Skip to main content

The Truth : Behind The Scene Seorang Hikmah di SPIDI

Assalamualaikum, rumah sepiku. Selamat malam.

Saya sedang di dorm sekarang, kamar musyrifah tepatnya. Hari ini kebagian shift malam. Yah, pacarku of course kutinggal di rumah, jatahnya Oofa tidur berdua dengan abbanya tersayang; mengambil posisiku.

Sudah pukul 23.10, harusnya saya sudah lelap dari tadi, tapi terlalu banyak yang ribut di kepalaku dan rasanya harus kutumpah saja, dan bila belepotan... setidaknya suara-suara itu sudah ada di sini.

I'm going to talk about what i have done here, no, what i do here i mean.

Sebelum kujembreng suara-suara di kepalaku, saya mau bilang bahwa, hanya Allah yang tahu betapa saya bangga ada di sini, sebagai bagian dari sekolah putri almamaterku.

Sebagai seseorang yang melihat langsung betapa besar jihad  guru-guruku terus bertahan dan bertumbuh dengan segala progres perbaikan agar bisa fight dengan zaman yang masyaallah ini... tapi tetap berdiri di atas syariat.

Easy? Absolutely not. Saya bakal bicara di sini sesuai dengan isi kepalaku saja : The truth.
Perkembangan zaman yang terlalu cepat, latar belakang sosial, serta harapan-harapan orangtua dan ummat, bikin semua hal menjadi begitu kompleks dan butuh banyak formula biar kami berdiri kuat. Biar mereka, anak-anak kami bisa bertumbuh bahagia lagi shalihah.

Dan syukurlah bahwa visi misi yang kami punya not just a mission, but really a big mission. Character building, penguatan aqidah dan kebermanfaatan ummat yang akhirnya kepada Allahlah semua kami tujukan. Itu yang paling indah berada di sini, sungguh.

Easy?? Again, absolutely  not. Bukan hidup namanya kalau mudah-mudah saja, kan? Tapi juga bukan susah menyesakkan, Big no. Alhamdulillah lebih banyak mudahnya, meski of course, jalan yang kami tempuh kadang berbatu-batu juga. Terlebih saya dan teman-teman sedivisi keasramaan yang lain; we are   teacher, mom, friend, sister, and doctor. Meski pelayanan dokter dan bagian kesehatan lain juga ada, tapi menjadi ummi di rumah besar, membuat kami juga harus pandai-pandai mengurus yang sakit.

Di antara semua spidians, kamilah yang paling banyak menghabiskan waktu bersama mereka. And absolutely yes, kami lebih banyak melihat sisi dan kepribadian anak-anak kami. Melihat berbagai macam perilaku perkembangan dan ikut merasakan berbagai keadaan pula perasaan mereka.

Kami yang menidurkan; mengingatkan untuk bersih-bersih sebelum tidur, baca doa dan dzikir sebelum tidur, kami juga yang membangunkan mereka di pukul dua dini hari, mengingatkan baca doa bangun tidur sambil usap-usap kepala satu demi satu, atau sometimes sambil tepuk-tepuk paha atau lengan mereka kalau kadung nyenyak tidurnya sementara jam penguncian gerbang asrama (pukul 03.15) sudah dekat dan mereka belum mandi dan berseragam. Sementara mereka juga harus  ikut shalat tahajjud berjama'ah di masjid, kajian kitab, sarapan, shalat shubuh, kajian dan directly go to school.

I remind you again, tulisan ini adalah the truth; behind the scenenya seorang Hikmah di tempat kerja.

Dengan rangkaian daily activity yang dimulai dini hari itu, rehat sejenak setelah pulang sekolah, mandi dan bersiap keluar asrama sebelum adzan ashar,_ penguncian asrama pukul 03.15 sore_ bersantai di luar asrama atau menghafal dan belajar mandiri sebelum shalat jamaah ashar, kajian kitab, english club, makan malam di pukul 17.00 sore sampai sebelum maghrib.
Setelah makan malam di sore hari itu, mereka akan menghabiskan waktu sambil menunggu maghrib di lapangan, taman, atau gazebo-gazebo dan itu berlangsung selama tujuh hari dalam seminggu sepanjang tahun
Dan trust me,  kadang nyaris tidak masuk di logikaku sendiri;  hei, mereka masih remaja dan mereka nyata melalui semua aktifitas itu sepanjang tahun selama mereka ada di sini!

Begitu-begitu saja aktifitasnya? Monoton??

Santai, tidak juga, Kawan. Ada formula yang diramu dan senantiasa didoakan bermanfaat buat mereka lewat kegiatan club-club belajar, porseni, Muhadharah Syahriah (pentas seni dan da'wah santri), berbagai ekskul, berbagai tema PJBL, study tour yang over seas ke beberapa negara, umrah bareng dan outing class ke berbagai perusahaan, Bank,  tempat wisata, instansi pendidikan, students exchange ke sister school di Bandung dan Bogor. Yang kemudian, dari semua macam  aktifitas itu mereka punya puluhan hingga ratusan cerita berbeda, ilmu baru, pengalaman dan kawan-kawan baru lagi.

Belum lagi berbagai  lomba internal dan olimpiade-olimpiade akademik serta olahraga yang mereka ikuti, bersaing dengan sekolah-sekolah lain. Semuanya membuat mereka hidup. Tumbuh dengan banyak pengalaman.

Tapi kehidupan di SPIDI bukan hanya tentang bejibun kegiatan saja. Menjadi seorang Hikmah di "sekolah rumah" itu, berarti kesempatan menerima banyak sekali hal baru. Melihat banyak sekali wajah.

Saya harus selalu sadar bahwa santri-santriku adalah manusia utuh. Mereka remaja-remaja yang tumbuh sehat alhamdulillah.
Mereka mengoleksi banyak sekali tingkah laku, perasaan dan cerita.

Saya melihat mereka meninggalkan asrama dengan membawa bundelan mukena, kitab, dan alqur'an, memakai ciput dan kos kaki.  Anggun menenangkan dipandang. Dan di kali yang lain, saya  harus melihat mereka terlambat keluar asrama, lupa pakai ciput dan kos kaki dan tidak siap dengan bundelan mukena, dengan berbagai alasan.

Saya melihat mereka mengikuti berbagai kegiatan dengan mata yang cerah bersemangat, di kali yang lain saya melihat mereka lesu dan tak bergairah.

Saya melihat banyak pelukan hangat, gandengan mesra, mata-mata yang rindu dan kehangatan yang manis setiap kali hari kunjungan keluarga; Sabtu dan Ahad.

Saya melihat mereka sehat bugar, berjalan berlarian, tersenyum setiap kali menyapa, tapi di kali yang lain saya harus melihat mereka di atas rosban dengan wajah yang pucat, dan suhu tubuh yang tak normal.

Saya mendengar bisik-bisik mereka di telingaku dan bilang dengan wajah yang malu-malu bahwa mereka dapat haid untuk pertama kali. Lalu mereka akan berhussh melarang memberi tahu siapa pun, meski kemudian akan terdengar juga kabar itu di sekolah rumah kami. Bukan, bukan saya yang mengumumkannya, tapi kawan-kawan sekamar dan sekelas yang heboh seru-seruan dengan kabar "cieee masyaallah si ngana anak gadis baru..."

Saya melihat mereka bergembira, senyum-senyum manis, tertawa cekikian hingga yang paling gaduh. Dan di kali yang lain, saya melihat mereka berdiam, memisahkan diri dari keramaian, mata yang berkaca-kaca hingga menangis terisak-isak dan saya harus mendengar keluh kesah mereka, memberi penguatan, memberi analogi-analogi, solusi, atau sekadar candaan-candaan konyol agar mereka merasa agak baikan. Tapi dalam beberapa keadaan saya harus  memeluk mereka dengan hati yang sakit.

Tiap anak nyaris sama kasusnya; rindu orangtua dan permasalahan antar kawan. Tapi beberapa kasus, saya terkadang harus memeluk lebih erat, dan meneteskan air mata dengan pertanyaan-pertanyan, "mengapa seusia mereka diberi ujian seberat ini? mengapa sebelia mereka harus terluka sebab orangtua? bagaimana rasanya menjadi anak ini? Dan berbagai pertanyaan-pertanyaan lain.

Sama seperti dunia dewasa, mereka juga tertawa dan menangis dengan banyak sekali sebab. Tapi yang berbeda adalah, mereka manusia-manusia kecil baik yang  meski marah dan menangis, mereka akan tetap memaafkan dan kembali berteman karib.

Berbeda dengan dunia dewasa yang terlalu banyak gengsi dan keegoisan.

Tidak terhitung berapa banyak dari mereka yang biasanya berdebat, saling tak berbicara, hingga ada yang menangis. Tapi beberapa jenak waktu, mereka akan kembali kelihatan berkawan. Keluar asrama bersama, berkeliling kampus bersama, ke math'am dan masjid bersama bahkan melanggar satudua kali peraturan waktu asrama, pula bersama.

Saya melihat mereka tumbuh perlahan tapi pasti. Ada yang pertama masuk masih kurus kecil, lalu berbulan kemudian akan nampak lebih tinggi dan berisi. Ada yang masuk dengan muka banyak bruntusan dan tak terawat, lalu berbulan-bulan kemudian menjadi cerah dan agak bersih, mungkin karena shalat mereka lebih terjaga dan  nyaris tak ada asap kendaraan yang masuk ke dalam kampus kami. Sebab mobil-mobil berbagai merk yang dipunya keluarga mereka tak boleh lebih jauh dari area parkir yang sudah disediakan setiap hari kunjungan, kecuali satu dua kendaraan yang sudah memiliki izin.

Saya melihat mereka tumbuh perlahan tapi pasti. Yang awalnya kelihatan biasa-biasa saja dan tidak menonjol, bahkan cengeng di bulan-bulan pertama, lalu di bulan-bulan selanjutnya ternyata tampil sebagai daiyah terbaik, atau shahibul masjid, atau pemenang berbagai olimpiade-olimpiade sains dan matematika, atau andalan di berbagai lomba kreatifitas dan kesenian.

Itu baru cerita tentang mereka, belum cerita tentang harmoni dan romantisme kekeluargaan yang saya rasakan dari teman-teman kerja rasa saudara.
Belum berbagai pengalaman dan kesempatan belajar yang saya dapatkan.

Lalu melihat dan merasakan semua itu, menjadi bagian dari kehidupan mereka dan spidi selama empat tahun lebih, bagaimana bisa  sayang itu tidak tumbuh?

Bahkan penuh. Menjadi duniaku.

_______

Comments

Popular posts from this blog

Kepada Dirimu, Hafsah.

Kepada dirimu, Ada waktu-waktu saat kita saling berbicara tentang kelu yang kita rasa bersama. Ada mata yang basah saat mengenang sedihnya menjadi perempuan seperti kita. Tapi itu dulu,  dua tiga tahun yang lalu. Kita sudah memilih berbahagia dengan banyak sekali cara, turut bergembira dan memeluk hangat, ketika kawan kita yang lebih dulu_ dan lagi-lagi_ diizinkan  Tuhan. Bukan kau atau aku. Kita sudah menyabarkan diri, memilih lebih percaya Tuhan Daripada sesak yang terus berlarut. Sesekali kembali basah, tapi tak mengapa membiarkannya  tumpah mungkin lebih baik Daripada berkarat hati dan runtuh kepercayaan padaNya, pada Tuhan yang lebih dekat daripada urat leher kita sendiri. Kau tahu?  Setiap kali aku ingin merutuki takdir, menangis sesegukan di ujung kasurku,  Saat setanku berbisik untuk mengutuk Tuhan, aku melihatmu. Duduk disampingku dengan mata sembab dan  luka yang lebih dibanding aku. Atau sekali waktu, kau datang dengan

Drama dalam Kepala Buibu

Assalamualaikum, rumahku... Apa kabar? masih dengan status "hidup ndak, mati ogah" yah, rumah? heheh iyya... i need you but always forget you yah. Sini peluk rumahku diriku bukuku! Eniwei, alhamdulillah, syukur yang dalam nan tulus karena Allah masih berikan kita kesempatan hidup sehat dalam keadaan masih muslim untuk ketemu Ramadhan ini; bulan penuh cinta paling hidup. Dear, rumahku. Temani saya ngobrol bout two choices yang lagi riuh pisah di kepalaku sendiri yah, here we go bismillah. Em, diskusi bout being a full mom at home atau being a working mom adalah topik yang menurutku ndak pernah etis  buat didebatkan mana yang paling mengambil peran termulia sebagai ibu dan mana yang 'ibu setengah mulia karena kerja di luar rumah' atau malah menjadi 'ibu kolot tidak terpelajar karena di rumah saja ngurus urusan dapur kasur', semua tergantung niat, kualitas diri dan keridhaan anak suami menurutku. Lets see the world, ada banyak ibu full time di

Tahfidz Putra Darul Istiqamah Dan Surga Sebelum Surga

Air berkecipak Saling beradu pelan, syahdu dari gerakan-gerakan suara yang kutahu lebih baik dari kecipak air mandiku. Dalam gelap paling mustajab kakikaki itu pergi ke rumah tuhan. Masih dalam separuh buaian mimpi aku tahu, tuhanku juga memanggil lalu aku; dengan mata tertutup menakarnakar rindu padaNya, menghitunghitung kekuatan melawan syaithan. ______________ Sudah pukul empat pagi ketika saya mulai menulis ini, dan dari masjid masih terdengar suara imam memimpin shalat tahajjud. Tartil, merdu, indah. Percayalah, menuliskan ini butuh banyak kekuatan. Ini pertama kalinya mengenalkan kehidupan baruku kepada rumah abu-abu ini. Dan  sepotong cerita pagi tentang Tahfidz Putra Darul Istiqamah,  its more than wonderful masyaallah. Masih pukul tiga-an, ketika qadarullah saya terbangun karena sebuah mimpi. Dalam proses memperbaiki posisi tidur kembali, di waktu ketika bahkan kokok ayam belum satu pun terdengar, saya mengenal baik suarasuara air  dan langkah kaki santri-santri y