Skip to main content

Melupakan Doa

"Kaak, habis gajian ini insyaallah saya pergi periksa dii..."
"Iyye insyaallah. Kan sudah dari dulu diniatkan."
"Iyye. Dari dulu dan tidak jadi-jadi..." kami ketawa aneh.

"Sayang, Fulanah hamil alhamdulillah, temanku yang dulu kuceritakan sakit kista."
"Oh Fulanah sudah nikahkah?"
"Iyya, after Ramadhan kemarin alhamdulillah. Tapi kasihan, sekarang lagi dirawat di RS, gegara kistanya itu."
..........

"Masih kontakjki? Jangan bilang kalau sudah putus hubungan sama Fulanah..."
"Eh, emm, sudah lama sih tidak kontakan lagi. Sudah tidak pernah chatan lagi."
"Kukiran kita' yang pernah bilang kalau dia teman dekatta'? Selalu cerita-cerita? Apa alasan tidak berhubungan lagi?"
" Iyya, bahkan dia cerita rahasia-rahasianya sama saya. Ya Allah jahatku, Kakaaak..."

"Seringji tadoakan?"
"Iyye biasaji, tapi tidak sering."

"Teman itu, Deek.. kalau tidak bisa lagi kita jangkau, tidak bisa lagi sering ketemu, setidaknya dihubungi. Ditanyakan kabarnya. Atau, setidaknya didoakan, disebut namanya dalam doata'."
"Iyye dii. Ya Allah, Kakaak..."

"Saya, Deek, kalau misal temanku sudah jarang sekali kutelfon, kutemani chat, tapi kudoakan selalu. Setidaknya masih ada ikatan yang Allah ikat antara kita dengan temanta lewat doa-doa.

Kepada yang sudah berbuat baik sama kita', didoakan juga. Disebut namanya satu-satu, atau bilang "berkahi kehidupan semua orang yang telah berbuat baik kepada saya, Ya Allah". Begitu, Deek. Doa itu penting."

......................

Ya Allahu, terima kasih untuk kesempatan mengobrolkan demikian di perjalan kuliah siang tadi. Maafkan saya yang dzalim terhadap kawan-kawan sendiri sebab lalai mendoakan.

Semoga mereka semua sehat, baik-baik saja dan dalam keistiqamahan di jalanMu, Ya Allah. Mohoon bimbing kami selalu hingga kelak berjumpa lagi di surgaMu. Allahumma amin.
______

Senin, 18 September 2017 || Home || 22.18

#onedayonepost

Comments

Popular posts from this blog

Drama dalam Kepala Buibu

Assalamualaikum, rumahku... Apa kabar? masih dengan status "hidup ndak, mati ogah" yah, rumah? heheh iyya... i need you but always forget you yah. Sini peluk rumahku diriku bukuku! Eniwei, alhamdulillah, syukur yang dalam nan tulus karena Allah masih berikan kita kesempatan hidup sehat dalam keadaan masih muslim untuk ketemu Ramadhan ini; bulan penuh cinta paling hidup. Dear, rumahku. Temani saya ngobrol bout two choices yang lagi riuh pisah di kepalaku sendiri yah, here we go bismillah. Em, diskusi bout being a full mom at home atau being a working mom adalah topik yang menurutku ndak pernah etis  buat didebatkan mana yang paling mengambil peran termulia sebagai ibu dan mana yang 'ibu setengah mulia karena kerja di luar rumah' atau malah menjadi 'ibu kolot tidak terpelajar karena di rumah saja ngurus urusan dapur kasur', semua tergantung niat, kualitas diri dan keridhaan anak suami menurutku. Lets see the world, ada banyak ibu full time di

Kepada Dirimu, Hafsah.

Kepada dirimu, Ada waktu-waktu saat kita saling berbicara tentang kelu yang kita rasa bersama. Ada mata yang basah saat mengenang sedihnya menjadi perempuan seperti kita. Tapi itu dulu,  dua tiga tahun yang lalu. Kita sudah memilih berbahagia dengan banyak sekali cara, turut bergembira dan memeluk hangat, ketika kawan kita yang lebih dulu_ dan lagi-lagi_ diizinkan  Tuhan. Bukan kau atau aku. Kita sudah menyabarkan diri, memilih lebih percaya Tuhan Daripada sesak yang terus berlarut. Sesekali kembali basah, tapi tak mengapa membiarkannya  tumpah mungkin lebih baik Daripada berkarat hati dan runtuh kepercayaan padaNya, pada Tuhan yang lebih dekat daripada urat leher kita sendiri. Kau tahu?  Setiap kali aku ingin merutuki takdir, menangis sesegukan di ujung kasurku,  Saat setanku berbisik untuk mengutuk Tuhan, aku melihatmu. Duduk disampingku dengan mata sembab dan  luka yang lebih dibanding aku. Atau sekali waktu, kau datang dengan

Tahfidz Putra Darul Istiqamah Dan Surga Sebelum Surga

Air berkecipak Saling beradu pelan, syahdu dari gerakan-gerakan suara yang kutahu lebih baik dari kecipak air mandiku. Dalam gelap paling mustajab kakikaki itu pergi ke rumah tuhan. Masih dalam separuh buaian mimpi aku tahu, tuhanku juga memanggil lalu aku; dengan mata tertutup menakarnakar rindu padaNya, menghitunghitung kekuatan melawan syaithan. ______________ Sudah pukul empat pagi ketika saya mulai menulis ini, dan dari masjid masih terdengar suara imam memimpin shalat tahajjud. Tartil, merdu, indah. Percayalah, menuliskan ini butuh banyak kekuatan. Ini pertama kalinya mengenalkan kehidupan baruku kepada rumah abu-abu ini. Dan  sepotong cerita pagi tentang Tahfidz Putra Darul Istiqamah,  its more than wonderful masyaallah. Masih pukul tiga-an, ketika qadarullah saya terbangun karena sebuah mimpi. Dalam proses memperbaiki posisi tidur kembali, di waktu ketika bahkan kokok ayam belum satu pun terdengar, saya mengenal baik suarasuara air  dan langkah kaki santri-santri y