22 Desember 2016 dan aku yang sedang 21 tahun...
Sudah kuceritakan padamu tentang aku dan perempuan yang telah melahirkanku. Bahwa pernah ada masa hatiku beku tak memilihnya sebagai yang tersayang. Dulu, nun jauh di belakangku.
Dari beberapa perjalanan yang telah kulewati sampai saat ini, yang kusesali adalah simpang itu. Sebab akhirnya tak cukup banyak kenangan yang bisa kuputar tentangnya. Tidak sebanyak waktu-waktu yang kupilih bersembunyi dari semua hal tentang dia. Dari semua tentang mama.
Tapi syukurlah, Tuhan maha baik membuatku hidup hingga hari ini. Hingga aku punya cukup banyak cerita tentang mama. Tentang waktu-waktu yang kuhabiskan dengan cara bermanja tak ingin makan sebelum diteriaki, tentang marahnya yang tak pernah alpa kudapat setiap hari, tentang hal-hal yang disukai dan tidak disukainya, tentang doa-doa yang sekali disebutnya dengan langsung di hadapanku. Tentang cerita di masa lalu dan apa yang mama mau di hari esok.
Tentang empat adik yang dititipkannya pada kami lima anak tertua; agar disayang, agar jangan diacuhkan. Sebab mama takkan selamanya ada, begitu pula bapak.
Sementara setan begitu sering membisik untuk durhaka, dan bukan hanya sekali dua kuikuti, tapi berkali. Iyya, aku bukanlah anak perempuan yang baik. Ada begitu banyak hal yang sebesar sekarang pun, aku tak mau peduli.
Yang kupikirkan adalah, sebab mamaku takkan pernah ada dan masa kecilku_sebagai anak yang disayang buram sedang mama bilang dia takkan selamanya ada, maka tak mengapa jika makanku masih diurusi. Tak mengapa jika mama yang harus lebih selalu menyiapkan makanan sederhana dan harus meneriakiku di setiap hampir waktu makan dan anak perempuannya ini malah sedang asik membaca/menulis/menjual/tidur atau malah hanya sekedar berselancar di dunia maya.
Iyya. itu memang pikiran dangkal, alasan orang kerdil. Alasan anak perempuan pemalas.
Sepanjang ingatanku hingga berdua puluh satu sekarang ini, tak ada cerita aku memeluk atau mama memelukku. Kami dekat, saya suka usil dan mama juga suka mengurusiku, tapi entah, aku hanya tidak biasa seromantis itu dengan mama. Mungkin hal seperti ini, kelak aku akan begitu menginginkannya.
Bahkan hingga tadi pagi di hari ibu, aku mengucapkan hari ibu untuk yang pertama kalinya selama hidupku di hadapan mama sambil menyapu, sambil melontarkan candaan-candaan seperti biasa. Sambil tetap bersikap gila agar tetap nyaman hubungan kami.
Such a stupid moment as sweet it also.Just like that.
Overall, i love her so much.
Kamis, Hari ibu 2016
#onedayonepost
Comments
Post a Comment