Skip to main content

Hei, Kamu

Hei, Kamu
Yang wajahnya lekat di ingatanku.
Dan suaranya sudah seirama dengan detak jantungku, saking terlalu seringnya frekuensi suaramu menggangguku.
Aku ingin bilang.

: aku memaafkanmu. Aku ingin.
Aku sedang membujuk kepalaku untuk mengabaikan kalimat-kalimatmu.

Hidup di keluarga yang biasa-biasa saja membuatku tak biasa dengan kata-kata menyakitkanmu. Tapi tak mengapa, mungkin karena dari keluarga yang biasa-biasa saja, aku hanya terbiasa dengan kata maaf dan merelakan.

Perempuan tua di rumahku adalah perempuan yang paling sering marah, tidak makan saja aku akan dimarahi sedemikian rupa.

Tapi perempuan tua itu pula yang paling setia memberiku keteladanan, tentang ketulusan dan berkasih sayang kepada siapa saja. Tak peduli siapa, apa dan bagaimana-bagaimananya.

Jadi, hei, kamu...
Kata-katamu menyakitiku di sana-sini, tapi tak mengapa, mungkin kamu sedang bad mood, atau mungkin memang begitulah kamu; asal nyeblak bahasa inggrisnya.

Mungkin Tuhan mau ajar aku untuk lebih menjaga lidahku. Mungkin, aku juga banyak menyakiti orang dengan ngasal nyeblak.

Terima kasih yah sudah kasar, semoga aku ingat untuk tetap ingat ini. Agar tidak ada orang yang kusakiti juga hatinya, seperti hatiku. Kasihan kalau begitu. Tak bisa tenang seperti kepalaku ini.

Terakhir, Aku ingin tetap menjadi saudaramu sebab di rumahku, ada perempuan tua yang selalu bilang; jangan terlalu banyak drama, hidup ini sebentar saja, berkawanlah dengan setia.

Selamat malam, Kamu :)

*

Selasa, 28 November 2017. 23.39. Dorm.

Comments

Popular posts from this blog

Kepada Dirimu, Hafsah.

Kepada dirimu, Ada waktu-waktu saat kita saling berbicara tentang kelu yang kita rasa bersama. Ada mata yang basah saat mengenang sedihnya menjadi perempuan seperti kita. Tapi itu dulu,  dua tiga tahun yang lalu. Kita sudah memilih berbahagia dengan banyak sekali cara, turut bergembira dan memeluk hangat, ketika kawan kita yang lebih dulu_ dan lagi-lagi_ diizinkan  Tuhan. Bukan kau atau aku. Kita sudah menyabarkan diri, memilih lebih percaya Tuhan Daripada sesak yang terus berlarut. Sesekali kembali basah, tapi tak mengapa membiarkannya  tumpah mungkin lebih baik Daripada berkarat hati dan runtuh kepercayaan padaNya, pada Tuhan yang lebih dekat daripada urat leher kita sendiri. Kau tahu?  Setiap kali aku ingin merutuki takdir, menangis sesegukan di ujung kasurku,  Saat setanku berbisik untuk mengutuk Tuhan, aku melihatmu. Duduk disampingku dengan mata sembab dan  luka yang lebih dibanding aku. Atau sekali waktu, kau datang dengan

Drama dalam Kepala Buibu

Assalamualaikum, rumahku... Apa kabar? masih dengan status "hidup ndak, mati ogah" yah, rumah? heheh iyya... i need you but always forget you yah. Sini peluk rumahku diriku bukuku! Eniwei, alhamdulillah, syukur yang dalam nan tulus karena Allah masih berikan kita kesempatan hidup sehat dalam keadaan masih muslim untuk ketemu Ramadhan ini; bulan penuh cinta paling hidup. Dear, rumahku. Temani saya ngobrol bout two choices yang lagi riuh pisah di kepalaku sendiri yah, here we go bismillah. Em, diskusi bout being a full mom at home atau being a working mom adalah topik yang menurutku ndak pernah etis  buat didebatkan mana yang paling mengambil peran termulia sebagai ibu dan mana yang 'ibu setengah mulia karena kerja di luar rumah' atau malah menjadi 'ibu kolot tidak terpelajar karena di rumah saja ngurus urusan dapur kasur', semua tergantung niat, kualitas diri dan keridhaan anak suami menurutku. Lets see the world, ada banyak ibu full time di

Tahfidz Putra Darul Istiqamah Dan Surga Sebelum Surga

Air berkecipak Saling beradu pelan, syahdu dari gerakan-gerakan suara yang kutahu lebih baik dari kecipak air mandiku. Dalam gelap paling mustajab kakikaki itu pergi ke rumah tuhan. Masih dalam separuh buaian mimpi aku tahu, tuhanku juga memanggil lalu aku; dengan mata tertutup menakarnakar rindu padaNya, menghitunghitung kekuatan melawan syaithan. ______________ Sudah pukul empat pagi ketika saya mulai menulis ini, dan dari masjid masih terdengar suara imam memimpin shalat tahajjud. Tartil, merdu, indah. Percayalah, menuliskan ini butuh banyak kekuatan. Ini pertama kalinya mengenalkan kehidupan baruku kepada rumah abu-abu ini. Dan  sepotong cerita pagi tentang Tahfidz Putra Darul Istiqamah,  its more than wonderful masyaallah. Masih pukul tiga-an, ketika qadarullah saya terbangun karena sebuah mimpi. Dalam proses memperbaiki posisi tidur kembali, di waktu ketika bahkan kokok ayam belum satu pun terdengar, saya mengenal baik suarasuara air  dan langkah kaki santri-santri y