Skip to main content

Pun Di Atas Nampan Pualam, Hantu Writer's Block Datang Juga!



Bercita-bercita menjadi seorang penulis itu jangan bayangkan bahwa orang tersebut begitu getol dan semangat menulis kapan saja. Big No!

Saya saja yang katanya ingin menyimpan harapan bapak di atas nampan pualam berkilat_ agar kelak menjadi penulis bermanfaat_ masih saja selalu didatangi hantu Writer’s Block. Entah karena alasan yang merujuk pada makna aslinya sendiri atau hanya karena alasan yang mengada-ada saja. 

Apa itu writer’s block? Selanjutnya akan kutulis WB saja yah, biar lidah tak perlu lelah.


Writer’s block adalah keadaan di mana seorang penulis tidak dapat menuangkan segala idenya ke dalam tulisan. Pikiran menjadi buntu, otak seperti tidak ada di dalam kepala dan kata-kata seperti hilang dan tidak dikenal lagi. Mungkin seperti itulah singkatnya makna WB itu, IMHO.


Dan mirisnya, hampir semua penulis pernah mengalami kedatangan hantu WB ini, dari penulis pemula sampai penulis professional. Parahnya, penulis pemula yang terkena WB ini bisa saja beranggapan bahwa dirinya memang tidak berbakat dalam bidang kepenulisan dan lain-lain sangking susahnya merangkai kata menjadi kalimat.

Menyebalkan? Yes of course! Karena saya pun, yang penulis pemula ini sering mengalaminya.
Dan bagi penulis professional, angkat topi untuk mereka yang pernah terserang WB tapi berhasil bangkit dan berperang dengan ide dan kalimat-kalimatnya sendiri!

Ketika penyakit WB itu datang, setiap penulis memiliki caranya masing-masing untuk mengobati dirinya sendiri. Ada yang siap dengan writing toolbox yang lengkap, tapi ada juga yang siap dengan perkakas-perkakas seadanya tanpa punya nama sekeren itu, asal bisa kembali menulis lagi.

Nah, saya honestly adalah penulis pemula yang punya perkakas seadanya yang kupakai untuk menyembuhkan diri sendiri dari serangan WB yang menyebalkan itu.

Membaca ulang novel-novel penulis favoritku, stalking akun selebgram bijakers macam Ummu Balqis sampai yang craziers bin lucu kek Ricis, dan berpusing-pusing ria dengan blog walking di rumah blogger idolaku macam Ruang Tengahnya Kak Rafiah Um Fathi.

Daan itu saja, saya bisa kembali menulis. Even hasilnya tentu tidak semaksimal hasil para penulis yang terkena WB dan punya writing toolbox, serah deh yang penting nulis duluu.

#eh
___

Sudah pukul berapa di rumah kalian, Pak Bu PJ?
Semoga belum Selasa yah di sana^^

#materi5KF
#tantanganlepasdariWB

Comments

Popular posts from this blog

Drama dalam Kepala Buibu

Assalamualaikum, rumahku... Apa kabar? masih dengan status "hidup ndak, mati ogah" yah, rumah? heheh iyya... i need you but always forget you yah. Sini peluk rumahku diriku bukuku! Eniwei, alhamdulillah, syukur yang dalam nan tulus karena Allah masih berikan kita kesempatan hidup sehat dalam keadaan masih muslim untuk ketemu Ramadhan ini; bulan penuh cinta paling hidup. Dear, rumahku. Temani saya ngobrol bout two choices yang lagi riuh pisah di kepalaku sendiri yah, here we go bismillah. Em, diskusi bout being a full mom at home atau being a working mom adalah topik yang menurutku ndak pernah etis  buat didebatkan mana yang paling mengambil peran termulia sebagai ibu dan mana yang 'ibu setengah mulia karena kerja di luar rumah' atau malah menjadi 'ibu kolot tidak terpelajar karena di rumah saja ngurus urusan dapur kasur', semua tergantung niat, kualitas diri dan keridhaan anak suami menurutku. Lets see the world, ada banyak ibu full time di

Kepada Dirimu, Hafsah.

Kepada dirimu, Ada waktu-waktu saat kita saling berbicara tentang kelu yang kita rasa bersama. Ada mata yang basah saat mengenang sedihnya menjadi perempuan seperti kita. Tapi itu dulu,  dua tiga tahun yang lalu. Kita sudah memilih berbahagia dengan banyak sekali cara, turut bergembira dan memeluk hangat, ketika kawan kita yang lebih dulu_ dan lagi-lagi_ diizinkan  Tuhan. Bukan kau atau aku. Kita sudah menyabarkan diri, memilih lebih percaya Tuhan Daripada sesak yang terus berlarut. Sesekali kembali basah, tapi tak mengapa membiarkannya  tumpah mungkin lebih baik Daripada berkarat hati dan runtuh kepercayaan padaNya, pada Tuhan yang lebih dekat daripada urat leher kita sendiri. Kau tahu?  Setiap kali aku ingin merutuki takdir, menangis sesegukan di ujung kasurku,  Saat setanku berbisik untuk mengutuk Tuhan, aku melihatmu. Duduk disampingku dengan mata sembab dan  luka yang lebih dibanding aku. Atau sekali waktu, kau datang dengan

Bagaimanakah Besarnya Cinta Allah Padamu, Sayang?

Hokeh, ini rumah keduaku. Tempat tumpah macam cerita, juga sampah-sampah. Meski sebenarnya saya selalu berharap ada sampah yang bisa kalian daur ulang di sini, dengan bentuk yang jauh lebih baik. Pemahaman yang baru. Hari ini alhamdulillah saya berkesempatan juga jenguk Alif di RS Wahidin Makassar. Dia masih di ICU, pasca operasi Senin (091017) kemarin dia sempat sadar sehari kemudian muntah-muntah, demam tinggi dan sampai sekarang matanya belum terbuka-buka. Tapi dia merespon alhamdulillah kalau kakinya dielus, ada gerakan kecil dan lemah. Juga begitu kalau badannya dimandi, mamanya bilang dia bersuara kalau dimandi, meskipun dengan suara yang sangat lemah dan singkat. Tapi itu sudah syukur sekali kata mamanya. Badannya panas, dua kaki kecilnya  membengkak entah kenapa. Ada beberapa selang  di tubuh kecil nan ringkihnya Alif. Satu di antaranya selang yang dipasang di bawah  kulit perut; kalau tidak salah iyyah begitu kata dokternya tadi, waktu kukira selang itu dipasang di lambung.