“Kemarin
ada lagi yang bertanya, kenapa aku membiarkan istriku tidak memakai cadar?” dia
menatapmu tenang, tapi dalam. Seketika tanganmu berhenti terangkat, aku manyun.
Air mukamu berubah, tapi sebentar saja, sekali lirik sudah kembali normal. Palsu!
Aiih,
perang mungkin saja akan pecah sepagi ini!
“kapan? Dimana?” tanyamu tenang,
mencoba menatap matanya. Dan kamu mengacuhkanku.
Aku
tahu, kamu menotice penggunaan kata “cadar” yang digunakan si penanya,
alih-alih menggunakan kata “niqab” seperti seorang penanya di akhir Ramadhan kemarin. Wah, berarti ada
dua orang berbeda dengan satu pertanyaan yang sama! Hebbatt!
“di
aqiqahan kemarin. Dia bertanya apa aku punya dalil atau sekedar dalih untuk
membiarkanmu tak memakai cadar di zaman yang berat ini.” Jawabnya lancar,
sambil tetap menatap matamu dengan tenang. Aih, ada kilat yang aneh di
matanya, aku tahu!
“siapa?”
beberapa detik kamu diam dan hanya bertanya siapa? Heleh… eh tapi mimikmu
bagus!
“sama seperti yang dulu, kamu
tidak usah tahu. Aku menjawabnya, bahwa sekarang istriku masih sedang kuliah,
dia khawatir da’wahnya akan sulit diterima jika bercadar.” Hem, jawaban yang
persis alasanmu…aku melirikmu. Kamu tersenyum kecil, berterimakasih.
Dia
kemudian beranjak dari hadapan kita. Bahumu merosot, sedari tadi kamu sudah
menahan napas karena obrolan cadar-cadar itu. Aku tahu kamu belum siap, atau
belum mau untuk saat ini. Tapi juga kasihan dengan suamimu yang seorang ustadz
dan sudah beberapa kali diserang dengan pertanyaan seperti itu.
Siapa
pula mereka yang terlalu peduli dengan urusan surga kalian? Bukankah bercadar
itu sunnah?? Duduhh,
aku mulai ikut-ikutan seperti setan terkutuk saja, maaf!!
Tapi
di hatimu, aku tahu benar bahwa kamu selalu kagum dengan orang yang bercadar. Di
matamu mereka indah, terhormat dan anggun. Aku tahu kamu selalu ingin seperti
mereka. Tak menjadi penambah dosa bagi suamimu kalau-kalau langkahmu keluar
rumah diikuti setan.
“maaf,
Sayang. Tidak sekarang. Ada janji yang harus kutepati dulu dengan seseorang. Bantu
aku untuk patuh sampai aku siap, sampai dia tiada, sampai luka itu sembuh.” lirih
kamu berucap di hadapanku.
Dan
kamu menatapku tidak berselera lagi, arrgghhhh kenapa pula kamu campurkan aku
dengan ayam suir-suir ini???! Kalau saja hanya bawang, garam dan penyedap rasa
saja, ibumu pasti akan memakanku!
Nasibku, Tuhaaann! Basii atau akan berakhir kotor, hancur di perut ayam ;(
Rabu,
12 Juli 2017
Breakfast
time yang nganu…
Comments
Post a Comment