Saya baru saja selesai dari perihal beberes rumah, cuci piring, menyapu dan bersih-bersih diri.
Sebelum itu, saya sudah menghabiskan sebotol milo hangat yang dikirimkan Hafsah, memakan martabak dan rujak secukup perutku sendirian. Iya sendirian saja ngemil dengan rezki yang sampai di rumah pukul 23.16. Karena dia sudah lelap dari sejaman yang lalu, Oofa tidak ada dan tetanggaku adalah mudir tahfidzul Qur'an dan asrama putra.
Bukan. Bukan tak mau berbagi pada tetangga. Tapi saya tidak cukup gila kalau harus berbagi dan mengetuk pintu mereka di malam yang menyisakan hanya suara serangga dan lolongan anjing saja.
Sambil menghabiskan milo hangat tadi, saya ngobrol dengan seorang kawan yang menjadi bagian dari pengumpulan donasi jilbab demi sebuah agenda amal yang kalau tidak salah adalah Hijab Day. Kita membahas perihal gimana-gimana nanti pengambilan donasi kalau sudah dikumpulkan teman-teman.
Obrolan yang kemudian berlanjut pada sebuah pujian yang dia sebut sebagai pengakuan jujur sebelum tidur. Dan saya tertawa getir, ada malu yang merayapi diri.
Sebab saya tahu ; tidak pernah menjadi istimewa seseorang yang tidak bermanfaat.
Dan seorang Hikmah, hanya Allah yang tahu betapa kerdilnya perempuan itu dalam amal, skill dan kebermanfaatan. Padahal tahu, bahwa di zaman yang masyaallah ini seolah menjadi dosa kalau hanya hidup sebagai manusia sederhana. Sederhana yang kumaksud bukan dalam kategori life style tapi andil dalam menyelamatkan ummat dan agama.
Katanya, dari tulisan-tulisan dia terinspirasi. Sekali lagi, saya dirayapi malu. Abjad yang terangkai menjadi catatan sederhana itu sejatinya sering tak ada dalam cerminan pribadi yang menulisnya. Sebab yang menulis seringkali alpa perihal berkah. Nol aksi.
Maka, Kawan... doakan aku agar tidak menjadi bagian hamba Allah yang besar sekali kebencianNya pada mereka. Mengatakan (menuliskan) tapi tidak melakukan. Sungguh doakan.
_____
Ahad, 11 Februari 2018 || 01.21
Rumah Tahfidz
Comments
Post a Comment