, tapi tak mengapa, mungkin kamu sedang bad mood, atau mungkin memang begitulah kamu; asal nyeblak bahasa inggrisnya. Mungkin Tuhan mau ajar aku untuk lebih me

Di Persimpangan Aku

Ratusan suara Kecamuk yang pecah riuh di kepalaku Dan kata-kata yang lumpuh di ujung lidah Di persimpangan. Aku. Bagaimanakah kiranya memasang sumbu bahagia yang paling sejati? Bagaimanakah wujud dari bahagia itu sendiri? Bukan. Sungguh bukan karena derita aku bertanya. Tapi paku-paku yang menancap di dada Sedang tak tahu sebenarnya obat yang kubutuh. Bukan. Sungguh sungguh bukan karena derita aku bertanya. Bagaimana bisa demikian? Sedang Tuhan menghadiahkan aku lelaki setia? Tapi ratusan kiranya dan kiranya berjebah di mataku. Dan aku hanya anak perempuan bapak yang menimangku dengan mimpi-mimpi paling cerlang. Di persimpangan. Aku. Duhai malaikat, mohonkan amin pada Tuhanku. : Tenangkan hatiku. _____ Senin, 27 November 2017 || 22.18

The Truth : Behind The Scene Seorang Hikmah di SPIDI

Assalamualaikum, rumah sepiku. Selamat malam. Saya sedang di dorm sekarang, kamar musyrifah tepatnya. Hari ini kebagian shift malam. Yah, pacarku of course kutinggal di rumah, jatahnya Oofa tidur berdua dengan abbanya tersayang; mengambil posisiku. Sudah pukul 23.10, harusnya saya sudah lelap dari tadi, tapi terlalu banyak yang ribut di kepalaku dan rasanya harus kutumpah saja, dan bila belepotan... setidaknya suara-suara itu sudah ada di sini. I'm going to talk about what i have done here, no, what i do here i mean. Sebelum kujembreng suara-suara di kepalaku, saya mau bilang bahwa, hanya Allah yang tahu betapa saya bangga ada di sini, sebagai bagian dari sekolah putri almamaterku. Sebagai seseorang yang melihat langsung betapa besar jihad  guru-guruku terus bertahan dan bertumbuh dengan segala progres perbaikan agar bisa fight dengan zaman yang masyaallah ini... tapi tetap berdiri di atas syariat. Easy? Absolutely not. Saya bakal bicara di sini sesuai dengan isi kepalaku sa

Cabut 4 Gigi dan Perasaan Yang Lalalala

Saat semalam duduk di samping Oofa, melihat ibu dokter Wiwi mencabut gigi Oofa satu sampai empat sambil terus berbicara menenangkannya, sebenarnya, sayalah yang merasa lebih tenang. (Kamu pernah bertemu perempuan dan kamu terpesona dengan santunnya berbicara? Tulusnya menjalin komunikasi? Saya pernah. Kemarin, dengan ibu drg. Wiwi. She is too masyaallah in my eyes) Jujur, ini pertama kalinya Oofa kubawa ke dokter gigi padahal umurnya sudah 6 tahun beberapa hari. Dulu setiap kali membahasnya dengan Oofa, membujuk agar mau kubawa periksa, bocahku itu akan merajuk, bahkan ketika pun sudah sampai ke dokter gigi, dia akan tegang, ketakutan, kemudian menangis kencang. Dan ketika kemarin sore Oofa mau ke dokter gigi dengan riang, dengan semangat, saya bahagia. Duduk mendampingi Oofa yang terlalu tenang saat proses pencabutan 4 gigi susu yang sudah menghalangi tempat tumbuh gigi permanennya, saya merasakan sebuah rasa yang pernah setahun atau dua tahun yang lalu pernah kurasakan. Perasaan

Puisi Sederhana untuk Anak-Anak Surga

Duhai... Ada yang menyala-nyala di jenaka matamu Rekah senyum pula suaramu. Dan kami tak bisa bohong : Kami purna bahagia, Dik! Hari ini kami datang, Dik Dengan bingkis-bingkis doa yang kami bungkus dengan sayang yang sederhana. Duhai... Ada yang meletup-letup di dada kami, Dik! Bagaimana bisa ikhlas itu terbaca jelas di wajah kalian? Bagaimanakah semesta mendidik kalian hingga begitu sabar tapak kecil itu mengejar mimpi? Duhai kalian, anak-anak surga... Bahagialah, sebab Tuhanlah yang akan memeluk. Dengan sayang, dengan setia. ______ Bus menuju Gowa; SPIDI Lunch With Orphans Rabu, 08 November 2017 Puisi-puisiku tidak pernah too high, too beautiful atau sok2 nyastra gimana-gimana, but honestly, tetap saja menulis puisi superbb sederhana ini, rasanya lucu. Karena  pertama kalinya saya menulis puisi untuk orphans . Padahal jauh sebelum kelahiranku, rumahku sudah penuh dengan mereka. Saya berbagi bapak dan mama dengan ratusan anak yang bukan sedarahku, bahkan hingga hari

Rasa Ini Salah, Bodoh!

Menganggap semua orang  menyayangimu setulus kau menyayangi mereka, dan kau hidup dengan perasaan itu. Padahal sebenarnya tidak. Bahkan menyukai pun mungkin tidak. Dan bodohnya  saya hidup seceria seorang Hikmah selama ini, dengan perasaan dan anggapan demikian. Dua pekan berlalu dan ini hari pertama saya menulis lagi. Hampir sepuluh draft di dua pekan kemarin hanya berakhir begitu saja. Dua pekan yang mendung. Setiap kali ingin menulis, setiap kali itu pula saya khawatir melakukan kesalahan lagi. Khawatir bahwa apa yang akan kutulis di diary ku ini adalah sesuatu yang salah, meski luka itu nganga mengganggu, saya menyimpannya dengan sesak. Sendirian. Dan setelah mendung itu pergi, pagi ini,  saya akhirnya tumbang. Bukan karena dia, tapi mereka. Rasanya menyesakkan sekali mendengar mereka mengataiku sedemikian jahatnya. Rasanya semua tidak berarti, rasanya hadirku salah dan harusnya bukan di situ tempatku. Dia mungkin benar, duniaku harusnya berhenti di seputarannya saja. Menyele

Review Film The Blind Side (Drama Amerika 2009)

THE BLIND SIDE Sutradara : John Lee Hancock Produser : Broderick Johnson, Andrew Kosove, Gil Netter Skenario : John Lee Hancock Cerita : Michael Lewis Pemeran : Sandra Bullock, Quinton Aaron, Tim McGraw, Jae Head, Kathy Bates                                                                Durasi : 129 menit                            Tanggal rilis : 20 November 2009 Negara : Amerika Serikat ________________ Heii… sudah pernah nonton film The Blind Side? Film ini film yang sudah lama dirilis, tahun 2009. Tapi baru kunonton dua hari kemarin   setelah menjadi materi tugas mata kuliah Psikologi Pendidikan. Dan saya bisa bilang, this movie not   just a movie, this is a great movie, buddy! The Blind Side, sebuah film keluarga yang setelah searching baru kutahu ternyata diangkat dari kisah nyata kehidupan seorang pemain football Amerika terkenal. Sebuah kisah kerasnya perjalanan hidup seorang anak hitam, broken home, tunawisma, traumatis dan terkucilkan bernama

Mager

Mager. Kamu pernah? Sekodi jempol buat yang gak pernah mager. You rawks, Dude! Saya mager. Sekarang. Malas gerak, like foolish, like loner. Tidak ada motivasi yang saya punya biar mau masuk kelas pagi ini. Pure lazy-stupid. Padahal nyaris setengah jam saya cuman duduk sendirian di koridor kelas yang lagi berlangsung. Duduk bego tanpa mau ngapa-ngapain. Daan fix, saya absen hanya karena memelihara kebegoan ini. Mengacuhkan ajakan kawan yang baru datang, untuk masuk ke dalam kelas. Ini first time begini. Biasanya, mager pun, saya pasti akan tetap masuk kelas. Mengikuti proses belajar bersama kawan-kawan yang lain, dalam apa pun bentuk moodku. Tapi pagi ini beda. Begoku mungkin di poin maksimal. _________ Yang di atas itu tulisan tadi pagi, pukul sepuluh-an lewat sedikit, berhenti di situ saja. Karena, setelah berbego-bego di koridor kelas sendirian, di mata kuliah kedua, saya memutuskan masuk mengikuti kawan yang baru datang dari tempat fotocopy . Saya memutuskan untuk meng-cut

Ketika Kau Bertanya Dimana Aku, Kak...

14. 53. Aku di sini, Kak. Di samping jendela yang berembun. Dengan kata-kata yang sunyi, perut melilit. Dengan aroma petrikor yang ingin kumabuki tapi tiada. Dilarung air langit yang terlalu keras jatuh beramai-ramai. Dengan kawan yang merayakan sepi sebab memilih dunia yang maya. Aku di sini, Kak. Di kursi tempatku menempatkan tubuh seutuhnya. Dalam sepi, dengan perut melilit. Aku di sini, Kak. Mereka-reka kabarmu, juga kabar mereka : gerangan apakah yang membuat rumah kita ini sunyi, dan tinggal kau sendiri di sini? Aku di sini, Kak. Sedari pagi dengan puisi-puisi yang nyaris mati. ______ Kau bertanya, aku menjawab, lalu bunda kita menimpali. Izinkan aku menyimpannya di sini. Sebab cinta, aku ingin selalu mengingat bahwa dia memang nyata. _____ 14. 58 Sayang,, Andai kau tau, Kata tak mampu mengganti jasadmu, Maaf cinta, Ada masa dimana hadirmu, Melebihi ribuan kata yg berbaris rapi di antara layar biru ini, Aduh sayang, Mereka ini sedang membahas, Akan hadi

Bapak dan Kata-Kata Paling Sunyi

Aku selalu tahu, ada satu lelaki yang akan utuh mencintaiku,  lebih dari siapapun setelah Tuhan, bagaimanapun aku. Yang sepenuh sayang menatap dalam diam, yang memelukku berkali-kali setiap hari dengan doa tanpa bosan. Dia lelakiku tersayang, lelaki pertama yang mengajari cinta juga dunia. Yang saat kukenali namaku, kukenali juga dia sebagai lelaki yang akan menjagaku dengan nyawanya. Yang akan mencintaiku lebih banyak dari seluruh rambut putih di kepalanya. Dia bapakku. Lelaki dengan kata-kata cinta paling sunyi, dengan mata paling merah jambu. _________ Hari ini kuliah pagi. Tiga mata kuliah,  dari pukul sembilan sampai pukul tujuh belas lewat sedikit. Dijemput suami dan diantar bapak; lelaki tua tersayangku. Tersebab baru pulang shift malam di pukul tujuh lewat, membuatkan susu, menyiapkan semua keperluan Oofa ke sekolah, menyetrika dan lalalala yang baru selesai setelah pukul delapan lewat, tidak sekali pun tubuhku mau menerima kenyataan kalau hari ini kuliah pagi. Maafkan, saya me

Luka

Lelah. Doa yang mati Laku-laku yang sia. Tualang yang tak lebih kuat dari tulang-tulang Yang dibawa pergi tanpa ikhlas Kosong. Sia saja. Serapah;  tiada mengerti kenapa lisan tak mau bisu. Kepala yang meledak-ledak Lalu darah memerah mendidih, memukul-mukul dada Sedang tetes-tetes putih merembes di ujung mata. Ini luka. Dari puisi yang berduka. Terima kasih, pupus aku hari ini

Bagaimanakah Besarnya Cinta Allah Padamu, Sayang?

Hokeh, ini rumah keduaku. Tempat tumpah macam cerita, juga sampah-sampah. Meski sebenarnya saya selalu berharap ada sampah yang bisa kalian daur ulang di sini, dengan bentuk yang jauh lebih baik. Pemahaman yang baru. Hari ini alhamdulillah saya berkesempatan juga jenguk Alif di RS Wahidin Makassar. Dia masih di ICU, pasca operasi Senin (091017) kemarin dia sempat sadar sehari kemudian muntah-muntah, demam tinggi dan sampai sekarang matanya belum terbuka-buka. Tapi dia merespon alhamdulillah kalau kakinya dielus, ada gerakan kecil dan lemah. Juga begitu kalau badannya dimandi, mamanya bilang dia bersuara kalau dimandi, meskipun dengan suara yang sangat lemah dan singkat. Tapi itu sudah syukur sekali kata mamanya. Badannya panas, dua kaki kecilnya  membengkak entah kenapa. Ada beberapa selang  di tubuh kecil nan ringkihnya Alif. Satu di antaranya selang yang dipasang di bawah  kulit perut; kalau tidak salah iyyah begitu kata dokternya tadi, waktu kukira selang itu dipasang di lambung.

Menjadi Bahagia.

Barusaja kemarin malam saya tidur dengan doa-doa semoga hari ini saya bangun tanpa penyesalan, tanpa rasa bersalah. Dan Allah ijabah. Rasanya bahagia, setelah tulisan panjang dengan bahasa yang njelime t kemarin,  tentang kondisi Rezki a.k.a si Alif kecil, alhamdulillah akhirnya Allah buka hati banyak orang. Banyak yang mengomentari dan menshare tulisan itu, banyak yang japri mengirimkan doa-doa tulus. Dan satu orang yang mengabari kalau sudah transfer. Iya baru satu orang, tapi saya selalu percaya, ada begitu banyak orang baik yang akan digerakkan Allah hatinya. Mungkin beberapa juga seperti saya, yang tak bisa membantu banyak secara materi tapi sepenuh hati menyemangati kawan agar sedia membantu. Its not my money, but i'm happy. Lega tepatnya. Dan berbagi seperti ini tidak pernah tentang nominal, sebab sedikit banyaknya itu bukan masalah. Tapi berbagi seperti ini selalu menularkan energi positif, kemauan untuk juga bisa membantu, kepedulian yang terasah. Sebab Allah sendiri

Surat Terbuka Untuk Kita

Menuliskan ini, saya malu sebenarnya. Tapi maluku dikalah dengan khawatir dan penyesalan yang mungkin saja akan memenuhiku nanti. Bukan. Saya bukan malu karena memiliki keponakan sepupu berumur tiga tahun-an tapi berbadan bayi delapan bulan-an,  dengan kepala yang tak normal; besar, berlubang dan  menonjolkan bentuk tulang kepala yang terpotong, badan kurus kering, berperut besar, dan jauh dari kata menggemaskan, menyedihkan. Tapi saya malu karena tak bisa membantu banyak selain menuliskan ini. Mengetahui bahwa  bapak mama bocah bayi itu yang menjaga belasan hari di RS dan sempat memakan nasi yang sudah basi, rasanya menyesakkan. Ini takdir yang terlalu pedih untuk sekadar kubayangkan saja. Saya baru saja pulang shift siang  pukul setengah sebelas malam tadi, belum duduk malah. Dan mama menyampaikan kabar ini; Rezki kejang-kejang, muntah-muntah dengan suhu badan yang tidak normal. Badannya panas terus. Mamanya menelfon memberi kabar, terisak sedih. Padahal setelah belasan hari di RS

Selamat, Hafshah...

Selamat, Shah. Selamat untuk kehidupan baik yang Allah beri. Untuk dua puluh tiga tahun sehari, purna kau bernapas. Sehat, alhamdulillah. Bukankah tak pernah ada doa yang terlambat? Kapan pun waktunya, doa akan bertemu jalan menuju Tuhan. Kepada yang Maha mengijabah. Hafshah... Semoga kau disayang Allah selalu; dipeluk dalam hidayah agar setia beristiqamah dalam keshalihan. Agar tak ada laku yang menjadi sia di dunia. Kau bahagia hingga surga. Semoga kau menjadi momy yang bahagia penuh syukur; yang riang menemani tumbuh kembang dua jagoanmu, Daffaku sayang Rayyanku shalih. Agar mereka jua tumbuh dalam bahagia, hingga kelak menjadi pejuang agama. Agar di padang mahsyar kau tak nestapa sebab ada mereka yang setia mengalirkan doa. Semoga Allah berkahi kehidupan rumah tanggamu selalu. Semoga tak pernah ada lakuku yang menyakitimu, Shah. Yang membuatmu mengutuki aku sebagai kawan yang memalukan. Hafshah, untuk dua puluh tiga tahun sehari usiamu, terima kasih untuk belasan tahun per

Mama dan Janji Yang Kalah

Selamat malam, rumahku yang sepi…   Saya baru saja pulang dari shift, belum cukup sepuluh menit masuk rumah. Segera beberes dua tempat tidur, angkat Oofa yang tertidur di luar kamar setelah main kapuk sama neneknya yang lagi remake beberapa bantal dari sebuah kasur tua. Iyya, mama memang hobby sekali membuat lapangan pekerjaan untuk dirinya sendiri, selama   beliau nyaman dan bermanfaat buat orang lain, mama akan bekerja   sampai tidak ingat waktu. Sampai sekarang, saat semua orang rumah sudah tidur karena memang sudah jam sebelas malam lewat,   mama masih ada di luar kamarnya, berjibaku dengan tiga karung kapuk yang tadi sempat kulihat sekilas sudah banyak beterbangan di ruang tamu. Saat menulis kalimat ini, dari dalam kamar saya bisa mendengar mama sedang menyapu.  Dan kenapa saya menulis perihal itu yah? kenapa pula postingan ini berjudul lebay? Baiklah. Sebenarnya saya tidak tahu harus menulis apa. Empat hari kemarin tidak ada satupun tulisan yang terposting. Ya

Rumah Tangga Bahagia: Rumah Tangga Pembelajar

Pernikahan butuh Ilmu. Rumah tangga yang baik adalah rumah tangga pembelajar. Seperti cinta, pemahaman itu tidak datang serta merta setelah aqad nyaris lima tahun yang lalu. Hari-hari hanya kami lewati sekadarnya, dengan ilmu yang juga sekadarnya. Bahwa pernikahan demi ketaatan kepada Allah, keharmonisan rumah tangga, kebahagiaan orang tua dan da’wah bagi orang di sekitar kami. Sebab itu saja pernikahan ini kami jalani dengan sebaik-baiknya selama nyaris enam tahun. Saya memang sungguh bahagia sebab dinikahi dia yang shalih, tapi pernikahan ternyata bukan tentang rasa sedangkal itu saja, kami_ aku saja mungkin_ melupa suatu hal. Hari-hari terasa melesat cepat. Yang dulunya dia mengantar sampai gerbang   sekolah, menemani mengambil rapor kenaikan kelas, sekarang berganti mengantar ke kampus kuliahan dan ke tempat kerja. Yang dulunya dia masih malu-malu mendekat, sekarang sangat lancar mengajak berdiskusi, menasehati dan membagi rasanya.  Banyak hal yang sudah terjadi,