Skip to main content

Blank

Blank.

Iyya, seperti tidak ada kata-kata. Padahal yang kutulis ini kata-kata juga.😑😑

Nyaris semingguan ini, banyak sekali yang ribut di kepalaku, saingan sama notifikasi facebook dan Whatsapp  yang sudah seribu lebih_ bahkan tadii sudah sampai  dua ribu chat lebih ratusan, itupun kutahu  karena pacar yang buka ponsel.

Balik lagi.

Banyak sekali suara dalam kepalaku, dan ada dua hal besar yang paling mengganggu. Mau teriak suruh berhenti, ndak mau juga. Berisik sekali. Bikin mood parah  dan yang sayangnya   adalah  karena saya harus terus-terusan meminta saja sama Allah, ndak tahu mau berbuat apa selain  berdoa, sabar, berdoa, menunggu, berdoa, dan berakhir dengan menyabar-nyabarkan diri lagi. Bisik-bisiki diri...Hikmah sabar... Hikmah Allah mau ngetes iniiii... Hikmah kuaat... Hikmah Allah itu Maha kuasa, Maha baik, Maha penyayang, sabar yah...

Fiuh, iyya yah, this is life. Mau Allah sama mau kita lebih banyak bentroknya. Allah nyusun skenarionya bagaimana dan kapan, kita maunya begini dan sekarang, atau minimal segera. 

Dan iyya, this is the real life. Yang saya lakukan untuk menyaingi ributnya suara di kepalaku adalah berlaku seperti biasanya; ketawa, makan, tidur, menulis tiga hari kemarin, membaca, dengar ceramahnya ust. Salim, nonton drakor, nangis-nangis,  selesaikan tugas negara,  pergi shift, pergi kuliah, main sama Oofa, marah-marah, dan balabalabala...

Hidup memang harus begitu, kaan?
Even you are sad, even you are crazy, moody , lazy, hidup tetap saja akan  berjalan.

Sudahlah, maafkan tulisan sampah ini. Saya sedang di mood yang tidak bernama. Sungguh maafkan.

________

Maafkan aku, Kakak. Draft tulisan untuk hadiah di hari lahirmu belum kukasih. Padahal semuanya sudah kubayangkan lengkap dengan rasa manis-manisnya.
Gilaku sedang kambuh (lagi).
Terima kasih masih setia membacakan doa keberkahan pengantin baru di ubun-ubunku hingga hari ini, mungkin sebab itu Allah menyabarkanmu dari tabiat menyebalkan diriku ini.

Selamat berdua puluh lima tahun, Cinta. Terima kasih sudah hidup baik-baik saja hingga hari ini. Semoga Allah berkahi setiap harimu, bertambah petunjukNya kepadamu, menambahkan sayangmu padaku, hingga kamu lapang untuk  selalu ridha pada bidadarimu ini.


Ahad, 17 September 2017 || Dorm || 22.11

#utangKamis

#onedayonepost

_____

Karena judulnya blank, jadi maafkan saya ngasal comot foto di galeri. Daripada si test pack lagi yang muncul😷

Comments

Popular posts from this blog

Drama dalam Kepala Buibu

Assalamualaikum, rumahku... Apa kabar? masih dengan status "hidup ndak, mati ogah" yah, rumah? heheh iyya... i need you but always forget you yah. Sini peluk rumahku diriku bukuku! Eniwei, alhamdulillah, syukur yang dalam nan tulus karena Allah masih berikan kita kesempatan hidup sehat dalam keadaan masih muslim untuk ketemu Ramadhan ini; bulan penuh cinta paling hidup. Dear, rumahku. Temani saya ngobrol bout two choices yang lagi riuh pisah di kepalaku sendiri yah, here we go bismillah. Em, diskusi bout being a full mom at home atau being a working mom adalah topik yang menurutku ndak pernah etis  buat didebatkan mana yang paling mengambil peran termulia sebagai ibu dan mana yang 'ibu setengah mulia karena kerja di luar rumah' atau malah menjadi 'ibu kolot tidak terpelajar karena di rumah saja ngurus urusan dapur kasur', semua tergantung niat, kualitas diri dan keridhaan anak suami menurutku. Lets see the world, ada banyak ibu full time di

Kepada Dirimu, Hafsah.

Kepada dirimu, Ada waktu-waktu saat kita saling berbicara tentang kelu yang kita rasa bersama. Ada mata yang basah saat mengenang sedihnya menjadi perempuan seperti kita. Tapi itu dulu,  dua tiga tahun yang lalu. Kita sudah memilih berbahagia dengan banyak sekali cara, turut bergembira dan memeluk hangat, ketika kawan kita yang lebih dulu_ dan lagi-lagi_ diizinkan  Tuhan. Bukan kau atau aku. Kita sudah menyabarkan diri, memilih lebih percaya Tuhan Daripada sesak yang terus berlarut. Sesekali kembali basah, tapi tak mengapa membiarkannya  tumpah mungkin lebih baik Daripada berkarat hati dan runtuh kepercayaan padaNya, pada Tuhan yang lebih dekat daripada urat leher kita sendiri. Kau tahu?  Setiap kali aku ingin merutuki takdir, menangis sesegukan di ujung kasurku,  Saat setanku berbisik untuk mengutuk Tuhan, aku melihatmu. Duduk disampingku dengan mata sembab dan  luka yang lebih dibanding aku. Atau sekali waktu, kau datang dengan

Tahfidz Putra Darul Istiqamah Dan Surga Sebelum Surga

Air berkecipak Saling beradu pelan, syahdu dari gerakan-gerakan suara yang kutahu lebih baik dari kecipak air mandiku. Dalam gelap paling mustajab kakikaki itu pergi ke rumah tuhan. Masih dalam separuh buaian mimpi aku tahu, tuhanku juga memanggil lalu aku; dengan mata tertutup menakarnakar rindu padaNya, menghitunghitung kekuatan melawan syaithan. ______________ Sudah pukul empat pagi ketika saya mulai menulis ini, dan dari masjid masih terdengar suara imam memimpin shalat tahajjud. Tartil, merdu, indah. Percayalah, menuliskan ini butuh banyak kekuatan. Ini pertama kalinya mengenalkan kehidupan baruku kepada rumah abu-abu ini. Dan  sepotong cerita pagi tentang Tahfidz Putra Darul Istiqamah,  its more than wonderful masyaallah. Masih pukul tiga-an, ketika qadarullah saya terbangun karena sebuah mimpi. Dalam proses memperbaiki posisi tidur kembali, di waktu ketika bahkan kokok ayam belum satu pun terdengar, saya mengenal baik suarasuara air  dan langkah kaki santri-santri y