Skip to main content

Kamar Sendiri

Oofaku sudah beranjak besar. Lelaki kecil berkulit olon, hidung pesek, bibir mancung dan berbadan montok itu pelan-pelan kehilangan tampang menggemaskannya.

Time flies so fast...Rasanya belum terlalu lama aku memilikinya. Membiarkan banyak waktu remajaku habis dengannya. Harus menidurkan, memandikan, membuatkan susu dan menyuapi. Dari bubur khusus bayi dengan cemilan favoritnya; biskuit Phyramid serta buah pepaya dan pisang. Lalu berpindah ke bubur nasi dan mulai memakan beberapa jenis biskuit dan wafer. Hingga sekarang, gigi kecilnya sudah tak lagi asing dengan berbagai jenis makanan.

Iyya, waktu terbang dengan cepat dan kulewati dengan kecepatan sahaja saja. Seolah baru tahu, dia tak mungkin selamanya kecil. Hingga rasanya menakjubkan ketika harus mengenang semuanya. Dari sejak pertama kali kumiliki, kami sudah berbagi tempat tidur yang sama. Menceritakan dongeng-dongeng pengantar tidur, murajaah hafalan-hafalannya, atau sekedar bercerita apa saja. Aku sudah terbiasa. Hingga beranjak tiga tahun lebih, kami akhirnya tidak lagi berbagi tempat tidur, meski sesekali masih tidur bersama. Sesekali masih menemaninya hingga benar-benar terlelap setelah mendengar dongeng karanganku, sesekali masih membiarkan hidungku menciumi aroma rambut dan tubuhnya yang menenangkan, lalu pelan-pelan beranjak meninggalkan dia tertidur sendirian di kasurnya.

Usianya tiga tahun lebih atau mungkin sudah empat tahun saat itu, saat aku dan lelakiku memutuskan untuk mengajarinya tidur di kasur sendiri, meski kami masih dalam kamar yang sama. Awalnya cukup sulit, karena memang sedari bayi tidur bersama kami terus. Oofa masih selalu minta untuk ditemani hingga tertidur. Entah dengan mengaji, membacakan buku atau sekedar bercerita apa saja. Lalu aku dan lelakiku menyanggupinya. Berjalan beberapa bulan, dia mulai melarang kami tidur di kasurnya. Dia sudah berani katanya.

Dan malam ini, saat umurnya sudah lima tahun lebih, Oofa akhirnya tidur di kamar sendiri. Sesuai yang dia minta.Meski harus dibacakan buku dulu, harus ditemani bercerita dulu, harus dipeluk hingga tertidur oleh abbanya, untuk pertama kalinya, dia tidur di kamar sendiri.

Ini mungkin hanya hal biasa, terlalu sederhana. Tapi ini adalah sebuah prestasi kecil lelaki kecilku. Di suatu masa nanti, aku mungkin akan merindukan malam-malam saat dia merengek minta didongengkan, dibacakan buku, mengajikannya beberapa surah, mengingatkannya membaca doa dan dzikir. Juga rindu memeluknya hingga tertidur. Rindu menciumi aroma rambut dan tubuhnya yang menenangkan.

Di suatu masa nanti, aku sungguh akan merindukan hal-hal kecil itu. Hal-hal manis yang tidak lagi bisa kulakukan saat aku bukan lagi pusat dunianya.

Alhamdulillah untuk kehidupan lima tahunnya yang hebat. Selalu sehat, kuat dan banyak akal.
Semoga shaleh, semoga sehat selalu Oofaku. Dan semoga Allah anugerahkan kesabaran yang tiada batas dalam membersamainya.


Selasa, 09 Mei 2017
malam pertamamu, nak :)

#onedayonepost

Comments

Popular posts from this blog

Drama dalam Kepala Buibu

Assalamualaikum, rumahku... Apa kabar? masih dengan status "hidup ndak, mati ogah" yah, rumah? heheh iyya... i need you but always forget you yah. Sini peluk rumahku diriku bukuku! Eniwei, alhamdulillah, syukur yang dalam nan tulus karena Allah masih berikan kita kesempatan hidup sehat dalam keadaan masih muslim untuk ketemu Ramadhan ini; bulan penuh cinta paling hidup. Dear, rumahku. Temani saya ngobrol bout two choices yang lagi riuh pisah di kepalaku sendiri yah, here we go bismillah. Em, diskusi bout being a full mom at home atau being a working mom adalah topik yang menurutku ndak pernah etis  buat didebatkan mana yang paling mengambil peran termulia sebagai ibu dan mana yang 'ibu setengah mulia karena kerja di luar rumah' atau malah menjadi 'ibu kolot tidak terpelajar karena di rumah saja ngurus urusan dapur kasur', semua tergantung niat, kualitas diri dan keridhaan anak suami menurutku. Lets see the world, ada banyak ibu full time di

Kepada Dirimu, Hafsah.

Kepada dirimu, Ada waktu-waktu saat kita saling berbicara tentang kelu yang kita rasa bersama. Ada mata yang basah saat mengenang sedihnya menjadi perempuan seperti kita. Tapi itu dulu,  dua tiga tahun yang lalu. Kita sudah memilih berbahagia dengan banyak sekali cara, turut bergembira dan memeluk hangat, ketika kawan kita yang lebih dulu_ dan lagi-lagi_ diizinkan  Tuhan. Bukan kau atau aku. Kita sudah menyabarkan diri, memilih lebih percaya Tuhan Daripada sesak yang terus berlarut. Sesekali kembali basah, tapi tak mengapa membiarkannya  tumpah mungkin lebih baik Daripada berkarat hati dan runtuh kepercayaan padaNya, pada Tuhan yang lebih dekat daripada urat leher kita sendiri. Kau tahu?  Setiap kali aku ingin merutuki takdir, menangis sesegukan di ujung kasurku,  Saat setanku berbisik untuk mengutuk Tuhan, aku melihatmu. Duduk disampingku dengan mata sembab dan  luka yang lebih dibanding aku. Atau sekali waktu, kau datang dengan

Bagaimanakah Besarnya Cinta Allah Padamu, Sayang?

Hokeh, ini rumah keduaku. Tempat tumpah macam cerita, juga sampah-sampah. Meski sebenarnya saya selalu berharap ada sampah yang bisa kalian daur ulang di sini, dengan bentuk yang jauh lebih baik. Pemahaman yang baru. Hari ini alhamdulillah saya berkesempatan juga jenguk Alif di RS Wahidin Makassar. Dia masih di ICU, pasca operasi Senin (091017) kemarin dia sempat sadar sehari kemudian muntah-muntah, demam tinggi dan sampai sekarang matanya belum terbuka-buka. Tapi dia merespon alhamdulillah kalau kakinya dielus, ada gerakan kecil dan lemah. Juga begitu kalau badannya dimandi, mamanya bilang dia bersuara kalau dimandi, meskipun dengan suara yang sangat lemah dan singkat. Tapi itu sudah syukur sekali kata mamanya. Badannya panas, dua kaki kecilnya  membengkak entah kenapa. Ada beberapa selang  di tubuh kecil nan ringkihnya Alif. Satu di antaranya selang yang dipasang di bawah  kulit perut; kalau tidak salah iyyah begitu kata dokternya tadi, waktu kukira selang itu dipasang di lambung.