Skip to main content

Pernikahan; Bukan Lelucon Dengan Proses Instan

Kawan, sungguh maafkan, sebab tulisan ini tidak akan bisa membahasakan betapa menakjubkan moment  bersejarah ini.

Mari tersenyum syukur, sebab sepenuh keyakinan segalanya telah kita labuhkan pada Allah. Bahwa pernikahan sejatinya memang karena Allah, bukan sekedar rasa di hati. Maka semoga, kalian yang membaca ini akan paham, bahwa pernikahan adalah jihad, memang bukan permainan simsalabim.

Tulisan ini sebenarnya sudah basi, momentnya sudah lewat, kurleb dua minggu sudah berlalu. Tanggal dua September kemarin. Tapi ingatan tentang menuliskannya masih selalu menagih.
________

Ketaatan, keberkahan lalu cinta yang menjadi makmum. Begitulah proses penyatuan delapan pasang pengantin memesona ini.

Proses yang tak lama, hanya kisaran hari, dan  perkenalan yang sempurna terhijabi karena Allah; tanpa chatingan, tanpa telfonan, tanpa khalwat. Hanya komunikasi antar ustad dan orangtua, orangtua kepada anak, lalu komunikasi singkat antar keluarga calon besan, bahkan ada pula yang ridha sepenuhnya diurus ustad saja.

Dan jadilah, proses sekian hari itu menjadi pernikahan delapan pasang pengantin mujahid/ah. Aqad dan walimatul ursy akbar_sehari setelah aqad_ yang dihadiri ribuan undangan. Dari ratusan santri, ratusan warga, ratusan simpatisan, ulama' dari berbagai kalangan dan pesantren terkemuka. Dihadiri pejabat pemerintahan, dari provinsi dan daerah. Dihadiri dosen dan guru besar, calon wakil gubernur, ketua MUI SulSel, dan dari berbagai profesi juga jabatan hadir memberi apresiasi, menunjukkan ketakjuban, mengirimkan doa-doa kebaikan dan keberkahan. 

Menjadikan aqad dan walimatul ursy delapan pasang pengantin mujahid mujahidah itu sebagai da'wah bil haal terakbar sepanjang tahun ini di pesantren kami. Bahwa menikah syarat utamanya bukanlah cinta yang sebelumnya sudah terpupuk lama. Tapi komitmen  untuk melayarkan bahtera rumah tangga hanya dalam dan untuk ridha Allah semata, bergandengan hingga surga insyaallah.

Bagaimana bisa? Bukankah pernikahan adalah sebuah hal yang sangat sakral? Perihal ini, Bukankah berarti delapan mitsaqan ghalizha akan terangkat kepada Allah dalam satu waktu berderet saja?? Pernikahan bukan lelucon dengan proses yang seinstan itu kaan? Bukankah banyak yang harus dipersiapkan??

Iyya, pernikahan memang bukan lelucon. Ia adalah perkara akhirat, kelak akan dipertanggungjawabkan, maka prosesnya tidak boleh instan, tapi harus sesuai syariat. Dan syariat, bukankah tak pernah jadi hambatan bagi  jiwa yang taat mengharap ridha Allah?

Sekali lagi, semua karena ketaatan, sebab berharap berkah yang tercurah, kemudian Allah yang Maha baik meniupkan bahagia. Lalu satu, lalu padu dalam cinta karena Allah. Kun fayakun. Dan voila! Mereka mesra di jalan Allah alhamdulillah. Berjalan beriring sambil menunduk tersipu-sipu, berdekatan pelan-pelan, saling berbicara dengan suara yang lembut, saling merendah menghargai. yang pria, gagah membantu mengangkat gaun bidadarinya, yang gadis, anggun berjalan di samping imamnya. Mencoba saling mengenal, melihat lebih dekat wajah satu sama lain. Mereka bertemu dalam takdir yang Allah mudahkan prosesnya, dan semoga itu tanda keberkahan dalam kehidupan kasih-mengasih mereka.

Sebab kerja-kerja Allah tak bisa kita tebak, menakjubkan. Tak boleh kita nyinyiri hanya karena tak masuk di akal kita. Tak boleh kita benci dan cela hanya karena tak biasa di kehidupan modern ini.

Imanlah yang harusnya mengangguk mengiyakan.
_________

Satu dari perempuan tersebut adalah keponakan tersayangku, gadis shalihah kakak keduaku. Gadis terhormat, saya tahu, Allah yang menyaksikan. Pengantin termuda di deretan delapan perempuan anggun ini. Ilma, calon hafidzahnya abba ummi. Allahumma amin.

Satu dari perempuan anggun ini adalah teman kerja rasa saudara. Teman tidur ketika saya ketakutan saat sedang shift malam, teman makan, teman ngobrol apa saja, teman berjuang di tempat kerja. Yang kemudian, qadarullah, tanpa aba-aba, tanpa kabar berhembus sebelumnya, hanya berhitung jam, dia telah menjadi calon iparku juga. Menjadi pendamping hijrah adik suamiku. Kami menjadi sungguhan saudara dengan sepasang mertua yang sama.

Dua pengantin yang lainnya adalah teman  angkatan kuliahku. Lalu pernikahan ini menjadikan kami semakin karib dalam pertemanan yang manis. Alhamdulillah.

Satu dari pengantin lainnya adalah satu dari kawanku dalam kalangan ibu-ibu. Perempuan shalihah yang dipilih Allah menjadi pendamping seorang ustadz, Masyaallah.

Lalu tiga pengantin lainnya, qadarullah, ditetapkan Allah menjadi kerabat keponakan tersayangku. Menjadi kawan yang semakin dekat ikatan tali persaudaraannya karena pernikahan ini insyaallah.

Akhirnya, sungguh tulisan ini sudah kehilangan momentnya, tapi saya percaya, kehangatan di antara delapan pasang mempelai ini masih sangat terasa. Hari-hari pacaran setelah menikah masih sangat mereka nikmati. Keakraban yang mesra nan manis masih sedang mereka renda.

Maka semoga tulisan ini, bisa menjadi penyemangat bagi semua jombloers calon pengantin baru dan penyemangat bagi pengantin lama. Semoga cinta yang kita punya terbaharukan karena Allah.

Selamat merawat cinta karena Allah, Kita!
________

Dear, delapan pengantin baru...

Selamat berlayar, Saudara saudariku. Selamat berbahagia dalam kesyukuran. Tak ada doa selain bahwa semoga kalian istiqamah dalam kebaikan bersama, bergandengan dalam apapun keadaan. 

Semoga Allah berkahi  bahtera kalian dalam susah maupun senang. Sebab berkah Allah, akan menemani, menghebatkan dan menguatkan pelayaran kalian meski sedang hujan pun badai, begitu pula, berkah Allah yang akan mengingatkan agar tak kufur ketika dilimpah nikmat.

Selamat saling menatap, mendekat, sebab semuanya sudah halal😍😊

Rabu, 13 September 2017 II Kampus-rumah
#utangkemarin
#onedayonepost
#pacaransetelahmenikah



Comments

Popular posts from this blog

Drama dalam Kepala Buibu

Assalamualaikum, rumahku... Apa kabar? masih dengan status "hidup ndak, mati ogah" yah, rumah? heheh iyya... i need you but always forget you yah. Sini peluk rumahku diriku bukuku! Eniwei, alhamdulillah, syukur yang dalam nan tulus karena Allah masih berikan kita kesempatan hidup sehat dalam keadaan masih muslim untuk ketemu Ramadhan ini; bulan penuh cinta paling hidup. Dear, rumahku. Temani saya ngobrol bout two choices yang lagi riuh pisah di kepalaku sendiri yah, here we go bismillah. Em, diskusi bout being a full mom at home atau being a working mom adalah topik yang menurutku ndak pernah etis  buat didebatkan mana yang paling mengambil peran termulia sebagai ibu dan mana yang 'ibu setengah mulia karena kerja di luar rumah' atau malah menjadi 'ibu kolot tidak terpelajar karena di rumah saja ngurus urusan dapur kasur', semua tergantung niat, kualitas diri dan keridhaan anak suami menurutku. Lets see the world, ada banyak ibu full time di

Kepada Dirimu, Hafsah.

Kepada dirimu, Ada waktu-waktu saat kita saling berbicara tentang kelu yang kita rasa bersama. Ada mata yang basah saat mengenang sedihnya menjadi perempuan seperti kita. Tapi itu dulu,  dua tiga tahun yang lalu. Kita sudah memilih berbahagia dengan banyak sekali cara, turut bergembira dan memeluk hangat, ketika kawan kita yang lebih dulu_ dan lagi-lagi_ diizinkan  Tuhan. Bukan kau atau aku. Kita sudah menyabarkan diri, memilih lebih percaya Tuhan Daripada sesak yang terus berlarut. Sesekali kembali basah, tapi tak mengapa membiarkannya  tumpah mungkin lebih baik Daripada berkarat hati dan runtuh kepercayaan padaNya, pada Tuhan yang lebih dekat daripada urat leher kita sendiri. Kau tahu?  Setiap kali aku ingin merutuki takdir, menangis sesegukan di ujung kasurku,  Saat setanku berbisik untuk mengutuk Tuhan, aku melihatmu. Duduk disampingku dengan mata sembab dan  luka yang lebih dibanding aku. Atau sekali waktu, kau datang dengan

Tahfidz Putra Darul Istiqamah Dan Surga Sebelum Surga

Air berkecipak Saling beradu pelan, syahdu dari gerakan-gerakan suara yang kutahu lebih baik dari kecipak air mandiku. Dalam gelap paling mustajab kakikaki itu pergi ke rumah tuhan. Masih dalam separuh buaian mimpi aku tahu, tuhanku juga memanggil lalu aku; dengan mata tertutup menakarnakar rindu padaNya, menghitunghitung kekuatan melawan syaithan. ______________ Sudah pukul empat pagi ketika saya mulai menulis ini, dan dari masjid masih terdengar suara imam memimpin shalat tahajjud. Tartil, merdu, indah. Percayalah, menuliskan ini butuh banyak kekuatan. Ini pertama kalinya mengenalkan kehidupan baruku kepada rumah abu-abu ini. Dan  sepotong cerita pagi tentang Tahfidz Putra Darul Istiqamah,  its more than wonderful masyaallah. Masih pukul tiga-an, ketika qadarullah saya terbangun karena sebuah mimpi. Dalam proses memperbaiki posisi tidur kembali, di waktu ketika bahkan kokok ayam belum satu pun terdengar, saya mengenal baik suarasuara air  dan langkah kaki santri-santri y