Skip to main content

Dilan dan Sumanga'

Yang paling pandai dan banyak dalih untuk mengingkari janji sendiri adalah manusia, pun janji terhadap dirinya sendiri.

: Aku.

Berbulan-bulan rumah ini sepi, berdebu dan tak seceria dulu. Riuh kata-kata menjadi mati. Semisal abjad sudah habis dilumat orang lain. Dan aku tak lagi punya bagian.

"Bilangin ke Dilan, yang berat itu bukan rindu tapi konsisten menulis setiap hari."

Ketika begitu banyak orang di media sosial  yang minta buat disampaikan pesan-pesannya ke Dilan bahwa ada yang lebih berat dari rindu ; ditikung, uang panai', harga sembako, tagihan listrik, berbagai cicilan sampai ngulek di dapur, dll ... saya lebih glek dengan pesan untuk Dilan yang  terbold italic di atas itu.

Dduar!

Lalu mengingat janji dan mimpiku sendiri, rasanya malu.

Hikmah emang ngapain selama ini? Busy banget yah? Kerjaannya apa? Kan udah resign, harusnya konsist dong nulisnya...katanya nggak mau jadi mama-mama biasa aja, katanya mau jadi mama-mama  keren yang rajin baca dan nulis biar udah nggak jadi working mom...katanya, katanya....

Daan suara-suara di kepalaku sendiri yang akhirnya menembakku dengan jitu.

Meski kepalaku saban hari ribut perihal ini itu, perihal kata-kata, kalimat-kalimat dan cerita-cerita yang sedianya ingin kutumpah di sini, nyatanya tetap saja nol.

Draft virtual yang penuh di kepala saja,  tidak meramaikan rumah sepi yang kadung bersarang laba-laba ini.

Jadi?? What will you do, Hikmah? Wanna challenge your own self,  hum??

Yah, Bismillah! Lets start from today lagi yah Hikmaah... kan rumah sendiri inii...

So... sumanga'ki, Buuk!

Pss, tapi sekarang beberes rumah ajah dulu, Hikmah😌

_____

Sabtu, 03 Februari 2018 || 07.32

Comments

Popular posts from this blog

Kepada Dirimu, Hafsah.

Kepada dirimu, Ada waktu-waktu saat kita saling berbicara tentang kelu yang kita rasa bersama. Ada mata yang basah saat mengenang sedihnya menjadi perempuan seperti kita. Tapi itu dulu,  dua tiga tahun yang lalu. Kita sudah memilih berbahagia dengan banyak sekali cara, turut bergembira dan memeluk hangat, ketika kawan kita yang lebih dulu_ dan lagi-lagi_ diizinkan  Tuhan. Bukan kau atau aku. Kita sudah menyabarkan diri, memilih lebih percaya Tuhan Daripada sesak yang terus berlarut. Sesekali kembali basah, tapi tak mengapa membiarkannya  tumpah mungkin lebih baik Daripada berkarat hati dan runtuh kepercayaan padaNya, pada Tuhan yang lebih dekat daripada urat leher kita sendiri. Kau tahu?  Setiap kali aku ingin merutuki takdir, menangis sesegukan di ujung kasurku,  Saat setanku berbisik untuk mengutuk Tuhan, aku melihatmu. Duduk disampingku dengan mata sembab dan  luka yang lebih dibanding aku. Atau sekali waktu, kau datang dengan

Drama dalam Kepala Buibu

Assalamualaikum, rumahku... Apa kabar? masih dengan status "hidup ndak, mati ogah" yah, rumah? heheh iyya... i need you but always forget you yah. Sini peluk rumahku diriku bukuku! Eniwei, alhamdulillah, syukur yang dalam nan tulus karena Allah masih berikan kita kesempatan hidup sehat dalam keadaan masih muslim untuk ketemu Ramadhan ini; bulan penuh cinta paling hidup. Dear, rumahku. Temani saya ngobrol bout two choices yang lagi riuh pisah di kepalaku sendiri yah, here we go bismillah. Em, diskusi bout being a full mom at home atau being a working mom adalah topik yang menurutku ndak pernah etis  buat didebatkan mana yang paling mengambil peran termulia sebagai ibu dan mana yang 'ibu setengah mulia karena kerja di luar rumah' atau malah menjadi 'ibu kolot tidak terpelajar karena di rumah saja ngurus urusan dapur kasur', semua tergantung niat, kualitas diri dan keridhaan anak suami menurutku. Lets see the world, ada banyak ibu full time di

Tahfidz Putra Darul Istiqamah Dan Surga Sebelum Surga

Air berkecipak Saling beradu pelan, syahdu dari gerakan-gerakan suara yang kutahu lebih baik dari kecipak air mandiku. Dalam gelap paling mustajab kakikaki itu pergi ke rumah tuhan. Masih dalam separuh buaian mimpi aku tahu, tuhanku juga memanggil lalu aku; dengan mata tertutup menakarnakar rindu padaNya, menghitunghitung kekuatan melawan syaithan. ______________ Sudah pukul empat pagi ketika saya mulai menulis ini, dan dari masjid masih terdengar suara imam memimpin shalat tahajjud. Tartil, merdu, indah. Percayalah, menuliskan ini butuh banyak kekuatan. Ini pertama kalinya mengenalkan kehidupan baruku kepada rumah abu-abu ini. Dan  sepotong cerita pagi tentang Tahfidz Putra Darul Istiqamah,  its more than wonderful masyaallah. Masih pukul tiga-an, ketika qadarullah saya terbangun karena sebuah mimpi. Dalam proses memperbaiki posisi tidur kembali, di waktu ketika bahkan kokok ayam belum satu pun terdengar, saya mengenal baik suarasuara air  dan langkah kaki santri-santri y