Skip to main content

Everyone is Busy

Sekarang lagi depan komputer, pantengin gambar yang ditangkap kamera cctv asrama. Memastikan semua beres (clear dari santri dan hal-hal yang mengganggu mata) sebelum penguncian gerbang pukul 03. 15 shubuh ini. 

Sambil menunggu tiga empat santri yang masih bersih-bersih kamar, saya memutuskan buat singgah di rumah teman odoper setelah liat judul postingannya dia yang something; Siapa yang Nggak Sibuk?

Tulisannya sederhana, no diksi yang mewah tumpah-tumpah, tapi jleb dengan sangat menohok. Dimulai dengan pemikirannya yang dia jadikan judul, then lanjut ke cerita aktifitasnya seharian kemarin, yang kemudian berakhir dengan perenungan; iyya siapa sih yang gak sibuk? specially teman odopers yang notabene kami tahu pekerjaan dan statusnya mereka tapi mereka tetaap nyetor postingan di share link. Siapa yang nggak capek dengan kesehariannya?

Kemudian tertamparlah saya. What i have done yesterday??  rasanya tidak seberapa daripada dia yang berstatus anak kost-an, mahasiswa double degree sekaligus asisten dosen.  Tiga status yang menghabiskan banyak tenaga otot dan kecerdasan otak, belum lagi kalau dalam kesehariannya dia harus berjuang menjaga mata dan hati sebagai pemuda jomblo fi sabilillah. Fix, itu jauh lebih banyak menghabiskan tenaga, pikiran dan mungkin air mata_ abaikan part ini. Dan dia masih bisa posting tulisan di blog.

And how about me? 

Kemarin  cuman siapkan sarapan, beberes rumah, rapat rutin sampe siang, tidur, silaturrahim, maghrib ambil paket orderan, jemput Oofa di rumah tante, ngobrol sama mama bapak, habis isya mencuci sedikit, beberes kamar, balik lagi ke tempat kerja untuk shift malam.

Dan berhubung hari ini  adalah hari bertepatan program Student's Project Based Learning and  Back Home Day, dan itu berarti semua divisi akan super sibuk mengurus semuanya. Sekolah, keasramaan, management dan service center. Maka semalam, saat datang untuk shift malam saya harus berkutat beberapa persiapan untuk acara hari ini. Dan semuanya baru selesai setelah jarum jam mulai lagi di angka satu. Sebelum hari berganti, sambil menstempel ratusan surat edaran dengan mata yang kelelahan, saya sebenarnya ingat bahwa belum menulis di rumah ini, tapi sebelum menyemangati diri sendiri, saya memilih untuk tidak menulis.

Dan postingan si anak kost keren itu sukses menampar saya yang merasa sibuk tapi sebenarnya tidak ada apa-apanya dengan kesibukan dia dan kesibukan teman odopers yang lain yang masih bisa tetap menyetor link di grup.

Ahad, 24 September 2017 II Early morning, CCTV Room.
____________________

Dan heiii!!

Tulisan itu kutulis kemarin, tapi baru terposting malam ini. Saya melupakannya dengan baik, astaghfirullah.

dan kepada kamu, terima kasih sudah menulis tulisan sederhana itu dengan sepenuh hati. Semoga sukses kuliahmu, semoga pengganti adik manisku segera didatangkan Allah untukmu.


Comments

Popular posts from this blog

Drama dalam Kepala Buibu

Assalamualaikum, rumahku... Apa kabar? masih dengan status "hidup ndak, mati ogah" yah, rumah? heheh iyya... i need you but always forget you yah. Sini peluk rumahku diriku bukuku! Eniwei, alhamdulillah, syukur yang dalam nan tulus karena Allah masih berikan kita kesempatan hidup sehat dalam keadaan masih muslim untuk ketemu Ramadhan ini; bulan penuh cinta paling hidup. Dear, rumahku. Temani saya ngobrol bout two choices yang lagi riuh pisah di kepalaku sendiri yah, here we go bismillah. Em, diskusi bout being a full mom at home atau being a working mom adalah topik yang menurutku ndak pernah etis  buat didebatkan mana yang paling mengambil peran termulia sebagai ibu dan mana yang 'ibu setengah mulia karena kerja di luar rumah' atau malah menjadi 'ibu kolot tidak terpelajar karena di rumah saja ngurus urusan dapur kasur', semua tergantung niat, kualitas diri dan keridhaan anak suami menurutku. Lets see the world, ada banyak ibu full time di

Kepada Dirimu, Hafsah.

Kepada dirimu, Ada waktu-waktu saat kita saling berbicara tentang kelu yang kita rasa bersama. Ada mata yang basah saat mengenang sedihnya menjadi perempuan seperti kita. Tapi itu dulu,  dua tiga tahun yang lalu. Kita sudah memilih berbahagia dengan banyak sekali cara, turut bergembira dan memeluk hangat, ketika kawan kita yang lebih dulu_ dan lagi-lagi_ diizinkan  Tuhan. Bukan kau atau aku. Kita sudah menyabarkan diri, memilih lebih percaya Tuhan Daripada sesak yang terus berlarut. Sesekali kembali basah, tapi tak mengapa membiarkannya  tumpah mungkin lebih baik Daripada berkarat hati dan runtuh kepercayaan padaNya, pada Tuhan yang lebih dekat daripada urat leher kita sendiri. Kau tahu?  Setiap kali aku ingin merutuki takdir, menangis sesegukan di ujung kasurku,  Saat setanku berbisik untuk mengutuk Tuhan, aku melihatmu. Duduk disampingku dengan mata sembab dan  luka yang lebih dibanding aku. Atau sekali waktu, kau datang dengan

Tahfidz Putra Darul Istiqamah Dan Surga Sebelum Surga

Air berkecipak Saling beradu pelan, syahdu dari gerakan-gerakan suara yang kutahu lebih baik dari kecipak air mandiku. Dalam gelap paling mustajab kakikaki itu pergi ke rumah tuhan. Masih dalam separuh buaian mimpi aku tahu, tuhanku juga memanggil lalu aku; dengan mata tertutup menakarnakar rindu padaNya, menghitunghitung kekuatan melawan syaithan. ______________ Sudah pukul empat pagi ketika saya mulai menulis ini, dan dari masjid masih terdengar suara imam memimpin shalat tahajjud. Tartil, merdu, indah. Percayalah, menuliskan ini butuh banyak kekuatan. Ini pertama kalinya mengenalkan kehidupan baruku kepada rumah abu-abu ini. Dan  sepotong cerita pagi tentang Tahfidz Putra Darul Istiqamah,  its more than wonderful masyaallah. Masih pukul tiga-an, ketika qadarullah saya terbangun karena sebuah mimpi. Dalam proses memperbaiki posisi tidur kembali, di waktu ketika bahkan kokok ayam belum satu pun terdengar, saya mengenal baik suarasuara air  dan langkah kaki santri-santri y