Skip to main content

Gelebah dari Setan I

Tentang Takdir, kau takkan pernah bisa menebak.
Ia rahasiaNya, serupa kotak pandora yang beraroma magis. 

Lihatlah aku yang terperangah bernanah di simpang jalan ini
takjub bahwa aku bukan lagi diriku.

Sebab sudah mengengkau. Maka menetap aku.
dengan darah, dengan air mata. Meski.

Maka duhai Tuhan, taatkan rasaku pada janjiMu.
bukan derana atas nafsuku.

_____

"Perjalanan ini  berat. Keputusan ini pelan-pelan melumatku. Aku sungguh takut jikalau perasaanku menjadi tuhan."
"Kamu kuat, Raa!ini jalan yang kamu pilih sendiri." 
"Aku hanya mengatakan ini berat, La. Tapi aku akan bertahan, kamu tahu itu. Aku hanya butuh kawan untuk mendengarku. Entahlah. Aku mungkin hanya butuh piknik." perempuan itu mendesah kecil. Binar matanya hilang. Gelas ditangannya pasrah dipandangi saja.
"Nah, betul itu, Raa! sudah ada yang mengurusnya selain kamu. Mintalah izinnya barang sehari dua hari. Kita bisa piknik kemanapun kamu mau. Setidaknya, setelah piknik, semoga kamu lebih segar lagi. Rona di pipimu sudah hilang sejak keputusan itu kauambil." tukas Lala menyentuh tangan sahabatnya. Ada sedih dalam nadanya, ada borok dalam dada Rara.

Lengang. Kedua perempuan itu terdiam. Membiarkan dipandangi minuman dan sepiring kentang goreng yang mulai mendingin. Kata-kata mengambang di ujung lidah, tak mau keluar, tak bisa diucapkan. Yang satu  menerka-nerka beratnya beban yang ditanggung saudarinya, mengiba pada Tuhan agar dikuatkanNya dia.  Yang satu dibunuh waktu, dicekik oleh keputusannya sendiri. Delapan bulan yang lalu.

______

Denting notifikasi Whatsapp terdengar, mengalihkan fokus perempuan berambut sebahu itu dari novelnya. Diambilnya ponsel dari sofa kecil di sampingnya. Abang Sayang_ perempuan itu tersenyum, ada kirana dalam matanya.

"Dek, lusa abang pulang. Perjalanan ini sudah selesai, semua laporan pengurusan lahan kantor baru sudah abang kirimkan kepada bos."

Membaca pesan pendek itu membuat kirana matanya makin berkilau. Iyya, pulanglah, Bang. Aku rindu, sungguh.

Tapi di hatinya saja kalimat itu. 

"iyya, Bang. Aku tunggu. Anak-anak sudah rindu." balasnya singkat. Tidak sepanjang doa-doa yang dikirimnya, tidak sebanyak jarum-jarum gelebah yang menusuknya dua bulan terakhir.

Lalu tidak ada lagi percakapan selanjutnya. Beberapa jenak perempuan itu masih menunggu, memegang ponsel yang masih menampilkan roomchat whatsapp berlatar belakang dirinya dan seorang pria berkumis tipis yang sama-sama tersenyum manis. Lalu menyerah. Mungkin saja  dia sedang bersiap-siap untuk kepulangan lusa. Ah, tapi kenapa bukan besok saja kamu datang, Sayang? 

Diletakkan kembali ponsel di sofa tadi. Tak ada waktu untuk kembali membaca novel, dia harus memastikan tempat pulang kekasihnya adalah rumah yang nyaman.

 Mata bulat itu berkeliling memandangi ruang tamu. Dua bulan ditinggal kekasih, istana kecil mereka masih enak dipandang. Tak ada pakaian yang berceceran, tidak juga sepatu dan sendal yang berserakan. Dia memang selalu bersiap menyambutnya pulang kapan saja. Lalu perempuan itu berdiri, berderap menuju kamar yang berada paling dekat dari tempatnya berdiri. Rafa- Rafi's  Zone _perempuan itu tersenyum di depan daun pintu berstiker spiderman yang menampilkan papan nama itu, lantas membukanya. Aroma lavender tiba-tiba menyeruak lembut, dia memang menggantung pengharum ruangan di kipas dinding kamar bocah kembarnya. Kamar mereka juga bersih, hanya beberapa buku yang tak berdiri rapi di atas rak meja belajar. Bocah kembar sembilan tahun mereka memang sudah terbiasa membersihkan kamar sendiri, sudah terlatih dari sejak kelas tiga SD. Keranjang cucian di balik pintu juga sudah kosong dari sejak pukul sepuluh tadi.

Setelah merapikan beberapa buku itu, ibu muda tersebut beralih memandang pigura-pigura kecil yang tergantung di dinding bercat biru langit mereka. Satu-satu dipandanginya. Ada foto mereka berempat saat liburan di kebun teh. Semuanya tersenyum riang dalam balutan jaket tebal. Pigura selanjutnya gambar bocah kembar mereka di perosotan taman sekolah kanak-kanak, perempuan itu tersenyum. Dia ingat, selepas mengambil gambar itu, Rafa bermain terlalu semangat di taman hingga terjatuh dan giginya ompong. Mereka panik membawa si sulung ke klinik dan Rafi menangis kencang saat melihat darah dari mulut kakaknya mengalir ke dagu dan bajunya.

Perempuan itu memeluk dirinya sendiri, berbalik dan mendapati kenyataan betapa bahagia keluarga kecil mereka. Dia tersenyum manis, ada rona di pipi mulusnya. 

Saatnya mempersiapkan diri sendiri. Diliriknya arloji hitam di pergelangannya, sudah pukul tiga sore. Sebentar lagi si kembar akan datang. Dia bisa menyiapkan puding coklat dan puding pandan kesukaan kekasihnya. Dan pergi ke salon _bersama mereka jika sudah pulang sekolah_ untuk creambath. Setidaknya rambut hitam sebahu yang selalu disembunyikannya dalam jilbab bisa lebih segar dan wangi. Perempuan itu tersenyum senang sambil berjalan menuju dapur.

____

Di waktu yang sama, tempat yang berbeda.

"Atika, lusa mas akan pulang. Mas akan bercerita tentang kita dengannya." laki-laki berkumis itu menatap perempuan di hadapannya. Lekat.
"Mas serius? dia akan terluka mas." perempuan itu menautkan alis tebalnya
"tapi itu lebih baik daripada menyembunyikannya terus-menerus. Anggap ini takdir. Jalan yang harus kita lewati bertiga. Bukan aku dengan dia saja, sementara kamu berjalan di balik pohon mengikutiku. Kamu akan terluka, dan aku akan disiksa gulana karenamu."
Perempuan itu menarik napas panjang. Iya, dia memang tidak bisa membayangkan hal demikian terjadi. Cukup lima puluh empat hari bersama lelaki di hadapannya, lukanya sudah sembuh, dia nyaman dan tak ingin dibunuh kenangan buruk itu lagi. Dia akan bahagia bersama lelakinya ini, lelaki mereka berdua.

Pelan-pelan kesadaran tadi mengendap menjauhi nuraninya. Maafkan aku, aku juga mencintai suamimu. 



bersambung...

 

Comments

Popular posts from this blog

Kusimpan Dia di Sini

Dear my sweet home, Saya baru saja selesai ngobrol dengan laki-lakiku tentang hal baru yang ingin saya mulai. Mimpi baru. Cita-cita baru, ikhtiyar baru. : Jualan parfum original yang sehat, harga bersahabat dan yang paling penting adalah halal. Kenapa saya mau mulai mengikhtiyarkan usaha ini? adalah karena  sejak dulu, saya memang mencari produk parfum yang seperti itu. Yang sehat, halal dengan kualitas parfum original. Karena wangi saja tidak cukup, harus ada nilai yang tercium dari aroma parfum yang kita pakai. Tentang kualitas diri dan juga karakter. Dan saya berharap orang-orang juga berpikir demikian. Setelah mencari banyak informasi, searching, membaca testimoni, membaca artikel-artikel kesehatan tentang bahayanya ngasal pakai parfum, saya akhirnya memilih  brand parfum yang tepat dan sudah terkenal di enam benua, Parfum original dari Eropa, parfum dengan brand Federico Mahora , yang diproduksi bersama Perfand dan Drom  Fragrances, German. Saya join dengan bisnis ini kalau

DARI AKU; LELAKI YANG MENCINTAIMU UTUH

Dear kamu, Perempuan bumi dan surgaku. Apa kabarmu hari ini, bidadariku? apa kabar anak-anak kita? sehatkah kalian? bermain apakah kalian sekarang? Pertanyaan-pertanyaan ini tidak seharusnya kutanyakan begini. Aku tahu. Entahlah, aku hanya sungguh ingin melakukannya, memenuhi kepalaku hanya tentang kamu dan bocah-bocah lucu kita. Aku ditikam rindu yang berkali, Sayang... Rindu dan rasa bersalah. Sebelas tahun bukan waktu yang singkat untuk kita menyemai cinta dan sayang. Membersamai empat krucils yang tumbuh sehat dan cerdas, shaleh dan shalehah. Kamu mengambil banyak sekali peran dan waktu buat mereka dan aku. Terima kasih sudah lapang menemani kami, Cinta. Sayangku, aku ingat saat kuboyong kamu untuk merantau bersamaku; memijak tanah Tuhan yang lebih jauh dari rumah kanak kita. Berdua saja, berat jika ingin dibayangkan. Berpisah dari orang tua saat kita masih butuh petuah ini dan itu, dalam hari-hari sebagai pengantin baru. Tapi kita akhirnya pergi. Dengan hati yang belum t

Takkan Ada Puisi Perihal Aksi Itu

Di umurku yang masih dua satu ini, bagiku tak ada hal yang lebih menakjubkan di Indonesia kita ini selain fenomena perihal agama; 411 dan 212 Adakah puisi yang bisa bercerita seindah fenomena itu? Kala berjuta manusia hadir tanpa bayaran sedikitpun dari para elit parpol, bersatu demi Indonesia, bergerak karena liLlah, semua bersuara karena Al- Qur'an. Ada rasa yang manis dan menggetarkan hanya dengan melihat satu dua foto, menonton satu dua vidio peristiwa hebat itu. Dan hampir seluruh rakyat Indonesia bercerita tentang 411 dan 212. Maka meski tak mampu hadir menjadi bagian dari sejarah Indonesia paling memukau itu, hanya melihat dan menyeksamai puluhan foto-vidionya yang menjadi viral di media sosial dan berkali tayang di televisi, rasanya begitu haru, begitu bangga. Peristiwa itu memberikan banyak pelajaran tentang Indonesia. Indonesia, meski hancurnya pemerintahan karena beberapa elit politik yang harusnya jadi pejabat terhormat malah menjadi mafia hukum dan pencuri cerdik ja