Skip to main content

Surat Terbuka Untuk Kita

Menuliskan ini, saya malu sebenarnya. Tapi maluku dikalah dengan khawatir dan penyesalan yang mungkin saja akan memenuhiku nanti.

Bukan. Saya bukan malu karena memiliki keponakan sepupu berumur tiga tahun-an tapi berbadan bayi delapan bulan-an,  dengan kepala yang tak normal; besar, berlubang dan  menonjolkan bentuk tulang kepala yang terpotong, badan kurus kering, berperut besar, dan jauh dari kata menggemaskan, menyedihkan.

Tapi saya malu karena tak bisa membantu banyak selain menuliskan ini. Mengetahui bahwa  bapak mama bocah bayi itu yang menjaga belasan hari di RS dan sempat memakan nasi yang sudah basi, rasanya menyesakkan. Ini takdir yang terlalu pedih untuk sekadar kubayangkan saja.

Saya baru saja pulang shift siang  pukul setengah sebelas malam tadi, belum duduk malah. Dan mama menyampaikan kabar ini; Rezki kejang-kejang, muntah-muntah dengan suhu badan yang tidak normal. Badannya panas terus. Mamanya menelfon memberi kabar, terisak sedih. Padahal setelah belasan hari di RS Wahidin Makassar, mendapatkan perawatan intens sebab perutnya yang membesar dan akhirnya Senin kemarin sudah dioperasi, mereka mengira akan ada kemajuan. Duh, Allah.

Rasanya sakit sekali. Saya malu dengan mereka. Mereka berharap banyak dari keluarga kami, khususnya saya. Dan saya acuh, pura-pura lupa. Astaghfirullah.

Dari sejak berbulan yang lalu Rezki mendapat perawatan di RS Maros dan Makassar, orang rumah dan keluarga Om sudah bergantian membawakan makanan. Setidaknya orangtua Rezki tidak ikut-ikutan sakit selama menjaga. Bagaimana rasanya menjadi orang tua  yang papa dari anak penyakitan yang tak jelas kesembuhannya, bila ditambah pula dengan tak ada keluarga yang peduli dan mereka yang tak berdaya??

Dan dari sejak berbulan yang lalu pula, setelah dengan status-status singkat di whatsapp dan tulisan singkatku yang tershare, alhamdulillah mereka mendapat setidaknya  empat juta lebih sekian bantuan dari teman-teman. Dan saya tahu, ada begitu banyak doa yang mereka kirim untuk teman-teman yang membantu. Basah mata mereka ketika mengucap terima kasih, bergetar dan bersyukur pada Allah bahwa ada orang lain yang mau membantu dengan tulus padahal tak mengenal sama sekali.

Lalu kemudian, setelah minggu-minggu haru itu, mereka kembali ke kampung halaman, Ponre'-Ponre', Bone. Ke rumah tanpa listrik. Dan tidak ada lagi kabar kecuali setelah beberapa hari kemudian, bapak dari Rezki, jatuh saat bekerja dan patah tulang. Berhari-hari dirawat di rumah sakit.

Bagaimana rasanya menjadi kepala keluarga yang sudahlah menemu banyak kesusahan ekonomi , anak sakit, dan pula tak berdaya?

Dan saya yang mereka harap mencari bantuan, pura-pura tutup telinga, padahal perih sekali di hatiku. Hanya karena dalih malu meminta lagi, dalih tak tahu harus meminta bantuan kepada siapa. Padahal belum kucoba apa-apa selain mendoakan dengan doa yang entah Allah ijabah atau tidak.

Dan belasan hari yang lalu, Rezki kembali. Butuh perawatan ekstra karena perut yang membesar setelah berhari-hari dan demam yang tak kunjung turun. Peralatan di rumah sakit kampung yang jauh dari memadai, membuat Rezki mendapat rujukan langsung ke RS Makassar, bocah bayi itu membutuhkan bantuan segera. Sementara jadwal operasi keempatnya juga akhirnya tertunda sebab kondisi kesehatannya yang tak normal.

Dan selama belasan hari berat itu, orangtua mereka berharap banyak. Dititipkannya saya ponsel berisi foto-foto anak mereka yang tergeletak menyedihkan, dikirim lewat mama bapak yang bolak balik membawakan makanan. Berharap bahwa mereka kembali bisa mendapatkan bantuan. Setidaknya buat pembeli makanan, malu selalu merepotkan mama bapak. Setidaknya untuk pembeli beberapa obat yang harus ditebus, pampers, susu, dan lain-lain.

Tapi saya kembali pura-pura abai. Hanya karena dalih malu meminta orang lain kembali membantu, hanya karena dalih khawatir orang-orang akan  mencap keluarga malang mereka sebagai peminta-minta dan orang akan mencap saya orang yang tak tahu malu.

Dan demi mendengar kabar tentang kondisi Rezki hari ini, saya menuliskan ini. Dengan sepenuh doa berharap ada yang sedia membantu, pun sedikit. Sebab bantuan sedikit setidaknya bisa mengangkat  kesedihan mereka, bahwa mereka tak sendiri. Bahwa ada orang lain yang peduli pada keluarga mereka.

Saya menuliskan ini, sebab sungguh khawatir mungkin nanti akan merasa bersalah tak bisa membantu apa-apa.

Segera sembuh, Rezki sayang. Ada banyak orang yang mendoakan kehidupanmu, Nak.

_______

Ohiyya, Rezki ini Alif. Bocah bayi yang pernah kuperkenalkan pada kalian berbulan yang lalu. Nama lengkapnya memang Muhammad Rezki, tapi juga dipanggil Alif.


Selasa, 10 Oktober 207. Home. 23:42

Comments

Popular posts from this blog

Drama dalam Kepala Buibu

Assalamualaikum, rumahku... Apa kabar? masih dengan status "hidup ndak, mati ogah" yah, rumah? heheh iyya... i need you but always forget you yah. Sini peluk rumahku diriku bukuku! Eniwei, alhamdulillah, syukur yang dalam nan tulus karena Allah masih berikan kita kesempatan hidup sehat dalam keadaan masih muslim untuk ketemu Ramadhan ini; bulan penuh cinta paling hidup. Dear, rumahku. Temani saya ngobrol bout two choices yang lagi riuh pisah di kepalaku sendiri yah, here we go bismillah. Em, diskusi bout being a full mom at home atau being a working mom adalah topik yang menurutku ndak pernah etis  buat didebatkan mana yang paling mengambil peran termulia sebagai ibu dan mana yang 'ibu setengah mulia karena kerja di luar rumah' atau malah menjadi 'ibu kolot tidak terpelajar karena di rumah saja ngurus urusan dapur kasur', semua tergantung niat, kualitas diri dan keridhaan anak suami menurutku. Lets see the world, ada banyak ibu full time di...

First Pregnancy After More Than 7 Years: Sehari Setelah Mencecar Allah

Assalamualaikum, rumahku yang berdebu Hikmah pulang 😊 Apa kabarmu, rumah abu-abuku? Di sana sini menempel debu, sarang laba-laba penuh mengelabu, dinding-dinding bisu dan tak ada anak-anak baru di sini, kamu sehat? Maafkan Hikmah yang baru pulang. Sok sibuk dan menolak mengingatmu berkali-kali.   Tapi hari ini saya pulang dan mari kita saling menyapa tanpa canggung yah 😁 Here we go… “Ciee ummi tawwa maumi punya anak kedua. Deh lamanyami ummi baru ada adeknya.” “Iyye, kan tunggu Oofa bisa menyapu sendiri dulu, tunggu Oofa besar dulu supaya nanti bisa jadi guru dan teladannya adek.” Itu adalah secuil obrolan saya dengan Oofa setelah memberi tahu di Selasa shubuh (02/04) bahwa umminya hamil. Dia happy sekali akan punya adek dari ummi, meskipun tentu tetap bingung karena umminya baru hamil setelah sekian lama. Iya, perjalanan menuju delapan tahun pernikahan memang bukan waktu yang sedikit dalam menunggu kesempatan hamil meski juga bukan waktu yang te...

Tahfidz Putra Darul Istiqamah Dan Surga Sebelum Surga

Air berkecipak Saling beradu pelan, syahdu dari gerakan-gerakan suara yang kutahu lebih baik dari kecipak air mandiku. Dalam gelap paling mustajab kakikaki itu pergi ke rumah tuhan. Masih dalam separuh buaian mimpi aku tahu, tuhanku juga memanggil lalu aku; dengan mata tertutup menakarnakar rindu padaNya, menghitunghitung kekuatan melawan syaithan. ______________ Sudah pukul empat pagi ketika saya mulai menulis ini, dan dari masjid masih terdengar suara imam memimpin shalat tahajjud. Tartil, merdu, indah. Percayalah, menuliskan ini butuh banyak kekuatan. Ini pertama kalinya mengenalkan kehidupan baruku kepada rumah abu-abu ini. Dan  sepotong cerita pagi tentang Tahfidz Putra Darul Istiqamah,  its more than wonderful masyaallah. Masih pukul tiga-an, ketika qadarullah saya terbangun karena sebuah mimpi. Dalam proses memperbaiki posisi tidur kembali, di waktu ketika bahkan kokok ayam belum satu pun terdengar, saya mengenal baik suarasuara air  dan lang...