Skip to main content

Maka Nikmat Tuhanmu Yang Manakah Yang Kamu Dustakan??

Untuk shubuh yang ke sekian kali, untuk pagi yang yang bisa kusapa secepat ini, untuk mata yang terbuka, juga kepatuhan mereka, alhamdulillah ala kulli haal...

Sungguh-sungguh alhamdulillah.

Bahwa Allah mengantarkan aku pada hari-hari yang nyaris penuh dengan cerita mereka saja. Segala riak, beberapa ombak,   semua tawa, juga berkah-berkah yang sepenuh pengharapan bisa kuperoleh lewat amalan bersama mereka.

Working here, i know, this place just all about love, care, and hope that we  can together till Jannah.

Bekerja selama hampir lima tahun di sini, bohong kalau aku tidak pernah merasa capek dan bosan. I felt it. Bahkan beberapa bulan di awal  menjadi sahabat sekaligus ummi buat mereka, beberapa kali kudapati diriku yang menangis tersedu sendirian di kamar musyrifah, di jalan bahkan di hammam (kamar mandi) jika rasanya sudah sangat sakit dan aku butuh buat menangis keras.

Being their sister, friend and mother is not easy sometimes. Honestly.

Of course, karena santri-santriku adalah remaja sehat. Mereka aktif dengan berbagai macam karakter dan kebiasaan. Maka usaha juga doa-doa dari orangtua, keluarga, sesama teman, dari asatidzah dan ustadzaat  adalah menjadi sesuatu yang kuharap_kami semua berharap_ akan selalu menjaga mereka dari waktu ke waktu.

Menuliskan tentang hari-hariku di sini bersama ratusan santri, aish itu bakal membuat jari-jariku kelelahan berolahraga. Terlalu panjang, terlalu banyak, dan banyak hal yang takkan bisa abadi dengan rangkaian huruf saja.

Ohiyya, tiga foto yang ingin kupajang di dinding rumahku shubuh ini adalah foto saat ratusan anak-anakku sedang shalat tahajjud yang sebelumnya sudah  mandi dan berseragam di asrama pukul 02an tadi.

Satunya lagi foto selepas shalat tahajjud, kajian kitab Aqidah bersama ustad.

Setiap kali melihat mereka dalam keadaan seperti itu, shalat, belajar, mengaji, adzkar, bermain, bercanda, berolahraga, makan di math'am, tampil di depan teman-teman mereka, rasa-rasanya tak ada ni'matNya yang tak bisa kusyukuri.

Mereka tampak tak ada dosa. Tak pernah bikin pusing, tak pernah bikin capek. Just the way they are...

Semoga Allah berkahi semuanya. Semoga Allah menyayangi kami, semoga Allah pertemukan di surgaNya kelak.

*saat nyaris selesai kutuliskan ini, mereka sedang sarapan. Juga ada yang masih mengantri, sahur. Jadwal sarapan kami memang pukul 04.20, selepas tahajjud dan kajian. Begitu setiap hari

Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan??

Kamis, 20 Juli 2017||04.55
Pagi di Sekolah Putri Darul Istiqamah




Comments

Popular posts from this blog

Drama dalam Kepala Buibu

Assalamualaikum, rumahku... Apa kabar? masih dengan status "hidup ndak, mati ogah" yah, rumah? heheh iyya... i need you but always forget you yah. Sini peluk rumahku diriku bukuku! Eniwei, alhamdulillah, syukur yang dalam nan tulus karena Allah masih berikan kita kesempatan hidup sehat dalam keadaan masih muslim untuk ketemu Ramadhan ini; bulan penuh cinta paling hidup. Dear, rumahku. Temani saya ngobrol bout two choices yang lagi riuh pisah di kepalaku sendiri yah, here we go bismillah. Em, diskusi bout being a full mom at home atau being a working mom adalah topik yang menurutku ndak pernah etis  buat didebatkan mana yang paling mengambil peran termulia sebagai ibu dan mana yang 'ibu setengah mulia karena kerja di luar rumah' atau malah menjadi 'ibu kolot tidak terpelajar karena di rumah saja ngurus urusan dapur kasur', semua tergantung niat, kualitas diri dan keridhaan anak suami menurutku. Lets see the world, ada banyak ibu full time di

Kepada Dirimu, Hafsah.

Kepada dirimu, Ada waktu-waktu saat kita saling berbicara tentang kelu yang kita rasa bersama. Ada mata yang basah saat mengenang sedihnya menjadi perempuan seperti kita. Tapi itu dulu,  dua tiga tahun yang lalu. Kita sudah memilih berbahagia dengan banyak sekali cara, turut bergembira dan memeluk hangat, ketika kawan kita yang lebih dulu_ dan lagi-lagi_ diizinkan  Tuhan. Bukan kau atau aku. Kita sudah menyabarkan diri, memilih lebih percaya Tuhan Daripada sesak yang terus berlarut. Sesekali kembali basah, tapi tak mengapa membiarkannya  tumpah mungkin lebih baik Daripada berkarat hati dan runtuh kepercayaan padaNya, pada Tuhan yang lebih dekat daripada urat leher kita sendiri. Kau tahu?  Setiap kali aku ingin merutuki takdir, menangis sesegukan di ujung kasurku,  Saat setanku berbisik untuk mengutuk Tuhan, aku melihatmu. Duduk disampingku dengan mata sembab dan  luka yang lebih dibanding aku. Atau sekali waktu, kau datang dengan

Bagaimanakah Besarnya Cinta Allah Padamu, Sayang?

Hokeh, ini rumah keduaku. Tempat tumpah macam cerita, juga sampah-sampah. Meski sebenarnya saya selalu berharap ada sampah yang bisa kalian daur ulang di sini, dengan bentuk yang jauh lebih baik. Pemahaman yang baru. Hari ini alhamdulillah saya berkesempatan juga jenguk Alif di RS Wahidin Makassar. Dia masih di ICU, pasca operasi Senin (091017) kemarin dia sempat sadar sehari kemudian muntah-muntah, demam tinggi dan sampai sekarang matanya belum terbuka-buka. Tapi dia merespon alhamdulillah kalau kakinya dielus, ada gerakan kecil dan lemah. Juga begitu kalau badannya dimandi, mamanya bilang dia bersuara kalau dimandi, meskipun dengan suara yang sangat lemah dan singkat. Tapi itu sudah syukur sekali kata mamanya. Badannya panas, dua kaki kecilnya  membengkak entah kenapa. Ada beberapa selang  di tubuh kecil nan ringkihnya Alif. Satu di antaranya selang yang dipasang di bawah  kulit perut; kalau tidak salah iyyah begitu kata dokternya tadi, waktu kukira selang itu dipasang di lambung.