Skip to main content

Mama dan Janji Yang Kalah

Selamat malam, rumahku yang sepi…
 
Saya baru saja pulang dari shift, belum cukup sepuluh menit masuk rumah. Segera beberes dua tempat tidur, angkat Oofa yang tertidur di luar kamar setelah main kapuk sama neneknya yang lagi remake beberapa bantal dari sebuah kasur tua. Iyya, mama memang hobby sekali membuat lapangan pekerjaan untuk dirinya sendiri, selama  beliau nyaman dan bermanfaat buat orang lain, mama akan bekerja  sampai tidak ingat waktu.

Sampai sekarang, saat semua orang rumah sudah tidur karena memang sudah jam sebelas malam lewat,  mama masih ada di luar kamarnya, berjibaku dengan tiga karung kapuk yang tadi sempat kulihat sekilas sudah banyak beterbangan di ruang tamu. Saat menulis kalimat ini, dari dalam kamar saya bisa mendengar mama sedang menyapu. 

Dan kenapa saya menulis perihal itu yah? kenapa pula postingan ini berjudul lebay?

Baiklah. Sebenarnya saya tidak tahu harus menulis apa. Empat hari kemarin tidak ada satupun tulisan yang terposting. Yang ada hanya beberapa draft berjudul dengan isi yang belum selesai dan ada juga, hanya draft, judul tapi tidak ada konten. Stupid memang. Padahal ada yang sudah berjanji akan menulis setiap hari,  berjanji untuk ODOP dan bukan TDOP apalagi  sampai FDOP begini,  ada yang baca ataupun tidak. Intinya harus menulis, Minimal mengikut rulenya ODOP, menulis lima kali seminggu; Senin-Jum'at. Nyatanya dalih tak ber-ide membuat janji itu hanya janji saja. Gaya! Padahal biasanya juga menulis curhatan saja, kadang malah hanya sampah..

Jadi apa alasanku? Tidak ada. Fix, saya hanya malas menulis berarti.

Sebenarnya kemarin siang, saat mengantri lama untuk pemeriksaan USG, saya menulis panjang kali lebar, begini dan begitu. Tapi malang memang datang bahkan pada perempuan se-anu saya, tulisan panjang yang bikin pegal itu hilang tak bersisa, pun sehuruf! Karena sedang sangat khusyu’ menulis, saya tidak memerhatikan nyawa ponselku yang sudah sekian persen saja. Kemudian mati total, dan tulisanku raib.

Sedih? Tidak, hanya saja saat itu rasanya mau lansung teriak-teriak gemes. Woii gue capek nulis kenapa kamu main mati saja??! gue belum mosting tulisan sampah hueehuee. Syukurlah otakku langsung mengingatkan kalau saya sedang seruangan dengan ibu-ibu hamil, ibu-ibu yang mau periksa kondisi rahim dan bukan orang-orang yang mau periksa kondisi kejiwaan.


See you tomorrow insyaallah. 

Hanya Allah yang tahu apalagi yang dilakukan mama di dapur. Beliau memang pencari kerja sejati. Dan anak perempuannya ini yang pemalas sejati.

Jum’at, 06 Oktober 2017 II 23.34. Maros.

Comments

Popular posts from this blog

Drama dalam Kepala Buibu

Assalamualaikum, rumahku... Apa kabar? masih dengan status "hidup ndak, mati ogah" yah, rumah? heheh iyya... i need you but always forget you yah. Sini peluk rumahku diriku bukuku! Eniwei, alhamdulillah, syukur yang dalam nan tulus karena Allah masih berikan kita kesempatan hidup sehat dalam keadaan masih muslim untuk ketemu Ramadhan ini; bulan penuh cinta paling hidup. Dear, rumahku. Temani saya ngobrol bout two choices yang lagi riuh pisah di kepalaku sendiri yah, here we go bismillah. Em, diskusi bout being a full mom at home atau being a working mom adalah topik yang menurutku ndak pernah etis  buat didebatkan mana yang paling mengambil peran termulia sebagai ibu dan mana yang 'ibu setengah mulia karena kerja di luar rumah' atau malah menjadi 'ibu kolot tidak terpelajar karena di rumah saja ngurus urusan dapur kasur', semua tergantung niat, kualitas diri dan keridhaan anak suami menurutku. Lets see the world, ada banyak ibu full time di

Kepada Dirimu, Hafsah.

Kepada dirimu, Ada waktu-waktu saat kita saling berbicara tentang kelu yang kita rasa bersama. Ada mata yang basah saat mengenang sedihnya menjadi perempuan seperti kita. Tapi itu dulu,  dua tiga tahun yang lalu. Kita sudah memilih berbahagia dengan banyak sekali cara, turut bergembira dan memeluk hangat, ketika kawan kita yang lebih dulu_ dan lagi-lagi_ diizinkan  Tuhan. Bukan kau atau aku. Kita sudah menyabarkan diri, memilih lebih percaya Tuhan Daripada sesak yang terus berlarut. Sesekali kembali basah, tapi tak mengapa membiarkannya  tumpah mungkin lebih baik Daripada berkarat hati dan runtuh kepercayaan padaNya, pada Tuhan yang lebih dekat daripada urat leher kita sendiri. Kau tahu?  Setiap kali aku ingin merutuki takdir, menangis sesegukan di ujung kasurku,  Saat setanku berbisik untuk mengutuk Tuhan, aku melihatmu. Duduk disampingku dengan mata sembab dan  luka yang lebih dibanding aku. Atau sekali waktu, kau datang dengan

Bagaimanakah Besarnya Cinta Allah Padamu, Sayang?

Hokeh, ini rumah keduaku. Tempat tumpah macam cerita, juga sampah-sampah. Meski sebenarnya saya selalu berharap ada sampah yang bisa kalian daur ulang di sini, dengan bentuk yang jauh lebih baik. Pemahaman yang baru. Hari ini alhamdulillah saya berkesempatan juga jenguk Alif di RS Wahidin Makassar. Dia masih di ICU, pasca operasi Senin (091017) kemarin dia sempat sadar sehari kemudian muntah-muntah, demam tinggi dan sampai sekarang matanya belum terbuka-buka. Tapi dia merespon alhamdulillah kalau kakinya dielus, ada gerakan kecil dan lemah. Juga begitu kalau badannya dimandi, mamanya bilang dia bersuara kalau dimandi, meskipun dengan suara yang sangat lemah dan singkat. Tapi itu sudah syukur sekali kata mamanya. Badannya panas, dua kaki kecilnya  membengkak entah kenapa. Ada beberapa selang  di tubuh kecil nan ringkihnya Alif. Satu di antaranya selang yang dipasang di bawah  kulit perut; kalau tidak salah iyyah begitu kata dokternya tadi, waktu kukira selang itu dipasang di lambung.