Skip to main content

Yang Sebenarnya Aku..



Yaks, tiba juga akhirnya aku mulai menulis tantangan pekan ke enam ini, menulis autobiografi berbentuk narasi. Tantangan yang bakal membuka tabir siapa sebenarnya pemilik rumah manis nan sederhana ini *plak!

Fiuh…okay, mari kita mulai membicarakan keakuanku. Semoga setelah membaca ini, siapapun kalian tidak akan mulai membenciku, apalagi berhenti berkunjung di rumahku ini. Semoga tidak. Sebab kalianlah aku tetap disini; menebalkan muka, siap ditampar dan dicaci maki karena tulisan-tulisan yang mungkin saja kalian anggap buruk. Tak apa, itu tetap saja bisa membuatku tetap bertahan disini *yuhuu

Aku…  
                                                            
Nama lengkapku Nur Hikmah Ali. Dalam lingkup keluarga, aku dipanggil Ima dan di luar itu, semua orang memanggilku Hikmah. Aku lahir dua puluh satu tahun yang lalu, tepatnya di sebuah pesantren yang kepada pendirinya aku sangat berterimakasih, pesantren Darul Istiqamah namanya. pada hari ahad, 28-08-1995  Iyyah, aku memang masih muda kok alhamduliLlah^^

Sekarang aku sedang kuliah di jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia semester tiga. Aku telat setahun / dua tahun jadi mahasiswi karena setelah di minggu-minggu kosong menunggu hasil UN, aku diajak untuk jadi guru bantu TK dan PAUD sampai beberapa bulan setelah diwisuda, aku masih di sekolah itu dan kemudian mengajukan resign lalu pindah mengajar di TK pesantrenku. It’s a memorable experience, anyway.
 
Tapi hanya sekitar tiga bulan menjadi bagian dari anak-anak lucu di sekolah itu, aku dipanggil untuk masuk dan menjadi bagian dari keasramaan tempat sekolahku dulu, Sekolah Putri Darul Istiqamah. Aku bekerja sampai sekarang di tempat itu. Menjadi mama, kawan, dan sahabat untuk santri-santriku yang masya Allah.

Aku tipe orang yang mudah bersosialisasi, gampang berbaur di lingkungan baru dan berusaha menyesuaikan diri_untuk gak bilang tipe yang suka sok akrab😄

Aku juga tipe orang yang tidak bisa mendendam, dikata-katai bagaimanapun, aku tidak akan menyimpan dendam. Mungkin hanya sedikit marah, menangis, menulis, makan, nonton, tidur lalu memaafkan orangnya. 

Aku mudah sekali memaafkan, karena Allah baik sekali menciptakan diriku yang pelupa akut. Pelengkap diriku yang memang rada-rada. Maksudku, karena aku tipe orang yang mudah marah, mudah ketawa, dan mudah menangis.


Apa lagi?

Ohiyya, aku hidup dengan satu mama yang hebat, seorang ibu pengasuh panti asuhan _bagian isimewa ini, kalau kuceritakan disini, autobiografiku bakal jadi tujuh  lembar_ dan satu bapak yang pendiam, amat penyayang, rajin baca, nonton berita dan mengaji. 

Aku anak ke 5 dari 9 bersaudara. Anak tengah, yang kata teman-teman perkumpulan anak tengah di sesekolahan dulu, dari perwakilan senior, junior dan teman kelasku, kalau anak tengah itu banyakan anak-anak yang istimewa, disayang dan mudah disukai semua orang, manis, pintar-pintar, dan juga keren, karena pintarnya kelompok anak tengah tidak kelihatan jelas karena potongan-potongan orang idiotlah yang orang lain bakal tangkap jika melihat kami dan mereka luput, bahwa kecerdasan anak tengah adalah bom waktu yang akan menghancurkan nilai-nilai ujian mereka. Hahhah narsis massal yang sungguh bodoh dan ngawur :D. Maklumi sajalah, kami adalah para santri yang bahagia dengan banyak sekali cara. Dan jika kau juga seorang anak tengah, kau boleh saja menganggap pernyataan kami itu adalah kebenaran, setidaknya itu bisa membuatmu sedikit berbahagia juga.

Hobi yang merupakan kebutuhan premier efrideyku juga adalah makan, tidur, menulis dan membaca. Ah, tapi andai saja kesenangan membacaku ini pada buku-buku yang mencerdaskan, mungkin saja otakku bisa sedikit lebih berisi dari yang sekarang. Huhuhh…

Aku sudah menikah, punya satu anak dan satu suami alhamduliLlah *sombong*. Usia pernikahanku sedang merangkak lima tahun tapi anakku sudah berusia lima tahun lebih 2 mingguan. ( Baca: http://hikmahali09.blogspot.com/2016/10/tentang-dia-lelaki-kecil-tak-diharapkan.html?m=1)

Aku menikah di usia paling ceriaku, yaitu 16 tahun, pada hari sabtu, 31 Desember 2011, saat aku masih berstatus santri kelas 11, saat aku begitu tergila-gila hanya pada tokoh novel dan jatuh cinta pada salah satu tokoh novel pujaanku, Rian Fiqri dalam novel karya Arinur (kalau tidak salah ingat) berjudul Diorama Sepasang AlBanna. Aku sungguhan jatuh cinta pada tokoh fiktif itu Tokoh yang cerdas, penghafal 10 juz alqur’an, pendiam tapi romantis dan punya sedikit sisi humoris yang hanya ia perlihatkan pada orang-orang terdekatnya saja. 

Di suatu malam, di asramaku, saat aku hendak tidur, di remang-remang lampu kamar yang menembus kelambuku, aku berdoa diam-diam pada Tuhan agar menjadikan Rian Fiqriku itu jadi nyata dan bisa jadi suami dan cinta pertamaku. Kau percaya? Aku bahkan sungguh memintanya dengan sesegukan kecil malam itu. Cinta konyol itu kusimpan sejak dari sejak kelas sembilan awal dan kumatikan tepat setelah mama bilang bahwa aku harus menikah. Karena sejak aku mulai sadar bahwa suatu hari nanti aku juga akan menikah, aku sudah menulis dalam diaryku yang aku tidak ingat diary ke berapaku_namanya Besfrie_ bahwa yang akan menjadi cinta pertama dan terakhirku kelak hanyalah suamiku. Aku menjaga diriku dari hal-hal yang bisa merusak janjiku itu, seperti pacaran dan bahkan sekedar untuk saling telfon-telfonan pun pada kenalan laki-laki. 

Karena aku mau, yang bakal menjadi suamiku kelak adalah juga orang yang senantiasa berusaha menjaga dirinya di masa-masa paling rentan untuk tergoda dan bergembira dengan hal-hal dosa seperti itu.

Dan yang menjadi suamiku sekarang adalah Rian Fiqriku dalam sosok nyata yang jauh lebih baik dari fiktifnya. Kami menikah di usianya yang juga masih sangat belia, sembilan belas tahun. Dia hafidz qur’an alhamduliLlah, penyayang, dan dermawan. Orang-orang yang tidak terlalu mengenalnya menilainya pendiam dan tenang, tapi sebenarnya dia begitu humoris dan asik_untuk tidak mengatakan bahwa sebenarnya dia hampir menyamai kadar kegilaanku, maafkan aku, sayang_hahah.

Soal anakku, tanggal delapan Nopember kemarin dia tepat berumur lima tahun. Panggilannya Oofa( baca;Ufa ), lelaki kecil berkulit olon, berambut lurus, mata agak sipit, hidung pesek, bibir mancung dengan senyum paling manis sedunia. Kau sudah bisa membayangkan bagaimana tampakan anakku? Hahah.. dia lelaki kecil yang benar-benar cerewet, kata orang cerewetnya sempurna terwariskan dari umminya…siapa sih ummimu, nak?

Apalagi yang harus kubicarakan tentang diriku?

Ohiyya, aku perempuan yang sangat perempuan, dalam sisi cerewetnya maksudku. Hihihh…tapi tenang, cerewet tidak sama dengan penggosip. Aku suka bicara, tapi bukan bicara yang gimana-gimana, aku hanya suka cerita apa saja. Aku perempuan paling palsu. Ada siluman dalam diriku. Aku bisa begitu lembut dan penyayang, tapi jika marah, sisi silumanku bisa sangat menyakiti orang di sekitarku. Dan baru sadar ketika marahku agak mereda. Jahat, yah?-__-

Aku suka makan apa saja, di kepalaku sepertinya hanya soal makanan saja. Tapi aku tidak suka makan durian, sirsak, serikaya, ikan air tawar dan macam daging hewani selain ayam dan sapi.

Em, mungkin ini saja yang bisa kubagi pada siapapun kau yang bersedia membaca tulisan garing ini. Thank you so much yah_siapapun kau_ kau pasti orang baik. Hahahh tidak, aku tidak sedang menggodamu. Tapi yang kutahu, hanya orang-orang yang baik yang mau meluangkan waktu membaca autobiografi orang lain *appassiihh

Okay, that’s me. semoga meski kau telah mengenalku, kita tetap menjadi kawan. Salam kenal:)

Comments

  1. Mbak Hikmah sampe segitunya ya jatuh cinta sama tokoh fiksi. wkwk

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Drama dalam Kepala Buibu

Assalamualaikum, rumahku... Apa kabar? masih dengan status "hidup ndak, mati ogah" yah, rumah? heheh iyya... i need you but always forget you yah. Sini peluk rumahku diriku bukuku! Eniwei, alhamdulillah, syukur yang dalam nan tulus karena Allah masih berikan kita kesempatan hidup sehat dalam keadaan masih muslim untuk ketemu Ramadhan ini; bulan penuh cinta paling hidup. Dear, rumahku. Temani saya ngobrol bout two choices yang lagi riuh pisah di kepalaku sendiri yah, here we go bismillah. Em, diskusi bout being a full mom at home atau being a working mom adalah topik yang menurutku ndak pernah etis  buat didebatkan mana yang paling mengambil peran termulia sebagai ibu dan mana yang 'ibu setengah mulia karena kerja di luar rumah' atau malah menjadi 'ibu kolot tidak terpelajar karena di rumah saja ngurus urusan dapur kasur', semua tergantung niat, kualitas diri dan keridhaan anak suami menurutku. Lets see the world, ada banyak ibu full time di

Kepada Dirimu, Hafsah.

Kepada dirimu, Ada waktu-waktu saat kita saling berbicara tentang kelu yang kita rasa bersama. Ada mata yang basah saat mengenang sedihnya menjadi perempuan seperti kita. Tapi itu dulu,  dua tiga tahun yang lalu. Kita sudah memilih berbahagia dengan banyak sekali cara, turut bergembira dan memeluk hangat, ketika kawan kita yang lebih dulu_ dan lagi-lagi_ diizinkan  Tuhan. Bukan kau atau aku. Kita sudah menyabarkan diri, memilih lebih percaya Tuhan Daripada sesak yang terus berlarut. Sesekali kembali basah, tapi tak mengapa membiarkannya  tumpah mungkin lebih baik Daripada berkarat hati dan runtuh kepercayaan padaNya, pada Tuhan yang lebih dekat daripada urat leher kita sendiri. Kau tahu?  Setiap kali aku ingin merutuki takdir, menangis sesegukan di ujung kasurku,  Saat setanku berbisik untuk mengutuk Tuhan, aku melihatmu. Duduk disampingku dengan mata sembab dan  luka yang lebih dibanding aku. Atau sekali waktu, kau datang dengan

Tahfidz Putra Darul Istiqamah Dan Surga Sebelum Surga

Air berkecipak Saling beradu pelan, syahdu dari gerakan-gerakan suara yang kutahu lebih baik dari kecipak air mandiku. Dalam gelap paling mustajab kakikaki itu pergi ke rumah tuhan. Masih dalam separuh buaian mimpi aku tahu, tuhanku juga memanggil lalu aku; dengan mata tertutup menakarnakar rindu padaNya, menghitunghitung kekuatan melawan syaithan. ______________ Sudah pukul empat pagi ketika saya mulai menulis ini, dan dari masjid masih terdengar suara imam memimpin shalat tahajjud. Tartil, merdu, indah. Percayalah, menuliskan ini butuh banyak kekuatan. Ini pertama kalinya mengenalkan kehidupan baruku kepada rumah abu-abu ini. Dan  sepotong cerita pagi tentang Tahfidz Putra Darul Istiqamah,  its more than wonderful masyaallah. Masih pukul tiga-an, ketika qadarullah saya terbangun karena sebuah mimpi. Dalam proses memperbaiki posisi tidur kembali, di waktu ketika bahkan kokok ayam belum satu pun terdengar, saya mengenal baik suarasuara air  dan langkah kaki santri-santri y