Kekasihmu sedang berjalan pulang, Bung.
Pada alamat kebaikan
Pada tanah yang memenuhi jejakmu
yang diudarai aroma tubuh lelaki gagah
yang di tubuhnya juga hidup bocah kecil, lugu, romantis.
Kekasihmu, entah bertemu dimana dia, detik kapan dan tetiba lututnya lemas juga dadanya penuh noktah-noktah puja. Matanya terang menatap lelaki sekaligus bocah itu. Dia saja di pantulan lensa coklatnya.
Aiih, perempuanmu berjalan tergesa, pulang dengan komat kamit doa!
Kekasihmu menggila karena dia, Bung!
Ditekannya rindu yang bergeliat melompat-lompat,
Menderu memerdu di dadanya.
Di kepalanya terbayang purna lelaki bocah itu; senyum, suara juga aroma tubuh yang saban terang , saban gelap tak malas dia hirupi dengan cinta.
Dengan senyum malu-malu tapi pelak.
Aiihh, kekasihmu jatuh cinta lagi, Bung!!
Di kepalanya penuh pula canda dan gelak tawa juga cegukan yang memotong tawa itu setiap kali terbahak cekikin.
Ketawanya lelaki bocah itu unik, seksi didengarnya.
Dengarlah, Bung!
Bilakah tiba tubuh kekasihmu di haribaanmu, peluk kencang dia.
Peluk hingga susah paru-parunya memompa udara.
Ciumi dia berkali dengan sayang pula doa-doa.
Agar berkah, agar selamat.
Agar tak pergi.
Sebab lelaki bocah itu yang dicintainya sejunjung bapak mamaknya adalah lelaki dari tanah Gowa. Tanah raja-raja.
: Kamu.
sebuah puisi dari aku yang sebentar lagi mati ditikam rindu dalam perjalanan sekencang angin, duhai Qawwamku.
Sabtu, 15 Juli 2017||21:52
Mobil, pulang dari RS Bunda.
Comments
Post a Comment