Skip to main content

What Are We Busy About?


Beberapa kali saya dikatai sibuk dan sangat sibuk oleh banyak teman, keluarga dan beberapa tetangga karena seringnya keluar rumah; kerja dan kuliah. Hingga beberapa silaturrahim asik bersama kawan dan keluarga tidak bisa saya hadiri karena salah satu kegiatan tersebut. Dan setiap kali dikatai demikian, saya memberi respon yang ambigu, tidak pernah membenarkan dan juga tidak menyangkal. 

Suatu waktu, dalam sebuah pencarian quote di internet demi melengkapi tugas, saya menemukan satu quote keren. Tentang sibuk. Dan entah bagaimana ceritanya_saya lupa, quote itu tidak jadi saya pakai. Tersimpan bisu di galeri laptop. Mungkin sudah berbulan dan saya membacanya lagi saat hendak mengganti background lepi.

Oomgugel.com 

Tapi dasar saya yang loading parah, quote itu hanya saya baca setiap kali buka tutup lepi, tidak memberi makna apa-apa, tidak menjadi sesuatu yang harusnya saya renungkan. Dan kemudian waktu berlalu dan saya baru sadar, quote itu terang benderang menanyakan saya sibuk apa selama ini?

Ratusan tahun yang lalu, Khalifah karismatik lagi gagah, 'Umar bin Khattab r.a  pernah keluar rumah demi meninjau kebun kurmanya, selang beberapa lama, setelah kembali dari tinjauannya, Umar melihat para sahabat telah selesai shalat ashar. Sebab melihat itu, Umar r.a dengan penuh penyesalan dan sedih hati mengatakan 'Innaa lillahi wa innaa ilaihi roji’un,…aku terlambat sholat ashar berjamaah lantaran kebun kurma itu.Ya Allah, saksikanlah, kebun kurma itu aku sedekahkan kepada para fakir miskin sebagai kifarat atas kealpaan yang telah kulakukan…”

Dan jadilah kebun kurma yang subur lagi menyejukkan mata itu, yang menjadi sumber nafkah bagi keluarganya menjadi sedekah seutuhnya bagi fakir miskin sebab beliau memilih Allah daripada dunia yang telah melalaikannya dari kewajiban shalat berjamaah. Masyaallah.

Lalu bagaimanalah kita? bagaimanalah saya ini?

What are we busy about? kita sibuk apa?  Berapa banyak sih dan berapa kali  hal-hal duniawi melalaikan kita dari kebaikan ukhrawi?

Duh, rasanya malu sekali. Sebab sadar tidak sadar, kita, saya khususnya banyak sekali merasa sibuk dari untuk segera mencari berkah Allah hanya karena duniawi; nonton drakor atau baca novel hingga telat shalah tepat waktu, sengaja tidur di waktu mendekati adzan, kerjaan, kelas yang masih berlangsung dll. Dll.

Maka benarlah, bahwa semangat itu memang persis dengan iman; naik dan turun. Dan diriii  sering semangat tapi kurang jihad dan doa untuk istiqamah.

Semoga tulisan ini cukup keras untuk menjitakmu, Hikmah. Ingat selalu buat bertanya; kamu sibuk apa sebenarnya?

Sebab menjadi sibuk mudah sekali. Tapi pertanyaan besarnya adalah berkah atau tidak. 


Senin, 24 September 2017 II Home II 00.02


 

Comments

Popular posts from this blog

Drama dalam Kepala Buibu

Assalamualaikum, rumahku... Apa kabar? masih dengan status "hidup ndak, mati ogah" yah, rumah? heheh iyya... i need you but always forget you yah. Sini peluk rumahku diriku bukuku! Eniwei, alhamdulillah, syukur yang dalam nan tulus karena Allah masih berikan kita kesempatan hidup sehat dalam keadaan masih muslim untuk ketemu Ramadhan ini; bulan penuh cinta paling hidup. Dear, rumahku. Temani saya ngobrol bout two choices yang lagi riuh pisah di kepalaku sendiri yah, here we go bismillah. Em, diskusi bout being a full mom at home atau being a working mom adalah topik yang menurutku ndak pernah etis  buat didebatkan mana yang paling mengambil peran termulia sebagai ibu dan mana yang 'ibu setengah mulia karena kerja di luar rumah' atau malah menjadi 'ibu kolot tidak terpelajar karena di rumah saja ngurus urusan dapur kasur', semua tergantung niat, kualitas diri dan keridhaan anak suami menurutku. Lets see the world, ada banyak ibu full time di

Kepada Dirimu, Hafsah.

Kepada dirimu, Ada waktu-waktu saat kita saling berbicara tentang kelu yang kita rasa bersama. Ada mata yang basah saat mengenang sedihnya menjadi perempuan seperti kita. Tapi itu dulu,  dua tiga tahun yang lalu. Kita sudah memilih berbahagia dengan banyak sekali cara, turut bergembira dan memeluk hangat, ketika kawan kita yang lebih dulu_ dan lagi-lagi_ diizinkan  Tuhan. Bukan kau atau aku. Kita sudah menyabarkan diri, memilih lebih percaya Tuhan Daripada sesak yang terus berlarut. Sesekali kembali basah, tapi tak mengapa membiarkannya  tumpah mungkin lebih baik Daripada berkarat hati dan runtuh kepercayaan padaNya, pada Tuhan yang lebih dekat daripada urat leher kita sendiri. Kau tahu?  Setiap kali aku ingin merutuki takdir, menangis sesegukan di ujung kasurku,  Saat setanku berbisik untuk mengutuk Tuhan, aku melihatmu. Duduk disampingku dengan mata sembab dan  luka yang lebih dibanding aku. Atau sekali waktu, kau datang dengan

Tahfidz Putra Darul Istiqamah Dan Surga Sebelum Surga

Air berkecipak Saling beradu pelan, syahdu dari gerakan-gerakan suara yang kutahu lebih baik dari kecipak air mandiku. Dalam gelap paling mustajab kakikaki itu pergi ke rumah tuhan. Masih dalam separuh buaian mimpi aku tahu, tuhanku juga memanggil lalu aku; dengan mata tertutup menakarnakar rindu padaNya, menghitunghitung kekuatan melawan syaithan. ______________ Sudah pukul empat pagi ketika saya mulai menulis ini, dan dari masjid masih terdengar suara imam memimpin shalat tahajjud. Tartil, merdu, indah. Percayalah, menuliskan ini butuh banyak kekuatan. Ini pertama kalinya mengenalkan kehidupan baruku kepada rumah abu-abu ini. Dan  sepotong cerita pagi tentang Tahfidz Putra Darul Istiqamah,  its more than wonderful masyaallah. Masih pukul tiga-an, ketika qadarullah saya terbangun karena sebuah mimpi. Dalam proses memperbaiki posisi tidur kembali, di waktu ketika bahkan kokok ayam belum satu pun terdengar, saya mengenal baik suarasuara air  dan langkah kaki santri-santri y