Skip to main content

Tentang Mendua



"Sayang, dengarlah. Menikahlah lagi, saya ridha." Sang istri berkata tenang. Terlalu tenang bahkan.

Dan ada yang bergumuruh hebat di dalam dada sang suami. Ia tak pernah meminta dan rumahtangga mereka baik-baik saja. Mereka saling mencintai, dia sangat tahu itu.

"Betulkah ini? Rabby.."

Lalu pelukan hangat  perempuannya menyadarkannya, ini nyata. Bidadari firdaus hanya terlalu cepat turun ke bumi, menyatu dalam diri perempuannya.

___________

Untuk usia pernikahan yang masih sedang merangkak lima tahun, saya sungguh tidak pantas membahas hal seperti ini. Tapi izinkan saya menuliskan ini, tentang takjubku pada seorang perempuan langit.

Perempuan itu adalah guru bagiku, benar-benar guru dalam artian yang sebenarnya. Yang pernah mengajariku ilmu agama dalam beberapa jenjang masa sekolahku bersama kawan-kawan yang lain. Yang selalu mengingatkan bahwa menjadi berakhlak selalu jauh lebih utama ketimbang menjadi seorang yang pandai. Karena akhlak yang baik akan menghantarkan kita pada pribadi yang cinta belajar, haus ilmu dan punya rasa takut kepada Allah.

Hampir enam tahun saya berstatus sebagai santri beliau, mereguk ilmu dalam suasana kelas yang selalu menyenangkan. Beliau selalu mengajar dengan cara yang sama, penuh keibuan dan bersahabat. Beliau juga terkenal amat dermawan. Diantara teman-teman santri ada yang sudah dapat coklat, pulpen, bros-bros, notebook, wafer dan masih banyak lagi bahkan ada yang dapat baju. Beliau juga wali kelas yang begitu pengertian, selalu kudengar dan kusaksikan sendiri kebaikan-kebaikan beliau.

Sampai kamis pagi kemarin, 13102016 dengan badan yang masih lemas dan  mata yang masih basah, kupersaksikan lagi kebaikan hati guruku itu dalam bentuk yang jauh, jauh lebih menakjubkan.

Kerelaan berbagi suami pada perempuan lain.

Pada sisi malaikat seperti itu, tentulah saya belum. Sebab guruku itu adalah perempuan langit, Allah selalu di atas segalanya, sementara saya masihlah perempuan bumi yang selalu lebih menuhankan perasaan sendiri.

Saya tidak tahu berapa usia pernikahan mereka, tapi kuyakin sudah lebih dari 20 tahun sebab anak sulung mereka adalah seumur denganku, lahir sama di tahun '95. Mereka sudah punya 8 anak dan 3 cucu, tapi jangan bayangkan mereka seperti pasangan kakek nenek, tidak. Usia sang suami masih 43 tahun. Sedang diumur-umur kebijaksanaannya, begitu kata orang.

Cinta mereka cinta yang sempurna; sehat dan diberkahi. Anak-anak mereka anak-anak teladan; penghafal qur'an, cerdas dan  seperti abi dan umminya, mereka anak-anak yang berakhlak baik. Tidak ada yang menyangkal hal itu. Meski setiap keluarga tentulah punya riak, tapi mereka tetaplah sebuah keluarga yang manis.

Sampai kemudian, tiba hari guruku siap berbagi suami pada perempuan lain. Dengarlah...
 
Karena da'wah katanya, liLlah. Bahwa poligami bukan dosa, bukan kejelekan. Kita hanya butuh menguatkan iman, bahwa dalam alqur'an pun Allah membolehkan suami membagi dirinya pada lebih dari seorang istri. Karena perempuan terlalu banyak di dunia ini, dan kalau bukan kita yang mau berbagi, siapa lagi? Tak ada yang saling meragukan cinta diantara mereka.Ini hanya klimaks dari perjuangan cinta beliau dan beliau bahagia, teramat bahagia katanya. Setelah mengurus semua pernikahan lelakinya, berbicara langsung pada calon istri lelakinya, mengurus mahar dan menyaksikan sendiri ijab-kabul mereka dan kemudian mengurus ini-itu untuk mereka bertiga, perempuan langit itu masihlah amat bahagia.

Jalan menuju surga yang beliau pilih adalah sebuah jalan yang paling banyak dijauhi perempuan, beliau tahu itu. Tapi katanya, jalan berat itu saja beliau tidak sepenuhnya yakin akan membawanya ke surga, beliau hanya mempersembahkan apa yang paling berat bagi imannya. Beliau hanya berdoa semoga setan tak pernah mengganggu dan Allah senantiasa menjaga iman beliau. Sebab beliau pun juga tak yakin, andai saja beliau memilih surga dengan jalan yang lain; banyak mengaji, tahajjud, dzikir, sedeqah dan dengan ibadah-ibadah lainnya, beliau tak bisa memastikan bahwa ibadah-ibadah itu akan membawanya ke surga.

Seperti halnya dalam menyelesaikan soal ujian, setelah selesai soal yang dirasa amat sulit maka soal-soal yang lain tiba-tiba terlihat begitu mudah untuk diselesaikan.
Begitu pula pada guruku yang menakjubkan itu. Semua soalan hidup dilihatnya sudah mudah, sebab dia sudah menempatkan Allah pada hatinya. 


Ah, meski saya tak hentinya menangis mendengar semua penuturan beliau, saya mengakui bahwa semua penuturan beliau adalah benar. Semua karena Allah, itulah bahasa iman.Meski jangan pernah kau tanyakan kesanggupanku mengikuti langkah beliau, saya sungguh belum.


Semoga Allah membersamaimu selalu guruku. Allah tentulah teramat mencintaimu, sebab dianugerahinya engkau hati yang begitu kilau.



Ohiyya, biarkan kukenalkan kau pada perempuan langit itu. Namanya Ustz. Andi Hidayah Tenriajeng. Ibu Daya', begitu kami semua memanggilnya. Tenriajeng adalah nama etta ibu Daya' ( ayah/ibu dalam bahasa bugis ). Kedua etta beliau sudah berpulang kepada Allah, semoga mereka dibahagiakan Allah di alam sana sebab ditinggalkannya seorang anak dengan kelapangan hati tak terjangkau. Beliau guruku, dulu, sekarang dan hingga nanti. Yang katanya selalu; agama adalah keyakinan bukan perasaan. .


Ah, semoga diri dan keluarga beliau senantiasa diberkahi Allah. Semoga jalan yang beliau pilih menghantarkan beliau kepada firdausNya. Amin.




Senin malam, 17 Oktober 2016.

#OneDayOnePost



Comments

Popular posts from this blog

Drama dalam Kepala Buibu

Assalamualaikum, rumahku... Apa kabar? masih dengan status "hidup ndak, mati ogah" yah, rumah? heheh iyya... i need you but always forget you yah. Sini peluk rumahku diriku bukuku! Eniwei, alhamdulillah, syukur yang dalam nan tulus karena Allah masih berikan kita kesempatan hidup sehat dalam keadaan masih muslim untuk ketemu Ramadhan ini; bulan penuh cinta paling hidup. Dear, rumahku. Temani saya ngobrol bout two choices yang lagi riuh pisah di kepalaku sendiri yah, here we go bismillah. Em, diskusi bout being a full mom at home atau being a working mom adalah topik yang menurutku ndak pernah etis  buat didebatkan mana yang paling mengambil peran termulia sebagai ibu dan mana yang 'ibu setengah mulia karena kerja di luar rumah' atau malah menjadi 'ibu kolot tidak terpelajar karena di rumah saja ngurus urusan dapur kasur', semua tergantung niat, kualitas diri dan keridhaan anak suami menurutku. Lets see the world, ada banyak ibu full time di

Kepada Dirimu, Hafsah.

Kepada dirimu, Ada waktu-waktu saat kita saling berbicara tentang kelu yang kita rasa bersama. Ada mata yang basah saat mengenang sedihnya menjadi perempuan seperti kita. Tapi itu dulu,  dua tiga tahun yang lalu. Kita sudah memilih berbahagia dengan banyak sekali cara, turut bergembira dan memeluk hangat, ketika kawan kita yang lebih dulu_ dan lagi-lagi_ diizinkan  Tuhan. Bukan kau atau aku. Kita sudah menyabarkan diri, memilih lebih percaya Tuhan Daripada sesak yang terus berlarut. Sesekali kembali basah, tapi tak mengapa membiarkannya  tumpah mungkin lebih baik Daripada berkarat hati dan runtuh kepercayaan padaNya, pada Tuhan yang lebih dekat daripada urat leher kita sendiri. Kau tahu?  Setiap kali aku ingin merutuki takdir, menangis sesegukan di ujung kasurku,  Saat setanku berbisik untuk mengutuk Tuhan, aku melihatmu. Duduk disampingku dengan mata sembab dan  luka yang lebih dibanding aku. Atau sekali waktu, kau datang dengan

Tahfidz Putra Darul Istiqamah Dan Surga Sebelum Surga

Air berkecipak Saling beradu pelan, syahdu dari gerakan-gerakan suara yang kutahu lebih baik dari kecipak air mandiku. Dalam gelap paling mustajab kakikaki itu pergi ke rumah tuhan. Masih dalam separuh buaian mimpi aku tahu, tuhanku juga memanggil lalu aku; dengan mata tertutup menakarnakar rindu padaNya, menghitunghitung kekuatan melawan syaithan. ______________ Sudah pukul empat pagi ketika saya mulai menulis ini, dan dari masjid masih terdengar suara imam memimpin shalat tahajjud. Tartil, merdu, indah. Percayalah, menuliskan ini butuh banyak kekuatan. Ini pertama kalinya mengenalkan kehidupan baruku kepada rumah abu-abu ini. Dan  sepotong cerita pagi tentang Tahfidz Putra Darul Istiqamah,  its more than wonderful masyaallah. Masih pukul tiga-an, ketika qadarullah saya terbangun karena sebuah mimpi. Dalam proses memperbaiki posisi tidur kembali, di waktu ketika bahkan kokok ayam belum satu pun terdengar, saya mengenal baik suarasuara air  dan langkah kaki santri-santri y