Skip to main content

Test Pack



Pukul 23. 16, aku baru saja selesai baca novel Test Packnya Ninit Yunita. And its rock!

Novel yang kubaca sekali baring saja tapi sukses mengaduk emosi. Kocak, cerdas, bahasa yang ngalir, penokohan yang kuat, dan sure, nguras air mata. Ninit is definitely positive, dari awal baca aku tiba-tiba ingat dengan my fav author; Ifa Avianty. I miss her so much anyway. 

Novel-novel dengan genre romance (iyyah tauuk) masih menjadi novel kesukaanku dengan beberapa syarat tertentu; bahasa yang ngalir, bermakna, tidak alay tapi tetap ada sisi kocaknya.

Membaca novel ini, I absolutely remember mine. Aku dan Tata memiliki beberapa kesamaan.  Bertahun menikah, suka sedih sekaligus bahagia dengan teman-teman sekitar yang hamil lagi, kalau Tata sewot dengan kehamilan si Onde, kucing tetangga, aku beberapa kali manyun karena kambing peliharaan mama ganti-gantian hamil dan kucing di rumah_ yang entah kapan kawinnya_ juga rajin sekali hamil.

Kami sama-sama menginginkan perut kami  membesar dengan baby yang hidup di dalamnya.  Even, aku tidak seekstrim Tata dalam mengoleksi berbagai macam test pack dalam jumlah puluhan dan serajin dia dalam mengetes keberadaan hormon hCG dalam urin. (  aku cuma beberapa kali beli test pack saat masih di awal-awal pernikahan saja)  Tata bahkan sampai mengoleksi berbagi CD Mozart buat baby and mom, juga menyiapkan kamar untuk si calon bayi lengkap dengan berbagai remeh temehnya. I don’t.
 
Tujuh tahun pernikahan, kehidupan yang mapan, pertanyaan orang-orang, rasa cinta pada suami, sisi perempuan yang sangat kuat menginginkan kehadiran anak untuk melengkapi bahagia, I can understand why she did it.

Seperti juga aku. Jelang enam tahun pernikahan, meski mungkin sebagian orang mengatakan bahwa MASIH lima tahun lebih, tetap saja, I’m a woman. Aku sudah melewati masa-masa pengharapan, tersenyum tenang kala ada yang menanyakan tentang anak, aku sudah melewati masa-masa membujuk diri agar tabah; menahan cemburu kala melihat perempuan-perempuan yang wajahnya bersinar cantik saat sedang hamil, menahan diri agar tak menangis kala mendengar suara tetangga yang mual-mual tapi terdengar sampai rumah, mengajar diri sendiri agar sempurna bahagia saat kawan atau saudara yang mendapat  (lagi) kesempatan hamil.

Semua atas kehendak Allah. Ia pemilik segalanya.

Di dua puluh lima  Ramadhan kemarin,  seorang sepupu mengirimiku foto dia yang sedang berdoa dalam-dalam, di sepertiga malam di masjid, yang diambil dari jauh. Aku terenyuh melihat foto itu. Kepasrahan, pengharapan, keyakinan. Itu yang kulihat dan Allah tentu melihat bahkan mendengar lebih baik daripada aku.

Saat melihat foto itu, dan setiap kali mengingat foto itu, kukirim doa sebanyak yang lisanku bisa, berdzikir sebanyak-banyaknya, kembali berdoa sebanyak-banyaknya, begitu terus berulang-ulang. Sepenuh keyakinan aku tahu Allah mendengar semua doaku. Bahkan tanpa sepengetahuannya, aku sungguh menahan malu pada Allah dan berwasilah pada amalan-amalannya yang mengimami jamaah tarwih dan tahajjud  selama Ramadhan demi memohon agar dikehendakiNya kami memiliki anak. 

Meski pada akhirnya, berprasangka baik padaNya adalah cara agar hati selalu sedia untuk bersabar. Bahkan setelah banyak doa-doa, bahagia yang kutahan agar tidak terlalu jelas sebab haid yang telat semingguan dari jadwalnya dan di malam lebaran aku malah haid, I promise I’ll never stop praying. Aku berjanji tidak akan pernah berputus asa. Dia lebih tahu apa yang terbaik buat kami. Even its not easy sometimes, honestly.

He likes Kakang. Teman yang menyenangkan, lucu meski juga menyebalkan kadang-kadang, soccer lover, he loves me so much ( I can feel it everyday). Likes Kakang; menginginkan anak tapi tak pernah menuntutku, bahkan terkesan sangat santai. Aku yang kadang bertanya-tanya dan bingung sendiri, juga sedih sendiri. Mewek sendiri.

“Rasul tidak punya anak dari Aisyah, Dek. Tapi siapa yang meragukan kebahagiaan mereka?”
“Siapa bilang tolak ukur bahagia dan suksesnya rumah tangga karena adanya anak?”
“siapa bilang orang yang tidak punya anak tidak bahagia?”
“Iyye’, saya juga mau punya anak, tapi itu urusannya Allah. Urusan kita berdoa dan terus berusaha, sayang.”

Itu adalah beberapa kalimat pengantar dari  belai dan peluk sayang juga kecupan di kening yang dia ucapkan setiap kali aku merajuk sedih sebab kami belum dikaruniai anak.  Beberapa kalimat sederhana yang kusimpan baik-baik dalam memoriku dan kugigit kencang setiap kali tamu tak diundang itu datang lagi. Being my healer.

Beberapa kali aku sengaja menanyakan hal yang cukup menggangguguku; 

“kakak selalu berdoa tidak sama Allah biar kita dikasih anak?”

Beberapa kalimat bernada serupa beberapa kali sengaja kulemparkan dan dia akan menjawab dengan santai, tapi menenangkan. Tapi tetap saja aku penasaran dan beberapa kali juga menanyakan apa redaksi doanya pada Allah kala berdoa meminta anak.  Dan pertanyaan soal redaksi doanya, dia selalu menjawab “cukup saya saja dengan Allah yang tahu, Dek. Itu rahasia.”

Tapi Ramadhan kemarin, mungkin karena terlalu sering bertanya soalan redaksi doanya, dia akhirnya menjawab.

“Wahai Allah, kalaulah ada dosa di antara kami yang menyebabkan Engkau belum menganugerahi kami keturunan, maka ampunilah kami. Wahai Allah, kalaulah ada penyakit di antara kami yang menyebabkan kami belum memiliki keturunan, maka sembuhkanlah kami…”


Dan hatiku basah, he loves me more than I know. Dia bahkan mungkin meminta pada Allah lebih banyak daripada aku.

Maka tak ada yang lain, segalanya harus sungguh-sungguh kulabuhkan pada Allah saja. Air mata, pengharapan, rindu juga doa-doa.

Dia juga selalu bilang, bahwa berkah adalah kebaikan yang terus bersambung-sambung. And we feel it in our marriage. Bahagia menjalani hari-hari, selalu diingatkan Allah untuk bersyukur meski sedang tak punya,   cinta dari banyak orang, kemudahan dalam berbagai keadaan, nasihat yang selalu ada, ridha orangtua. Meski semunya mungkin tak bernama, kami ingin menamai semua hal itu sebagai keberkahan.

Getting married with him is the best thing in my life. As our marriage, he is priceless. A gift from Allah, that’s why I do love him.

Fri, June 30 – Sat, July 01 2017
our room.

#onedayonepost



Comments

Popular posts from this blog

Kusimpan Dia di Sini

Dear my sweet home, Saya baru saja selesai ngobrol dengan laki-lakiku tentang hal baru yang ingin saya mulai. Mimpi baru. Cita-cita baru, ikhtiyar baru. : Jualan parfum original yang sehat, harga bersahabat dan yang paling penting adalah halal. Kenapa saya mau mulai mengikhtiyarkan usaha ini? adalah karena  sejak dulu, saya memang mencari produk parfum yang seperti itu. Yang sehat, halal dengan kualitas parfum original. Karena wangi saja tidak cukup, harus ada nilai yang tercium dari aroma parfum yang kita pakai. Tentang kualitas diri dan juga karakter. Dan saya berharap orang-orang juga berpikir demikian. Setelah mencari banyak informasi, searching, membaca testimoni, membaca artikel-artikel kesehatan tentang bahayanya ngasal pakai parfum, saya akhirnya memilih  brand parfum yang tepat dan sudah terkenal di enam benua, Parfum original dari Eropa, parfum dengan brand Federico Mahora , yang diproduksi bersama Perfand dan Drom  Fragrances, German. Saya join dengan bisnis ini kalau

DARI AKU; LELAKI YANG MENCINTAIMU UTUH

Dear kamu, Perempuan bumi dan surgaku. Apa kabarmu hari ini, bidadariku? apa kabar anak-anak kita? sehatkah kalian? bermain apakah kalian sekarang? Pertanyaan-pertanyaan ini tidak seharusnya kutanyakan begini. Aku tahu. Entahlah, aku hanya sungguh ingin melakukannya, memenuhi kepalaku hanya tentang kamu dan bocah-bocah lucu kita. Aku ditikam rindu yang berkali, Sayang... Rindu dan rasa bersalah. Sebelas tahun bukan waktu yang singkat untuk kita menyemai cinta dan sayang. Membersamai empat krucils yang tumbuh sehat dan cerdas, shaleh dan shalehah. Kamu mengambil banyak sekali peran dan waktu buat mereka dan aku. Terima kasih sudah lapang menemani kami, Cinta. Sayangku, aku ingat saat kuboyong kamu untuk merantau bersamaku; memijak tanah Tuhan yang lebih jauh dari rumah kanak kita. Berdua saja, berat jika ingin dibayangkan. Berpisah dari orang tua saat kita masih butuh petuah ini dan itu, dalam hari-hari sebagai pengantin baru. Tapi kita akhirnya pergi. Dengan hati yang belum t

Takkan Ada Puisi Perihal Aksi Itu

Di umurku yang masih dua satu ini, bagiku tak ada hal yang lebih menakjubkan di Indonesia kita ini selain fenomena perihal agama; 411 dan 212 Adakah puisi yang bisa bercerita seindah fenomena itu? Kala berjuta manusia hadir tanpa bayaran sedikitpun dari para elit parpol, bersatu demi Indonesia, bergerak karena liLlah, semua bersuara karena Al- Qur'an. Ada rasa yang manis dan menggetarkan hanya dengan melihat satu dua foto, menonton satu dua vidio peristiwa hebat itu. Dan hampir seluruh rakyat Indonesia bercerita tentang 411 dan 212. Maka meski tak mampu hadir menjadi bagian dari sejarah Indonesia paling memukau itu, hanya melihat dan menyeksamai puluhan foto-vidionya yang menjadi viral di media sosial dan berkali tayang di televisi, rasanya begitu haru, begitu bangga. Peristiwa itu memberikan banyak pelajaran tentang Indonesia. Indonesia, meski hancurnya pemerintahan karena beberapa elit politik yang harusnya jadi pejabat terhormat malah menjadi mafia hukum dan pencuri cerdik ja