Skip to main content

Terima Kasih, Bapak-Bapak Pekerja Jalan

Perihal membuat opening atau lead sebuah tulisan, saya kurang pandai. Selalu ada banyak kata-kata yang tumpah ketika hendak memulai. Banyak rasa yang mengendap-endap kemudian buncah. Nano-nano.

Seperti pagi sejuk ini. Langit yang birubiru kalem,  udara yang masih segar dan rasanya semua yang ada di dunia hanya kebaikan.

Rasanya ingin kupeluk Tuhan. Erat.

Hari ini hari penamatan santri-santriku. Anak-anak, adik-adikku. Tersebab penamatan dilaksanakan di auditorium kedokteran unhas Makassar, kita  berangkat sebelum pukul 06.00 pagi agar bisa memastikan semua siap sebelum acara dimulai pukul 08.00. Untuk hal berepot-repot ria saat langit masih saja gelap, adalah hal yang biasa di sekolah kami. Anak-anak exited sekaligus mengaku deg-degan.

Sekarang, kami sudah berada di bus kedua. On the way unhas Perjalanan pagi, selalu lebih istimewa dari perjalanan banyak waktu yang lainnya.

Kita bisa melihat matahari yang pelan-pelan terbit, memecah langit dengan anggun. Cantik yang terlalu. Saat masih pagi, menikmati kesibukan orang-orang di jalan, di pasar-pasar kecil yang terlewati, rasanya selalu menyenangkan.

Iyya, terkadang bahagia bisa sesederhana itu.

Tapi ada satu hal yang selalu kusuka di semua perjalanan pagiku, pun siang atau malam sebenarnya.

Bapak-bapak pekerja jalan.

Saya selalu suka mereka. Selalu senang melihat mereka yang berpagi-pagi mengerjakan jalan, kadang di siang yang begitu terik dan menyebalkan pun, aku biasa melihat mereka. Pahlawan-pahlawan keren dengan wajah datar, serius mengerjakan pekerjaannya.

Lewat tangan mereka ada banyak nyawa yang terselamatkan. Perjalanan jauh lebih menenangkan tersebab tak perlu khawatir dengan jerawat-jerawat aspal yang di beberapa daerah, merenggut banyak sekali kehidupan.

Aku suka bapak-bapak pekerja jalan. Terlepas apapun agama dan bagaimanapun kehidupan mereka.

Selalu ada doa buat mereka, doa agar mereka sehat-sehat saja dan sepanjang jalan mengurai sayang dengan material dan tetes keringat.

Semoga berkah kehidupan kalian, Pak. Terima kasih banyak, Bapak-bapak pekerja jalan ☺

On the way to unhas. Graduation Day~
Sabtu, 20 Mei 2017

Comments

Popular posts from this blog

Drama dalam Kepala Buibu

Assalamualaikum, rumahku... Apa kabar? masih dengan status "hidup ndak, mati ogah" yah, rumah? heheh iyya... i need you but always forget you yah. Sini peluk rumahku diriku bukuku! Eniwei, alhamdulillah, syukur yang dalam nan tulus karena Allah masih berikan kita kesempatan hidup sehat dalam keadaan masih muslim untuk ketemu Ramadhan ini; bulan penuh cinta paling hidup. Dear, rumahku. Temani saya ngobrol bout two choices yang lagi riuh pisah di kepalaku sendiri yah, here we go bismillah. Em, diskusi bout being a full mom at home atau being a working mom adalah topik yang menurutku ndak pernah etis  buat didebatkan mana yang paling mengambil peran termulia sebagai ibu dan mana yang 'ibu setengah mulia karena kerja di luar rumah' atau malah menjadi 'ibu kolot tidak terpelajar karena di rumah saja ngurus urusan dapur kasur', semua tergantung niat, kualitas diri dan keridhaan anak suami menurutku. Lets see the world, ada banyak ibu full time di

Kepada Dirimu, Hafsah.

Kepada dirimu, Ada waktu-waktu saat kita saling berbicara tentang kelu yang kita rasa bersama. Ada mata yang basah saat mengenang sedihnya menjadi perempuan seperti kita. Tapi itu dulu,  dua tiga tahun yang lalu. Kita sudah memilih berbahagia dengan banyak sekali cara, turut bergembira dan memeluk hangat, ketika kawan kita yang lebih dulu_ dan lagi-lagi_ diizinkan  Tuhan. Bukan kau atau aku. Kita sudah menyabarkan diri, memilih lebih percaya Tuhan Daripada sesak yang terus berlarut. Sesekali kembali basah, tapi tak mengapa membiarkannya  tumpah mungkin lebih baik Daripada berkarat hati dan runtuh kepercayaan padaNya, pada Tuhan yang lebih dekat daripada urat leher kita sendiri. Kau tahu?  Setiap kali aku ingin merutuki takdir, menangis sesegukan di ujung kasurku,  Saat setanku berbisik untuk mengutuk Tuhan, aku melihatmu. Duduk disampingku dengan mata sembab dan  luka yang lebih dibanding aku. Atau sekali waktu, kau datang dengan

Bagaimanakah Besarnya Cinta Allah Padamu, Sayang?

Hokeh, ini rumah keduaku. Tempat tumpah macam cerita, juga sampah-sampah. Meski sebenarnya saya selalu berharap ada sampah yang bisa kalian daur ulang di sini, dengan bentuk yang jauh lebih baik. Pemahaman yang baru. Hari ini alhamdulillah saya berkesempatan juga jenguk Alif di RS Wahidin Makassar. Dia masih di ICU, pasca operasi Senin (091017) kemarin dia sempat sadar sehari kemudian muntah-muntah, demam tinggi dan sampai sekarang matanya belum terbuka-buka. Tapi dia merespon alhamdulillah kalau kakinya dielus, ada gerakan kecil dan lemah. Juga begitu kalau badannya dimandi, mamanya bilang dia bersuara kalau dimandi, meskipun dengan suara yang sangat lemah dan singkat. Tapi itu sudah syukur sekali kata mamanya. Badannya panas, dua kaki kecilnya  membengkak entah kenapa. Ada beberapa selang  di tubuh kecil nan ringkihnya Alif. Satu di antaranya selang yang dipasang di bawah  kulit perut; kalau tidak salah iyyah begitu kata dokternya tadi, waktu kukira selang itu dipasang di lambung.