Skip to main content

Kesenangan Nyampah



Ba’da shubuh tadi, selepas melengkapi up date rekapan tilawah teman-teman LIBAR, saya mengunjungi group share link teman-teman odop dan kemudian blog walking.

Saya meringis, melihat link-link postingan yang bukan milikku. Padahal saya sendiri yang menulis no more excuse untuk tidak menulis setiap hari. Dan melempar alasan, hanya akan mengumumkan betapa kerdilnya pemilik blog ini. 

Saya mengunjugi blog teh Ibunk, Mbak Mabruroh Qasim. Mbak yang pernah ngejapri saya dengan sangat manis nan bijak untuk mengingatkan agar memerhatikan tanda baca dan typo dalam tulisanku, agar pembaca nyaman ketika membaca_and I’m very thankful for reminder_Salah satu bunda odop yang masya Allah semua tulisan-tulisannya. Manis, mengalir dan berhikmah dalam semua bentuk tulisannya; fiksi non fiksi. Tulisan beliau yang saya baca berjudul “Hikmah Tulisan Sampah”

Saya tidak akan mereview tulisan singkat nan padat milik bunda keren itu, saya hanya akan bilang betapa jauhnya mutu tulisanku dengan tulisan-tulisan beliau. Betapa sempit niatku dalam menghasilkan sebuah tulisan, betapa sedikit usaha yang kulakukan untuk memperbaiki kualitas tulisan-tulisanku. Padahal sebuah tulisan, bagaimanapun pasti akan ada yang membacanya dan sangat berpotensi memberikan pengaruh bagi yang membaca. Jika positif tentu akan menjadi pahala bagi yang menulis. Tapi bagaimana jika sebaliknya? memberikan pengaruh negatif atau memancing marah yang membacanya?

Atau mungkin menemui nasib; fiksi tanpa pesan, puisi tanpa makna. Tulisan-tulisan yang ada dan tiadanya sama saja. Tidak berarti apa-apa. Sampah saja.

Entah, paham seperti itu sudah lama tertanam di kepalaku tapi ternyata tidak memberikan pengaruh yang banyak bagi mutu tulisanku. Setiap kali berkunjung di rumah kawan-kawan blogger, selalu kudapati diriku yang harus meringis malu tertunduk. Betapa besar ruh yang ada dalam tulisan-tulisan mereka, hingga membuat saya bertanya; apakah tulisan-tulisanku memberikan sesuatu bagi pembaca? Apakah ada pesan yang mereka maknai dengan positif?atau apakah selama ini saya hanya kesenangan nyampah?

Menulis, untuk menjadikannya menjadi semakin baik maka yang memang harus dilakukan adalah mulai menulis apa saja. Dari hal-hal sederhana, dari apa yang sedang kita rasa, dari cerita apa saja. 

Lalu kemudian, semakin sering kita menulis, semakin sadar kita, betapa kata-kata bisa hidup di mana saja dan bisa menjadi sesuatu yang menggerakkan sesiapa. Maka seyogyanya, mutu tulisan kita menjadi semakin baik, semakin memberi manfaat bagi yang membaca.

Maka semoga, tulisanku juga bermetamorfosis seperti itu. Biasa saja lalu kemudian semakin baik.

Jum’at, 10 Maret 2017
sepulang shift malam

#onedayonepost

Comments

Popular posts from this blog

Kepada Dirimu, Hafsah.

Kepada dirimu, Ada waktu-waktu saat kita saling berbicara tentang kelu yang kita rasa bersama. Ada mata yang basah saat mengenang sedihnya menjadi perempuan seperti kita. Tapi itu dulu,  dua tiga tahun yang lalu. Kita sudah memilih berbahagia dengan banyak sekali cara, turut bergembira dan memeluk hangat, ketika kawan kita yang lebih dulu_ dan lagi-lagi_ diizinkan  Tuhan. Bukan kau atau aku. Kita sudah menyabarkan diri, memilih lebih percaya Tuhan Daripada sesak yang terus berlarut. Sesekali kembali basah, tapi tak mengapa membiarkannya  tumpah mungkin lebih baik Daripada berkarat hati dan runtuh kepercayaan padaNya, pada Tuhan yang lebih dekat daripada urat leher kita sendiri. Kau tahu?  Setiap kali aku ingin merutuki takdir, menangis sesegukan di ujung kasurku,  Saat setanku berbisik untuk mengutuk Tuhan, aku melihatmu. Duduk disampingku dengan mata sembab dan  luka yang lebih dibanding aku. Atau sekali waktu, kau datang dengan

Drama dalam Kepala Buibu

Assalamualaikum, rumahku... Apa kabar? masih dengan status "hidup ndak, mati ogah" yah, rumah? heheh iyya... i need you but always forget you yah. Sini peluk rumahku diriku bukuku! Eniwei, alhamdulillah, syukur yang dalam nan tulus karena Allah masih berikan kita kesempatan hidup sehat dalam keadaan masih muslim untuk ketemu Ramadhan ini; bulan penuh cinta paling hidup. Dear, rumahku. Temani saya ngobrol bout two choices yang lagi riuh pisah di kepalaku sendiri yah, here we go bismillah. Em, diskusi bout being a full mom at home atau being a working mom adalah topik yang menurutku ndak pernah etis  buat didebatkan mana yang paling mengambil peran termulia sebagai ibu dan mana yang 'ibu setengah mulia karena kerja di luar rumah' atau malah menjadi 'ibu kolot tidak terpelajar karena di rumah saja ngurus urusan dapur kasur', semua tergantung niat, kualitas diri dan keridhaan anak suami menurutku. Lets see the world, ada banyak ibu full time di

Tahfidz Putra Darul Istiqamah Dan Surga Sebelum Surga

Air berkecipak Saling beradu pelan, syahdu dari gerakan-gerakan suara yang kutahu lebih baik dari kecipak air mandiku. Dalam gelap paling mustajab kakikaki itu pergi ke rumah tuhan. Masih dalam separuh buaian mimpi aku tahu, tuhanku juga memanggil lalu aku; dengan mata tertutup menakarnakar rindu padaNya, menghitunghitung kekuatan melawan syaithan. ______________ Sudah pukul empat pagi ketika saya mulai menulis ini, dan dari masjid masih terdengar suara imam memimpin shalat tahajjud. Tartil, merdu, indah. Percayalah, menuliskan ini butuh banyak kekuatan. Ini pertama kalinya mengenalkan kehidupan baruku kepada rumah abu-abu ini. Dan  sepotong cerita pagi tentang Tahfidz Putra Darul Istiqamah,  its more than wonderful masyaallah. Masih pukul tiga-an, ketika qadarullah saya terbangun karena sebuah mimpi. Dalam proses memperbaiki posisi tidur kembali, di waktu ketika bahkan kokok ayam belum satu pun terdengar, saya mengenal baik suarasuara air  dan langkah kaki santri-santri y