Skip to main content

Posts

Showing posts from November, 2016

Sebab Wajahmu Bukan Matahari Yang Purba

Jangan kau puja wajahmu dengan terlalu sebab ia tak sama dengan matahari, Yang kian purba kian memesona Sempurna memikat, meski tak lagi penuh bercahaya. Pun, jangan kau puja wajahmu dengan terlalu Karena bukan cantikmu yang akan membuatnya tetap setia, Tapi namaNya, yang setiap kali ia melihatmu, namaNya ada di dahimu. Ada dalam lirih suaramu, dalam hari-harimu yang penuh namaNya. Percayalah. Selasa, 29 November 2016 Remind ma self... #onedayonepost

Mama = Nenek Berkualitas

Ada suara lirih yang syahdu dari arah kebun samping rumah. "Mama... dimanaki?"  "..." "Ma... di kebunki?" "Kenapa? iyya, disinika. Kenapa?" "dzikirki? atau mengajiki?" "berzikir-zikirka. Dimana sajaki, dalam keadaan apapun, biar orang dalam keadaan lapang dan sempit tetap harus zikir." "didih...masya Allah. Begitu memang kalau nenek berkualitaski" "Apa?" "Ndaji Ma. Dzikirmki lagi" ***** Itu percakapan singkat  (dengan tambahan not2 bahasa daerah kami) saya dengan mama sebelum shalat ashar tadi. Saat dari arah kebun samping rumah ada suara lirih yang syahdu terdengar sampai ke dalam kamarku. Dan selepas shalat ashar, suara  mama yang sambil berkebun itu masih terdengar. Tapi bukan lagi suara dzikir yang lirih, tapi suara murajaah hafalannya yang cukup jelas, surah al-mulk. Iyya, mama adalah apa yang sering beliau katakan. Bahwa dalam keadaan apapun, mama tidak pernah lupa kebia

Sakit Mawar di Dua puluh Satu

"Ummi sakit? sabar ummi... Nabi Ayyub juga sakit, luka-luka badannya lama tapi tetap sabar. Sabar ummi, okeh ummi? hheheh" Iyya, itu kalimat pertama  Oofa  (baca:Ufa) kepada saya sambil mendongak dan memegang ujung bajuku, saat saya meringis_sedikit berteriak_ bilang kepada suami dan mama bahwa saya tertular sakitnya Oofa yang dia bawa ke rumah beberapa hari lalu karena tertular juga oleh teman sekolahnya. Kalimat yang sama yang selalu saya dan suamiku ulang-ulang di telinganya saat dia terkena penyakit ini beberapa hari yang lalu. Penyakit yang saya heran kenapa masih ada di zaman modern ini. Sebut saja nama penyakitnya mawar. Akhiran hurufnya sama. Penyakit yang tidak keren. Emang ada gituh penyakit yang keren, Hikmah? -___- Iyya, saya akhirnya tertular penyakit ini, penyakit yang sejak nyantri kutakuti. Dan sekarang, di usiaku yang sudah dua puluh satu ini, punya suami, punya anak, kerja dan kuliah, Allah akhirnya membuatku merasakan penyakit mawar ini. Dema

Kepada Dirimu, Hafsah.

Kepada dirimu, Ada waktu-waktu saat kita saling berbicara tentang kelu yang kita rasa bersama. Ada mata yang basah saat mengenang sedihnya menjadi perempuan seperti kita. Tapi itu dulu,  dua tiga tahun yang lalu. Kita sudah memilih berbahagia dengan banyak sekali cara, turut bergembira dan memeluk hangat, ketika kawan kita yang lebih dulu_ dan lagi-lagi_ diizinkan  Tuhan. Bukan kau atau aku. Kita sudah menyabarkan diri, memilih lebih percaya Tuhan Daripada sesak yang terus berlarut. Sesekali kembali basah, tapi tak mengapa membiarkannya  tumpah mungkin lebih baik Daripada berkarat hati dan runtuh kepercayaan padaNya, pada Tuhan yang lebih dekat daripada urat leher kita sendiri. Kau tahu?  Setiap kali aku ingin merutuki takdir, menangis sesegukan di ujung kasurku,  Saat setanku berbisik untuk mengutuk Tuhan, aku melihatmu. Duduk disampingku dengan mata sembab dan  luka yang lebih dibanding aku. Atau sekali waktu, kau datang dengan

Aku Sakit

Kau bertanya kenapa diriku, yang kemarin riuh berceloteh padamu, tetiba sunyi duniaku kukunci. Hanya dalam sehari. Dengarlah, aku sakit. Suhu tubuhku tak normal, tulangku ngilu Setelah memelukmu berkali. Dan kau tahu apa obatku selalu? Berikan saja aku puisi, satu dua tak mengapa. Atau secangkir cokelat dengan kepulan asap yang magis. Yang sudah kau titipi doa-doa manis. Tapi, jika kau sudah lupa cara mendoakan kekasih, berikan saja aku waktu untuk tidur yang panjang. Hingga ngilu lagi tulangku, hingga mataku lelah lalu bangun sendiri. Dan lupa tentang semua lakumu. Atau... Jika kau juga tak bisa, berikan saja aku buku. Aku akan tetap hidup, mataku akan mengekorimu, diriku masih di dekatmu. Tapi kau takkan menemukan jiwaku, Ia ada di dunia baru : dunia yang tak ada kau.

P e r e m p u a n

P e r e m p u a n Meski kau tanyakan pada pakarnya menjinakkan Hawa, dia pasti tetap akan menjawab : Perempuan itu makhluk aneh, tak tertebak. Kala waktu mengaku begitu, kali lain berlaku begini. Kala waktu mengaku kuat, kali lain tersedu serupa bayi. P e r e m p u a n Tampil sekuat karang, halus sehalus sutra. Kepadanya Tuhan muarakan sayang dan kasih. Meski terluka berkali, ia akan tetap mencintai.

Lelaki Gondrong dan Hidupnya

Ada lelaki gondrong di ujung jalan sana; Di pos ronda tempat kongkow lelaki pengangguran. Jangan takut, dia baik. Matanya memang tajam, kadung sering melotot pada gambar politisi siluman di televisi. Hidungnya besar. kau tak lihat? Cocok dengan kepalanya yang semakin nampak besar dengan rambut bak sarang lebah. Dia selalu nampak bahagia. Katanya pada kawanku : Hidup seperti asap rokok saja. Dia benci rokok, tapi dadanya genap dengan asap rokok. Penuh menghitamkan paru-parunya. Tak ada ruang untuk merutuk, hirup saja. Cepat atau lambat Isroil akan datang. Hidup sesederhana itu, untuk kemudian mati saja. Begitu katanya. Lelaki gondrong yang kadung nestapa, : Menolak untuk merana.

Hidup Bukan Untuk Desah Satu-Satu

Kita tak hidup hanya untuk desah satu-satu, bukan? Ayolah!  Kau tak harus bolak-balik meringkuk di pojokan, memeluk lutut dan merutuki yang lalu.   Angkat kepalamu. Berjalanlah...   Kau boleh saja membiarkan langkahmu sepelan itu, tapi  Jangan tutup matamu. Hidup terlalu luas dan menakjubkan untuk kau lihat dalam gelap. Biarkan dadamu menampung udara yang genap lalu sempurna napasmu, sebab  Tuhan tak menciptakanmu menjadi pecundang seperti itu.  

Manusia dan Rasa

  Rasa.   Entahlah bagaimana Tuhan menciptakan makhluk   itu. Ia Hidup, memiliki banyak saudara dan riuh bermain dalam diri manusia. Bahkan ajaibnya, satu makhluk rasa bisa menggandakan dirinya dengan banyak corak. Sesekali bisa tertebak mana rasa yang asli dan dominan tapi lebih sering lagi membingungkan. Entah rasa mana yang akan kita pilih dan lebih dinikmati, lalu rasa yang lain bisa kita abaikan.. Tuhan, KuasaNya tak tertebak, tak terjangkau. Lihatlah bagaimana Dia menciptakan manusia lengkap dengan akal dan hati. Ada yang hidup dengan menggunakan kedua elemen hebat itu; Hidup baik-baik saja dan bahagia dengan menjunjung   prinsip kebermanfaatan terhadap sesama. Seolah bahagia hanyalah ketika orang lain juga bahagia. Tapi ada juga manusia yang seolah hidup dengan kehebatannya sendiri, hatinya mati karena serakah. Moralitas terakhir yang ia punya ikut ia gadaikan karena sesuatu yang fana.  Lihatlah, berapa banyak manusia kaya raya, cerdas dan terhormat tap

Yang Sebenarnya Aku..

Yaks, tiba juga akhirnya aku mulai menulis tantangan pekan ke enam ini, menulis autobiografi berbentuk narasi. Tantangan yang bakal membuka tabir siapa sebenarnya pemilik rumah manis nan sederhana ini *plak! Fiuh…okay, mari kita mulai membicarakan keakuanku. Semoga setelah membaca ini, siapapun kalian tidak akan mulai membenciku, apalagi berhenti berkunjung di rumahku ini. Semoga tidak. Sebab kalianlah aku tetap disini; menebalkan muka, siap ditampar dan dicaci maki karena tulisan-tulisan yang mungkin saja kalian anggap buruk. Tak apa, itu tetap saja bisa membuatku tetap bertahan disini *yuhuu Aku…                                                                 Nama lengkapku Nur Hikmah Ali. Dalam lingkup keluarga, aku dipanggil Ima dan di luar itu, semua orang memanggilku Hikmah. Aku lahir dua puluh satu tahun yang lalu, tepatnya di sebuah pesantren yang kepada pendirinya aku sangat berterimakasih, pesantren Darul Istiqamah namanya. pada hari ahad, 28-08-1995  

Buku dan Penyakit Bodohku

Ketika semua teman-teman odop mulai siap untuk sejenak rehat dari kegiatan menulis setiap hari_ today is friday, anyway_ aku ternyata harus kembali ke belakang. Mundur teratur dan menghitung berapa banyak hutang tulisan yang harus kulunasi. Dan salah duanya adalah tantangan menulis tentang buku yang paling berkesan dan tantangan pekan ke enam ini; menulis autobiografi berbentuk narasi. And now, aku harus terlebih dahulu menyelesaikan tantangan yang lebih dulu diberikan. Ok, here we go.. Bagaimanakah kau melewati fase pubertasmu? Apakah kau berhasil menyikapi dirimu yang baru dengan lebih bijak dan bahagia? Pertanyaan ini untuk kau saja_siapapun dirimu_ karena aku sendiri kurang tahu kebenaran jawabanku sendiri jika pertanyaan ini ditujukan untukku. Aku bahagia dan baik-baik saja melewati fase pubertasku, meski awalnya begitu takjub dengan perubahan fisikku. Tapi aku melewatinya di tempat yang sangat memungkinkanku lebih baik dan bahagia. Yaitu di sebuah boarding scho