Skip to main content

Kebodohan Yang Harus Kubayar Mahal


Hari ini benar-benar melelahkan.

Semuanya karena kebodohan yang akhirnya harus kubayar mahal.

Banyak sekali. Tapi lelah sekali rasanya jika harus menulis semuanya sekarang, sementara pukul 01.40 dini hari sebentar saya harus bangun to start my day; Kerja a.k.a mengurus santri-santriku tersayang.
Ohiyya anyway, saya bekerja di sebuah boarding school khusus perempuan. Namanya Sekolah Putri Darul Istiqamah (SPIDI). Saya sebagai Musyrifah disini. Akrab disebut pembina. This my job  makes me like a teacher, a mother, a sister, and a friend to all my ( about 298 ) students.

Btw, saya akan tetap menulis, tapi satu saja dari beberapa kebodohan yang harus kubayar mahal hari ini.

Tentang makalah.

Hari ini harusnya saya presentasi bersama seorang teman dalam mata kuliah  Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia. Semuanya awalnya terasa baik-baik saja sampai kemarin malam temanku mengabari kalau laptopnya rusak dan file materi belum dia pindahkan ke dalam flashdisc. Itu seperti satu karung penuh beras di letakkan di atas kepalaku. Berat. Apalagi dia mengabarinya saat saya masih disini; di SPIDI, masih dalam waktu bekerja. Pengontrolan malam. Bertambah lelah, bertambah amarah. Tapi saya yang dasarnya terlalu santai untuk tidak menyebutnya acuh dan malas mencoba lupa tentang masalah itu. Saya tetap menyelesaikan pekerjaan dan pulang ke rumah ketika tiba saatnya waktu pulang.

Di rumah bukannya mencoba searching tentang materi tugas makalah itu, saya malah langsung membuka laptop dan mulai menulis tugas wajib ngeodop. Setelah ngeodop, beberes dan bebersih sedikit, saya pun tidur. Lelah sekali.

Paginya saya juga sungguhsungguh tidak berniat mencari materi tentang makalah itu.Ini me time ku di rumah, kesempatan menikmati waktu tanpa sekaliii saja tidak direcoki dengan apapun. Itu dalihku atau memang dasarnya saja malas. Terserah. Setelah mengaji sedikit, membaca terjemahan sebuah surah, mengurus anak shalehku yang hendak ke sekolah, lakilakiku yang hendak bekerja, saya kembali naik ke atas rosban. Mager. Ini me timeku, lagi i said that. Bukan tidur pagi, tidak. Hanya bermain dengan hpku, Blogwalking di rumah ke dua teman-teman odop dan rumah kedua idolaku; K Rafiah Um Fathi, Ruang Tengah. Dan habislah waktu karena asik singgah dari rumah ke rumah, makalah terlupa, presentasi yang wajib kubawakan sebentar lagi mengendap dalam kepalaku.

Maka tiba masa tiba akal, sayang akalku berjodoh dengan otak simpleku.
Singkat cerita, saya dipaksa bolos kuliah pertama oleh teman sekelompok presentasiku untuk lebih memilih pergi mencari warnet dan menyelasaikan tugas makalah itu. Ada empat tempat yang kami datangi dan tidak ada yang memungkinkan untuk kami searching dan membuat makalah. Tempat ke lima-lah yang akhirnya jadi pemberhentian kami setelah berjalan kaki dengan  ketidaktahuan tempat yang kami tuju, asal bertanya saja pada orang-orang di jalan. Berjalan kaki hampir sejauh 1,5 KM, dengan perut yang amat sangat perih karena kelaparan dan kepanasan. Soal lapar,itu resiko masa bodoh sebenarnya. Karena saya selalu lebih mementingkan berguling di atas rosban ketimbang keluar kamar dan makan, apalagi urusan perut anak dan lakilakiku sudah beres.

Di tempat ke lima, dengan semua kegaptekan kami berdua menghadapi komputer model entahlah itu, ditambah keyboard dan jaringan internet yang error maksimal..Jadilah waktu satu jam lebih habis percuma. Pergi lelah, pulang dengan tangan kosong, absen di kelas, nilai mata kuliah terancam. Teman separtnerku bahkan sempat berkali menghapus sendiri air matanya. Terbayanglah wajah empat teman kelas kam yang harus mengulang mata kuliah di semester satu dengan dosen yang sama. Ahh..NaudzubiLlah.

Dan seperti film yang terputar tiba-tiba saya melihat waktu-waktu yang saya habiskan untuk tidur di kelas komputer saat sekolah dulu, ahh really..Kebodohanku akhirnya harus kubayar mahal.

Saya boleh sedikit bersuara ketika hampir semua jam pelajaran selama berstatus anak sekolahan hingga jadi mahasiswi sekarang ini, tapi dihadapan matematika dan komputer..saya harus menghilang. Tenggelam dengan riuh dalam kepalaku yang mengutuk bodoh.
Saya selalu kalah dengan keduanya.

Penyesalan memang selalu di belakang, bukan?
Iyya, karena kalau di depan..namanya mahar a.k.a uang panai'. Bukan penyesalan.

Fiuh...akhirnya selamat menikmati sendiri kebodohanmu, Hikmah.

SPIDI, sekarang pukul 00.30Sebentar lagi pukul 01.40. I have to sleep now. Daah!

Comments

Popular posts from this blog

Drama dalam Kepala Buibu

Assalamualaikum, rumahku... Apa kabar? masih dengan status "hidup ndak, mati ogah" yah, rumah? heheh iyya... i need you but always forget you yah. Sini peluk rumahku diriku bukuku! Eniwei, alhamdulillah, syukur yang dalam nan tulus karena Allah masih berikan kita kesempatan hidup sehat dalam keadaan masih muslim untuk ketemu Ramadhan ini; bulan penuh cinta paling hidup. Dear, rumahku. Temani saya ngobrol bout two choices yang lagi riuh pisah di kepalaku sendiri yah, here we go bismillah. Em, diskusi bout being a full mom at home atau being a working mom adalah topik yang menurutku ndak pernah etis  buat didebatkan mana yang paling mengambil peran termulia sebagai ibu dan mana yang 'ibu setengah mulia karena kerja di luar rumah' atau malah menjadi 'ibu kolot tidak terpelajar karena di rumah saja ngurus urusan dapur kasur', semua tergantung niat, kualitas diri dan keridhaan anak suami menurutku. Lets see the world, ada banyak ibu full time di

Kepada Dirimu, Hafsah.

Kepada dirimu, Ada waktu-waktu saat kita saling berbicara tentang kelu yang kita rasa bersama. Ada mata yang basah saat mengenang sedihnya menjadi perempuan seperti kita. Tapi itu dulu,  dua tiga tahun yang lalu. Kita sudah memilih berbahagia dengan banyak sekali cara, turut bergembira dan memeluk hangat, ketika kawan kita yang lebih dulu_ dan lagi-lagi_ diizinkan  Tuhan. Bukan kau atau aku. Kita sudah menyabarkan diri, memilih lebih percaya Tuhan Daripada sesak yang terus berlarut. Sesekali kembali basah, tapi tak mengapa membiarkannya  tumpah mungkin lebih baik Daripada berkarat hati dan runtuh kepercayaan padaNya, pada Tuhan yang lebih dekat daripada urat leher kita sendiri. Kau tahu?  Setiap kali aku ingin merutuki takdir, menangis sesegukan di ujung kasurku,  Saat setanku berbisik untuk mengutuk Tuhan, aku melihatmu. Duduk disampingku dengan mata sembab dan  luka yang lebih dibanding aku. Atau sekali waktu, kau datang dengan

Tahfidz Putra Darul Istiqamah Dan Surga Sebelum Surga

Air berkecipak Saling beradu pelan, syahdu dari gerakan-gerakan suara yang kutahu lebih baik dari kecipak air mandiku. Dalam gelap paling mustajab kakikaki itu pergi ke rumah tuhan. Masih dalam separuh buaian mimpi aku tahu, tuhanku juga memanggil lalu aku; dengan mata tertutup menakarnakar rindu padaNya, menghitunghitung kekuatan melawan syaithan. ______________ Sudah pukul empat pagi ketika saya mulai menulis ini, dan dari masjid masih terdengar suara imam memimpin shalat tahajjud. Tartil, merdu, indah. Percayalah, menuliskan ini butuh banyak kekuatan. Ini pertama kalinya mengenalkan kehidupan baruku kepada rumah abu-abu ini. Dan  sepotong cerita pagi tentang Tahfidz Putra Darul Istiqamah,  its more than wonderful masyaallah. Masih pukul tiga-an, ketika qadarullah saya terbangun karena sebuah mimpi. Dalam proses memperbaiki posisi tidur kembali, di waktu ketika bahkan kokok ayam belum satu pun terdengar, saya mengenal baik suarasuara air  dan langkah kaki santri-santri y