Beberapa tahun yang lalu, saat kujejaki tanah masih sebagai anak esempe, perempuan kecil kolot yang hanya tahu ini itu saja, di masa itu, aku mengenalmu.
Kakak kelas yang shalehah, yang selalu ke masjid dengan mukena renda hijau dan dikali yang lain mukena berenda kuning-coklat. Kakak cerdas, santun dengan senyum paling sahaja.
Diam-diam, aku menyukaimu. Ternyata kita suka dunia yang sama; dunia kata-kata. Meski nyata, kita berdiri di level yang jauh berbeda. Puisi dan cerpen-cerpenmu sudah banyak yang terbit di koran dan ikut dalam beberapa antologi. Kau bahkan pernah menjabat sebagai ketua umum FLP Maros.
Seantero kampus mengenalmu, Kak. Perempuan puisi.
Dan semakin aku memujimu.
Kakak kelas yang kemudian menjadi kakak pembina, kakak asrama, pengganti mama dan ibu guru. Yang membangunkan untuk shalat shubuh dan bersiap ke sekolah, yang mengarahkan ke masjid, makan dan menjadi guru di kelas, dengan cara yang di mataku selalu kilau.
Perempuan dengan senyum paling sahaja, yang mencintai kata-kata sebagai bagian dari diri sendiri. Menjadi teman ngobrol tentang buku-buku, tempat kutagih cerpen-cerpen dan puisi. Teman menyenangkan untuk tertawa lepas sekaligus meringis, berpikir tentang skill dan ini itu, juga sekaligus menahan haru.
Dari sejak tiga belasan tahun, aku sudah tahu ingin menjadi seperti siapa. Kamu, Kak Iis. Idola pertamaku. Orang pertama yang membuatku sadar dengan kecintaan pada dunia baca dan menulis. Orang pertama yang membuatku merasa menjadi orang paling keren sebab sudah punya rumah tempat pulang paling independent; Novel-novel, puisi, perpustakaan.
Beberapa tahun sebelum bapak memintaku untuk menjadi penulis, aku tanpa sadar sudah belajar untuk menjadi demikian lewat dirimu, Kak Iis.
Dari cerpen-cerpen, puisi, improvisasi saat berbicara di depan banyak orang juga cara bersosialisasi ketika bergaul secara langsung kepada mereka.
Keongky dan gadiislangit adalah rumah tempatku singgah berkali tanpa bosan. Blog kak Iis. Juga Sparkling Autumn, facebookmu, Kak. Tumblr dan instagrammu. Semua akunmu itu adalah tempat pulangku. Ruang untuk menikmati kata-kata manis, lucu juga penuh kebaikan.
Lalu selama mengenalmulah aku tahu, aku akan jadi penulis yang hanya menebar kebaikan saja. Darimu, Kak aku belajar lebih bersyukur. Sebab meski lemah fisikmu, kau selalu saja tampak bersinar.
Kita selalu punya alasan dan hak untuk menyimpan orang di tempat-tempat khusus dalam hati kita. Ruang yang selalu ada meski terentang jarak dan komunikasi yang jarang.
Kak Iis, kebaikan dan keteladanan adalah nama belakangmu, Kak. Kau ada dalam kenangan-kenangan manis banyak orang.
Oh Allahkuuu...
Lapangkan kubur kak Iis. Peluk erat ya Allah. Semisal kak Iis yang memeluk erat semua pemahaman-pemahaman baik dan menggantungkan semuanya kepadaMu.
Terimakasih, Kak. Terimakasih banyak, Kak Iis...
Kamis Malam, 25 Mei 2017
Hari pergimu, Kak.
Aisyah Istiqamah Marsyah~untuk cerita-cerita, ucapan-ucapan selamat dan doa-doa setiap kali kita berulang tanggal di hari yang sama, aku menyimpannya dengan baik di ingatanku yang rapuh akan banyak hal.
Terima kasih banyak, Kak Iis. Sungguh terima kasih banyak telah hidup dengan sahaja. Kami mencintaimu, Kak...
Comments
Post a Comment