Mauku, maumu, maunya dan mau mereka berbeda.
Kita semua punya mau, tapi beda.
Kuharap kamu mengerti, diri.
Pada kata-kata yang berserakan, pada tawa dan air mata dari dunia sana,
Kamu akhirnya mengerti, bukan?
Maumu hanya uang yang banyak,
Lalu lunas semua piutang yang bukan olehmu. Tapi menjadi bebanmu.
Ini memang keentahan yang nyata.
Maunya hanya sembuh. Sembuh dari sakit yang merampas waktu-waktu bersantainya.
Sembuh dari sakit yang menelan dengan tega kuat segarnya.
Lalu memaksanya selalu bahagia, lalu pura-pura bahagia.
Hingga pelan-pelan memang harus bahagia jika tak ingin disangka hidup tapi mati.
Mau mereka hanya sebuah rumah, sebuah ruang tempat pulang yang nyaman, sebuah alamat tempat menuju segala rasa. Terserah, asal sebuah rumah.
Lalu tualang-tualang panjang dimulai dan berakhirnya entah dimana juga kapan. Sesungguh entah.
Hidup hanya tentang bermimpi saja,
berbuat saja,
berharap saja,
lalu berdoa tak putus-putus.
Meminta kasihNya tak henti-henti.
Demikian Tuhan bertitah, seperti cerita.
Rindu, marah, suka duka yang melingkar, muak, muntab.
Terkadang kalah, atau mengalah, patah.
Tapi senyum harus rekah.
Wahai diri, senyum harus rekah
Senyum harus rekah.
Agar kilau, agar mimpi kita sama.
Nyata.
Entah di hari yang kapan.
Percayalah!
Sabtu, 15 April 2017
#odop
Comments
Post a Comment