Seperti biasa, pulang kerja, lelah dan ngantuk baru sangat terasa kalau sudah sampai rumah. Setelah makan malam yang hangat bareng Oofa dan diaku, beberes sedikit, mandi dan ganti pakaian, memastikan sudah menyetor kewajiban one day one juz (odoj), saya naik ke atas rosban. Membujuk mata lebih bersabar sedikit agar mau menunggu hp yang sementara ter-charger; low bath total, sedang saya belum menyetor kewajiban odop-__-
Sambil tetap menahan mata agar tetap melek, dari luar kamar terdengar jelas suara tv yang nayangin acara Indonesia Lawyer Club. Tentang dia! Telinga saya mencoba fokus, mata pelan-pelan mulai segar. This is important, i said. Cari info tentang gimana penyelasaian dari masalah pelecehan ayat alqur'an yang dia buat. Dan lagi, ini tema tulisan tantangan ngeodop minggu ini " Berita yang lagi booming" I have to stay tune also. Saya kemudian ambil jilbab, keluar kamar dan ikut nonton bareng bapak.
Saya pun menonton, mencoba fokus dengan debat pendapat yang tumben banget alot tapi kesannya adem, tidak ada yang teriak-teriak dan sambil nunjuk. Iyya, mungkin karena ILC semalam banyakan ustad-ustadnya: orang-orang berilmu dan tahu etika. Bukan mau nyinggung SARA sih, gada niat. Hanya saja kita semua tahu, bagaimana piawainya beberapa politikus kita kalau bicara tapi banyak yang minim etika; suka teriak-teriak sambil nunjuk lawan bicara. Acara semacam ILC selalu berhasil mempertontonkan tabiat asli mereka.
Dari saling unjuk pendapat itu bisa kelihatan mana ustad-ustad dan cendekiawan-cendekiawan yang asli dan mana yang sekuler-liberal. Semuanya jago bicara, bahasanya bagus tapi ada yang tetap berpegang teguh dengan kemutlakan ayat Allah yang melarang memilih orang kafir sebagai pemimpin tapi ada juga yang bahasanya cerdas banget, sampai ada yang lancar sekali mengutip ayat-ayat alqur'an tapi menafsirkan ayat Al-Maidah : 51 secara sekuler, ngotot bahwa sikap Ahok memang keliru tapi dia cuma salah memilih diksi yang tepat sehingga orang-orang nangkapnya berbeda-beda.
Dari saling unjuk pendapat itu bisa kelihatan mana ustad-ustad dan cendekiawan-cendekiawan yang asli dan mana yang sekuler-liberal. Semuanya jago bicara, bahasanya bagus tapi ada yang tetap berpegang teguh dengan kemutlakan ayat Allah yang melarang memilih orang kafir sebagai pemimpin tapi ada juga yang bahasanya cerdas banget, sampai ada yang lancar sekali mengutip ayat-ayat alqur'an tapi menafsirkan ayat Al-Maidah : 51 secara sekuler, ngotot bahwa sikap Ahok memang keliru tapi dia cuma salah memilih diksi yang tepat sehingga orang-orang nangkapnya berbeda-beda.
Anda tahu manusia bagaimana yang paling berbahaya di muka bumi ini?
Menurut saya mereka adalah manusia-manusia cerdas yang dianugerahi Allah banyak kelebihan: Cerdas, pandai bermain kata sehingga piawai memengaruhi orang tapi hidup dengan pemahaman yang liberal, yang selalu bicara tentang kebaikan dan agama tapi seolah ingin berlepas dari batasan- batasan keagamaan itu sendiri.
Jujur, saya pernah terpesona dan terpengaruh dengan paham salah seorang yang seperti itu. Dia berbicara dengan tenang, penuh kebaikan dengan bahasa yang enak di dengar. Dia bilang begini di depan banyak sekali audience, termasuk saya.
" Masih lebih baik kita memilih pemimpin yang kafir tapi adil dan tidak korupsi, ketimbang memilih orang muslim sebagai pemimpin tapi korupsi. Kalau dia kafir, setidaknya dia merugikan dirinya sendiri,urusannya sendiri dengan Tuhan. Tapi keadilannya bermanfaat untuk orang banyak. Tapi kalau muslim, dia menguntungkan dirinya sendiri, tapi korupsinya merugikan orang banyak".
Saya kemudian mengangguk-angguk setuju, masuk diakal kataku. Melupakan ayat Allah yang jelas melarang orang kafir dijadikan pemimpin. Lama saya memegang paham tersebut sampai kemudian saya membaca beberapa artikel yang menyatakan bahwa dalam masa kepemimpinan Jokowi ada beberapa perda yang bernapas islami yang dia hapuskan. Beberapa diantaranya adalah penghapusan perda yang menghimbau berbusana muslim/ah bagi Kepala Dinas Pendidikan dan tenaga kerja serta penghapusan perda tentang pengaturan membuka warung makan, restoran dan sejenisnya saat bulan ramadhan. Perda bernapas islami mereka hapuskan dengan dalih bahwa perda-perda tersebut adalah intoleransi. Kita semua juga bisa melihat di media bagaimana seorang Ahok jika berbicara. Seolah dia mengoleksi banyak kata-kata sampah, kasar dan tidak sopan. Minus keteladanan.
Setelah menyeksamai kenyataan tersebut, sadar bahwa kita dipimpin seolah oleh rezim yang anti islam, saya kemudian beristighfar, seolah baru kejeduk sesuatu yang sangat keras dan baru bangun kemudian ingat dengan ayat Allah al-maidah: 51 ( yang tiba-tiba booming karena pernyataan Ahok yang menganggap ayat Allah ini adalah pembodohan) dan beberapa ayat yang bermakna sama. Allah tentu sudah menciptakan banyak sekali orang muslim yang berpotensi untuk dijadikan pemimpin. Yang tidak sekedar muslim tapi juga mu'min. Maka tidak ada alasan untuk memilih orang kafir sebagai pemimpin secerdas apapun mereka.
Pemilihan gubernur sebentar lagi akan dilaksanakan. Dan banyak sekali yang berharap bahwa kesalahan dalam memilih pemimpin semoga tidak terulang. Cukup sekali sejarah mencatat bahwa ibu kota negeri kita yang mayoritas muslim pernah dipimpin oleh seorang yang kafir yang amat minus keteladanan dalam berbicara.
Jangan Dia! Pokoknya jangan Dia. Semoga.
Setelah membaca tulisan ini, saya tidak peduli anda marah atau mensinisi. Semoga Allah ridha. Kesalahan yang Ahok lakukan dengan mengatakan ayat Allah adalah pembodohan bukan hanya berhenti dan termaafkan lalu boleh dilupakan begitu saja dengan menerima permintaan maafnya. Dia tidak lagi pantas menjadi pemimpin. Saya tidak mengerti hukum yang berlaku di negeri kita ini, tapi semoga Allah memberikan hukuman yang tepat kepadanya.
Kampus Arafah, shift malam.
Rabu, 12 Oktober 2016.
Comments
Post a Comment