Air berkecipak
Saling beradu
pelan, syahdu
dari gerakan-gerakan suara yang kutahu lebih baik dari
kecipak air mandiku.
Dalam gelap paling mustajab
kakikaki itu pergi ke rumah tuhan.
Masih dalam separuh buaian mimpi
aku tahu, tuhanku juga memanggil
lalu aku; dengan mata tertutup menakarnakar rindu padaNya, menghitunghitung kekuatan melawan syaithan.
______________
Sudah pukul empat pagi ketika saya mulai menulis ini, dan dari masjid masih terdengar suara imam memimpin shalat tahajjud. Tartil, merdu, indah.
Percayalah, menuliskan ini butuh banyak kekuatan. Ini pertama kalinya mengenalkan kehidupan baruku kepada rumah abu-abu ini. Dan sepotong cerita pagi tentang Tahfidz Putra Darul Istiqamah, its more than wonderful masyaallah.
Masih pukul tiga-an, ketika qadarullah saya terbangun karena sebuah mimpi. Dalam proses memperbaiki posisi tidur kembali, di waktu ketika bahkan kokok ayam belum satu pun terdengar, saya mengenal baik suarasuara air dan langkah kaki santri-santri yang menuju masjid . Lalu sibuklah saya menakarnakar rindu pada Allah, beradu dengan setan.
Sedikit tulisan ini tidak bisa mewakilkan betapa syukurnya saya tinggal di lingkungan ini. Yang rumahku kurang dari tigapuluhan langkah kaki dari masjid, pusat ibadah dan belajar mereka. Tak putus, tak bosan saya berkirim doa pada Alllah semoga diberkahi mereka dengan keimanan dan keshalihan sejati, semoga Allah berkahi keluarga mereka dalam lapang maupun sempit. Semoga Allah mencintai orangtua mereka sebab ridha anaknya hidup di sini; berasrama, menghabiskan waktu dengan alqur-anNya dan kawan-kawan seperjuangan.
Sebab setiap hari, ada banyak pemandangan surga sebelum surga di sini; shalat jamaah dengan pakaian shalih, remaja-remaja shalih yang duduk di sudut-sudut masjid, di teras masjid mengaji, menghafal. Ada yang di bawah pohon, di gazebo-gazebo. Ada yang bahkan saat proses tugas pembagian makanan di math’am masih sempat murajaah hafalan qur’annya, bilang pada teman untuk bersegera selesaikan tugas karena mau setoran hafalan sama ustadznya. Bahkan saya juga sangat menikmati riuh rendah keseruan mereka yang tiap sore jadwal mandiri dan berolahraga, mengantri di math’am, berbagi tugas membersihkan kampus. Dan bahkan saya menikmati dengan sepenuh kesyukuran saat melihat mereka tertidur di masjid dengan alqur’an di pelukan. Sebuah kesyukuran besar bahwa waktu terbanyak mereka adalah dengan alqur’an. Dan masih banyak lagi surga di sini.
Masuk bulan kesembilan hidup berdampingan dengan para penghafal alqur’an, dan kata-kata tidak pernah berhasil menyusun kalimat paling tepat bagaimana lapangnya saya ketika melihat langsung semuanya, lalu seringkali saya sibuk berandai-andai bilamana yang menyaksikan mereka adalah orangtua mereka sendiri, duhai betapa bahagia dan beruntungnya mereka…
______________
Rumah Tahfidz, dengan backsound serbuan indah suara mengaji santri di masjid
04 September 2018, 05.11
#rumahtahfidz
#odop
Comments
Post a Comment