Skip to main content

Buku dan Penyakit Bodohku


Ketika semua teman-teman odop mulai siap untuk sejenak rehat dari kegiatan menulis setiap hari_ today is friday, anyway_ aku ternyata harus kembali ke belakang. Mundur teratur dan menghitung berapa banyak hutang tulisan yang harus kulunasi. Dan salah duanya adalah tantangan menulis tentang buku yang paling berkesan dan tantangan pekan ke enam ini; menulis autobiografi berbentuk narasi. And now, aku harus terlebih dahulu menyelesaikan tantangan yang lebih dulu diberikan.

Ok, here we go..

Bagaimanakah kau melewati fase pubertasmu? Apakah kau berhasil menyikapi dirimu yang baru dengan lebih bijak dan bahagia?

Pertanyaan ini untuk kau saja_siapapun dirimu_ karena aku sendiri kurang tahu kebenaran jawabanku sendiri jika pertanyaan ini ditujukan untukku.

Aku bahagia dan baik-baik saja melewati fase pubertasku, meski awalnya begitu takjub dengan perubahan fisikku. Tapi aku melewatinya di tempat yang sangat memungkinkanku lebih baik dan bahagia. Yaitu di sebuah boarding school di lingkungan pesantren yang luas. Darul Istiqamah. Aku di kelilingi aura positif yang mendorongku untuk selalu bahagia  melewati fase menakjubkanku itu dengan sewajarnya. Menghabiskan waktu dengan cara-cara yang menyenangkan, salah satunya adalah dengan membaca.

Di fase pubertas, ketika teman-teman sekelasku mulai bersemu merah kala membicarakan tentang sosok yang mereka suka diam-diam dan mulai sadar untuk mempercantik diri, aku ternyata malah berhenti dan hanya berputar pada ketakjubanku dengan kekuatan buku (baca:novel). Aku menemukan dunia yang begitu menyenangkan, ajaib dan seru, tempat pulang apapun keadaanku, yang kemudian  aku terlena. Aku lebih banyak menghabiskan waktu dengan melahap novel-novel daripada serius mengikuti pelajaran di kelas. Semakin sering lupa makan, lebih banyak berteriak bodoh dan tertawa-menangis bersama tokoh-tokoh novel yang baru kujumpai. Dan kemudian, teman-teman mulai melihat kadar kegilaanku yang semakin bertambah seiring bertambahnya kecintaanku pada novel-novel.

Tapi di fase pubertas itu juga, ternyata ada hal buruk yang terjadi pada diriku. Aku kelihatan baik-baik saja, terkesan terlalu ceria dan bahagia di sekolah dan di asrama, tapi sebenarnya ada hal yang kulakukan, entah salah atau tidak. Ada kecenderungan untuk memberi jarak  hubunganku dengan mama. Aku mulai menyadari tidak bisa melihat wajah dan mata mama lebih dari dua menit, aku lebih sering melihat yang lain jika berbicara dengan mama, mulai aneh rasanya jika duduk berdekatan. Padahal sebelumnya hubungan kami baik-baik saja, seperti sewajarnya anak-mama. Mama juga tidak pernah berbuat salah yang menyakitiku. Perasaan itu  murni hal terbodoh yang aku juga heran kenapa bisa kurasakan dan kemudian menjadi hal yang betul-betul merenggangkan hubunganku dengan mama. Aku merasa begitu mual ketika harus melakukan kontak fisik dengan mama lebih dari jabat tangan, selalu merasa marah ketika mama mau mendekat dan memberikan perhatian-perhatiannya, meski sekedar bertanya kabarku, menanyakan kegiatan-kegiatanku di sekolah-asramaku. Jangan Tanya kenapa, aku juga sungguh tidak tahu. 

Aku semakin menenggalam diri dengan dunia baca, bukan  sekedar karena aku memang begitu mencintai dunia itu, tapi agar tidak perlu banyak jajan mengikuti teman-temanku yang lain dan harus meminta uang tambahan dengan mama, bahkan aku mulai belajar berjualan kue-kue milik ustadzah dan keluarga kakak kelasku agar bisa punya uang jajan sendiri. Sebab kupikir, jika aku bisa mencari uang jajan sendiri, maka semakin sedikit ruang untuk   meminta uang jajan dan segala kebutuhanku dengan mama serta tentu, semakin sedikit kontak mata yang harus kulakukan dengan mama. Bahkan jikapun aku sakit di asrama, aku takkan mengirim kabar kepada mama dan melarang teman kamarku melapor kepada pembina atau kepala asrama agar tak ada kabar yang sampai kepada mama dan aku tidak harus mendapati wajah khawatir mama karena sakitku.

Aku heran dan merasa begitu berdosa setiap kali perasaan marah dan aneh datang hanya karena harus kontak fisik dan mata dengan mama dan itu berlanjut sampai aku menginjak kelas SMA. Hingga akhirnya aku mengikuti sebuah kelas interaktif di sekolahku yang membahas tentang gejala-gejala yang kemungkinan terjadi pada remaja di fase pubertasnya. Salah satunya juga dinyatakan bahwa, memang ada penelitian yang mengungkapkan bahwa dalam fase pubertas, akan ada satu kecenderungan dimana remaja lebih nyaman berdekatan dengan teman-temannya dan memberi jarak pada hubungannya dengan orangtuanya. Seperti kasusku. 

Setelah mengetahui hal itu, aku mulai memahami diriku dan kemudian belajar membujuk diriku sendiri untuk tetap tenang setiap kali berdekatan dengan mama dengan mulai belajar menatap matanya sedikit lebih lama setiap kali kami berbicara. Dan membaca, tetap saja menjadi tempat pulang dalam apapun keadaanku.  Menjadi kawan dalam proses menyembuhkan penyakit bodohku.

Buku-buku yang memberi pengaruh yang cukup banyak dalam menyelesaikan masalah bodohku ini adalah, novel-novel karya Andrea Hirata ( Laskar Pelangi dkk ), Tere Liye  dan buku manis karya Salim A.fillah. Aku lupa pada buku mereka yang mana aku mulai begitu yakin untuk menyembuhkan diriku sendiri. Sebab bantuan tulisan-tulisan merekalah, diam-diam aku belajar untuk mengingat semua hal yang mama sudah persembahkan buatku, semua hal terkecil dan terbesar yang mama sudah perjuangkan dalam kehidupanku. Bahwa tidak pantas aku memelihara perasaan marah dan benci terhadap mama tanpa alasan. Lalu membujuk hatiku agar mau memperbaiki semuanya.

_______

Kepada kalian, penulis-penulis hebat yang sudah menghabiskan waktu, tenaga dan pemikirannya untuk menulis hal-hal baik, memberi motivasi dan pembelajaran yang tersirat dan diam-diam membantuku untuk menghilangkan penyakit bodohku itu, aku ucapkan terimakasih banyak.

Terimakasih karena kalian sudah hidup dan menjadi penulis yang manis:)

JazakumuLlahu khayran katsiira; ustad Salim A.fillah, bung Andrea Hirata dan bang Tere Liye:)




Jumat Pagi, 18 Nopember 2016 

#OneDayOnePost
#tantanganbukuberkesan 

Comments

Popular posts from this blog

Kusimpan Dia di Sini

Dear my sweet home, Saya baru saja selesai ngobrol dengan laki-lakiku tentang hal baru yang ingin saya mulai. Mimpi baru. Cita-cita baru, ikhtiyar baru. : Jualan parfum original yang sehat, harga bersahabat dan yang paling penting adalah halal. Kenapa saya mau mulai mengikhtiyarkan usaha ini? adalah karena  sejak dulu, saya memang mencari produk parfum yang seperti itu. Yang sehat, halal dengan kualitas parfum original. Karena wangi saja tidak cukup, harus ada nilai yang tercium dari aroma parfum yang kita pakai. Tentang kualitas diri dan juga karakter. Dan saya berharap orang-orang juga berpikir demikian. Setelah mencari banyak informasi, searching, membaca testimoni, membaca artikel-artikel kesehatan tentang bahayanya ngasal pakai parfum, saya akhirnya memilih  brand parfum yang tepat dan sudah terkenal di enam benua, Parfum original dari Eropa, parfum dengan brand Federico Mahora , yang diproduksi bersama Perfand dan Drom  Fragrances, German. Saya join dengan bisnis ini kalau

DARI AKU; LELAKI YANG MENCINTAIMU UTUH

Dear kamu, Perempuan bumi dan surgaku. Apa kabarmu hari ini, bidadariku? apa kabar anak-anak kita? sehatkah kalian? bermain apakah kalian sekarang? Pertanyaan-pertanyaan ini tidak seharusnya kutanyakan begini. Aku tahu. Entahlah, aku hanya sungguh ingin melakukannya, memenuhi kepalaku hanya tentang kamu dan bocah-bocah lucu kita. Aku ditikam rindu yang berkali, Sayang... Rindu dan rasa bersalah. Sebelas tahun bukan waktu yang singkat untuk kita menyemai cinta dan sayang. Membersamai empat krucils yang tumbuh sehat dan cerdas, shaleh dan shalehah. Kamu mengambil banyak sekali peran dan waktu buat mereka dan aku. Terima kasih sudah lapang menemani kami, Cinta. Sayangku, aku ingat saat kuboyong kamu untuk merantau bersamaku; memijak tanah Tuhan yang lebih jauh dari rumah kanak kita. Berdua saja, berat jika ingin dibayangkan. Berpisah dari orang tua saat kita masih butuh petuah ini dan itu, dalam hari-hari sebagai pengantin baru. Tapi kita akhirnya pergi. Dengan hati yang belum t

Takkan Ada Puisi Perihal Aksi Itu

Di umurku yang masih dua satu ini, bagiku tak ada hal yang lebih menakjubkan di Indonesia kita ini selain fenomena perihal agama; 411 dan 212 Adakah puisi yang bisa bercerita seindah fenomena itu? Kala berjuta manusia hadir tanpa bayaran sedikitpun dari para elit parpol, bersatu demi Indonesia, bergerak karena liLlah, semua bersuara karena Al- Qur'an. Ada rasa yang manis dan menggetarkan hanya dengan melihat satu dua foto, menonton satu dua vidio peristiwa hebat itu. Dan hampir seluruh rakyat Indonesia bercerita tentang 411 dan 212. Maka meski tak mampu hadir menjadi bagian dari sejarah Indonesia paling memukau itu, hanya melihat dan menyeksamai puluhan foto-vidionya yang menjadi viral di media sosial dan berkali tayang di televisi, rasanya begitu haru, begitu bangga. Peristiwa itu memberikan banyak pelajaran tentang Indonesia. Indonesia, meski hancurnya pemerintahan karena beberapa elit politik yang harusnya jadi pejabat terhormat malah menjadi mafia hukum dan pencuri cerdik ja