Skip to main content

Oofa dan Cita-Citanya

On the way to home with a sweet story this morning.

Me   : Oofa nanti besar mau jadi apa nak?
Oofa : jadi hafidz Alqur'aan.
Me   : masya Allah,itumi sekolahki di taud iyye? Apa namanya sekolahta, nak?
Oofa : tahfiz anak usia dini..nanti toh ummi mauka sekolah di sekolahnya kk Kikki ( Ibtidaiyyah Darul Istiqamah ) sama di sekolahna kk Jawwi ( Tahfidz Putra Darul Istiqamah ) tidak mauja pulang-pulang, tidak minta-mintaka juga uang. Baru kalau lamami pulangmka di rumah baru membacaka. Baru kalau lamami lagi.. pergimeka di Kolaka ( Cab. Pesantren binaannya ustad Na'im Dahlan )
Me     : ( melongo takjub )eh? Ahahahhhah masa nak?
Oofa : iyye mmi, ummi toh? Toh ummii?? Toh ummi??
Me     : hahahhh iye nak, iyye..

Saya pernah ajarkan Oofa tentang kalimat-kalimat panjang itu? Tidak. Apalagi tentang Kolaka-Kolaka itu. Saya tidak pernah  membicarakan hal itu. Tapi dia melihat. Tahu bahwa kelak dia bakal besar dan mau jadi anak shaleh.. Itu saja.

Maka, BarakaLlahu fiik anak shaleh nan nyebelinnya ummi abba. Semoga besar dalam petunjukNya selalu, sayang.

Jalan pagi romantis kita, nak. SPIDI-rumah.
Rabu, 26 Oktober 2016

#berebesmili
#OneDayOnePost

Comments

Popular posts from this blog

Drama dalam Kepala Buibu

Assalamualaikum, rumahku... Apa kabar? masih dengan status "hidup ndak, mati ogah" yah, rumah? heheh iyya... i need you but always forget you yah. Sini peluk rumahku diriku bukuku! Eniwei, alhamdulillah, syukur yang dalam nan tulus karena Allah masih berikan kita kesempatan hidup sehat dalam keadaan masih muslim untuk ketemu Ramadhan ini; bulan penuh cinta paling hidup. Dear, rumahku. Temani saya ngobrol bout two choices yang lagi riuh pisah di kepalaku sendiri yah, here we go bismillah. Em, diskusi bout being a full mom at home atau being a working mom adalah topik yang menurutku ndak pernah etis  buat didebatkan mana yang paling mengambil peran termulia sebagai ibu dan mana yang 'ibu setengah mulia karena kerja di luar rumah' atau malah menjadi 'ibu kolot tidak terpelajar karena di rumah saja ngurus urusan dapur kasur', semua tergantung niat, kualitas diri dan keridhaan anak suami menurutku. Lets see the world, ada banyak ibu full time di

Kepada Dirimu, Hafsah.

Kepada dirimu, Ada waktu-waktu saat kita saling berbicara tentang kelu yang kita rasa bersama. Ada mata yang basah saat mengenang sedihnya menjadi perempuan seperti kita. Tapi itu dulu,  dua tiga tahun yang lalu. Kita sudah memilih berbahagia dengan banyak sekali cara, turut bergembira dan memeluk hangat, ketika kawan kita yang lebih dulu_ dan lagi-lagi_ diizinkan  Tuhan. Bukan kau atau aku. Kita sudah menyabarkan diri, memilih lebih percaya Tuhan Daripada sesak yang terus berlarut. Sesekali kembali basah, tapi tak mengapa membiarkannya  tumpah mungkin lebih baik Daripada berkarat hati dan runtuh kepercayaan padaNya, pada Tuhan yang lebih dekat daripada urat leher kita sendiri. Kau tahu?  Setiap kali aku ingin merutuki takdir, menangis sesegukan di ujung kasurku,  Saat setanku berbisik untuk mengutuk Tuhan, aku melihatmu. Duduk disampingku dengan mata sembab dan  luka yang lebih dibanding aku. Atau sekali waktu, kau datang dengan

Tahfidz Putra Darul Istiqamah Dan Surga Sebelum Surga

Air berkecipak Saling beradu pelan, syahdu dari gerakan-gerakan suara yang kutahu lebih baik dari kecipak air mandiku. Dalam gelap paling mustajab kakikaki itu pergi ke rumah tuhan. Masih dalam separuh buaian mimpi aku tahu, tuhanku juga memanggil lalu aku; dengan mata tertutup menakarnakar rindu padaNya, menghitunghitung kekuatan melawan syaithan. ______________ Sudah pukul empat pagi ketika saya mulai menulis ini, dan dari masjid masih terdengar suara imam memimpin shalat tahajjud. Tartil, merdu, indah. Percayalah, menuliskan ini butuh banyak kekuatan. Ini pertama kalinya mengenalkan kehidupan baruku kepada rumah abu-abu ini. Dan  sepotong cerita pagi tentang Tahfidz Putra Darul Istiqamah,  its more than wonderful masyaallah. Masih pukul tiga-an, ketika qadarullah saya terbangun karena sebuah mimpi. Dalam proses memperbaiki posisi tidur kembali, di waktu ketika bahkan kokok ayam belum satu pun terdengar, saya mengenal baik suarasuara air  dan langkah kaki santri-santri y