Skip to main content

Cabut 4 Gigi dan Perasaan Yang Lalalala

Saat semalam duduk di samping Oofa, melihat ibu dokter Wiwi mencabut gigi Oofa satu sampai empat sambil terus berbicara menenangkannya, sebenarnya, sayalah yang merasa lebih tenang.

(Kamu pernah bertemu perempuan dan kamu terpesona dengan santunnya berbicara? Tulusnya menjalin komunikasi? Saya pernah. Kemarin, dengan ibu drg. Wiwi. She is too masyaallah in my eyes)

Jujur, ini pertama kalinya Oofa kubawa ke dokter gigi padahal umurnya sudah 6 tahun beberapa hari. Dulu setiap kali membahasnya dengan Oofa, membujuk agar mau kubawa periksa, bocahku itu akan merajuk, bahkan ketika pun sudah sampai ke dokter gigi, dia akan tegang, ketakutan, kemudian menangis kencang.

Dan ketika kemarin sore Oofa mau ke dokter gigi dengan riang, dengan semangat, saya bahagia.

Duduk mendampingi Oofa yang terlalu tenang saat proses pencabutan 4 gigi susu yang sudah menghalangi tempat tumbuh gigi permanennya, saya merasakan sebuah rasa yang pernah setahun atau dua tahun yang lalu pernah kurasakan.

Perasaan aneh sebagai seorang ummi. Perasaan yang sama saat pertama kali mendaftarkan Oofa di sekolah PAUD, lalu ke TAUD. Perasaan nano-nano. Khawatir, haru sekaligus bangga.

Oofaku sudah besar.

Oofa sudah makin besar, makin pemberani alhamdulillah. Dia bahkan tidak menangis meski setetes, pun tidak mengaduh meski sekedar "ah".  Dan mataku yang malah basah saat melihat banyaknya darah yang keluar dari mulut Oofa.

Iyya, time flies so fast. Saya sudah menemani satu demi satu fase tumbuh kembangnya Oofa. Belajar berjalan, berbicara, mencintai buku, belajar memegang pensil, pewarna, menulis, menggambar, sekolah dan cabut gigi...

Saya bersyukur dia selalu sehat dan kuat. Nyaris setiap hari saya berpikir tentang sekolah lanjutannya Oofa selepas TAUD, mau ke mana setelah itu, terus lanjut sekolah di mana lagi setelah itu dan lalalanya, but actually, ada sisi dalam diriku yang sebenarnya hanya ingin Oofa kecil saja terus.

Ada bagian dari diriku yang tidak menginginkan Oofa terlalu cepat tumbuh besar sebab itu berarti akan cepat juga saya haram untuk memeluknya lagi, saya haram meski untuk mencium harum rambutnya.

Sounds so childish yah? I do know about it.

Thats why setiap kali menyadari Oofa makin besar, makin kencang pula doaku agar diberikan Allah kesempatan memiliki anak perempuan yang shalihah, yang dicatat di lauhil mahfudz sebagai jodohnya jagoanku.

Dorm. 21 Nov 2017. 18.07

Comments

Popular posts from this blog

Kepada Dirimu, Hafsah.

Kepada dirimu, Ada waktu-waktu saat kita saling berbicara tentang kelu yang kita rasa bersama. Ada mata yang basah saat mengenang sedihnya menjadi perempuan seperti kita. Tapi itu dulu,  dua tiga tahun yang lalu. Kita sudah memilih berbahagia dengan banyak sekali cara, turut bergembira dan memeluk hangat, ketika kawan kita yang lebih dulu_ dan lagi-lagi_ diizinkan  Tuhan. Bukan kau atau aku. Kita sudah menyabarkan diri, memilih lebih percaya Tuhan Daripada sesak yang terus berlarut. Sesekali kembali basah, tapi tak mengapa membiarkannya  tumpah mungkin lebih baik Daripada berkarat hati dan runtuh kepercayaan padaNya, pada Tuhan yang lebih dekat daripada urat leher kita sendiri. Kau tahu?  Setiap kali aku ingin merutuki takdir, menangis sesegukan di ujung kasurku,  Saat setanku berbisik untuk mengutuk Tuhan, aku melihatmu. Duduk disampingku dengan mata sembab dan  luka yang lebih dibanding aku. Atau sekali waktu, kau datang dengan

Drama dalam Kepala Buibu

Assalamualaikum, rumahku... Apa kabar? masih dengan status "hidup ndak, mati ogah" yah, rumah? heheh iyya... i need you but always forget you yah. Sini peluk rumahku diriku bukuku! Eniwei, alhamdulillah, syukur yang dalam nan tulus karena Allah masih berikan kita kesempatan hidup sehat dalam keadaan masih muslim untuk ketemu Ramadhan ini; bulan penuh cinta paling hidup. Dear, rumahku. Temani saya ngobrol bout two choices yang lagi riuh pisah di kepalaku sendiri yah, here we go bismillah. Em, diskusi bout being a full mom at home atau being a working mom adalah topik yang menurutku ndak pernah etis  buat didebatkan mana yang paling mengambil peran termulia sebagai ibu dan mana yang 'ibu setengah mulia karena kerja di luar rumah' atau malah menjadi 'ibu kolot tidak terpelajar karena di rumah saja ngurus urusan dapur kasur', semua tergantung niat, kualitas diri dan keridhaan anak suami menurutku. Lets see the world, ada banyak ibu full time di

Tahfidz Putra Darul Istiqamah Dan Surga Sebelum Surga

Air berkecipak Saling beradu pelan, syahdu dari gerakan-gerakan suara yang kutahu lebih baik dari kecipak air mandiku. Dalam gelap paling mustajab kakikaki itu pergi ke rumah tuhan. Masih dalam separuh buaian mimpi aku tahu, tuhanku juga memanggil lalu aku; dengan mata tertutup menakarnakar rindu padaNya, menghitunghitung kekuatan melawan syaithan. ______________ Sudah pukul empat pagi ketika saya mulai menulis ini, dan dari masjid masih terdengar suara imam memimpin shalat tahajjud. Tartil, merdu, indah. Percayalah, menuliskan ini butuh banyak kekuatan. Ini pertama kalinya mengenalkan kehidupan baruku kepada rumah abu-abu ini. Dan  sepotong cerita pagi tentang Tahfidz Putra Darul Istiqamah,  its more than wonderful masyaallah. Masih pukul tiga-an, ketika qadarullah saya terbangun karena sebuah mimpi. Dalam proses memperbaiki posisi tidur kembali, di waktu ketika bahkan kokok ayam belum satu pun terdengar, saya mengenal baik suarasuara air  dan langkah kaki santri-santri y