Skip to main content

Kepada Lelaki 26 Tahunku

Album dan blog, saya akan selalu kembali pulang kepada mereka.
: mengulang kenangan, menyapa rasa-rasa yang lalu.
Maka semisal suratmu untuk duadua usiaku, tulisan ini juga akan tinggal di sini. Sebab kutahu, kau juga selalu pulang ke sini. Menyapa anak-anakku.

-----

Assalamualaikum, Lelaki dua enamku!
apa yang harus kubilang, Cinta? menuliskan ini, saya sedang menimbang-nimbang kalimat apa yang paling tepat untuk membahasakan betapa sabar tualangmu hingga hari ini dan betapa kusyukuri kehidupanmu.

Zaman santri, ketika kawan-kawan mulai pandai berkikik ria membayangkan lelaki pujaannya, saya cukup dengan bahasa; lelakiku nanti penghafal qur'an, cerdas, humoris dan suka berpakaian kokoh putih celana hitam. Dan entah, saya lupa kapan pertama kali menemukan kriteria itu terkumpul utuh di dirimu. 

Allah baik sekali.

Tulisan ini tidak akan semanis yang kau bayangkan, Kak. Saya hanya sedang ingin merayakan kesyukuranku memilikimu dari umur sembilas tahun, masih seorang remaja dewasa yang cukup pemalu sampai dua enam umurmu hari ini, dan Antum tumbuh sebagai imam yang semakin dewasa, sabar, bijak, menyenangkan sekaligus menjadi kawan paling menyebalkan yang manis.

Terima kasih untuk pengalaman-pengalaman di tujuh tahun tualang kita bersama, Sayangku. Terlebih untuk hampir sembilan bulan terakhir ini. Untuk pengalaman berpisah rumah dari orangtua dan kita memulainya dari nol. Kita sungguhan semakin yakin bahwa pernikahan memang sebuah management konflik paling real. Dan bersamamu, saya selalu percaya semua akan baik-baik saja.

Terima kasih untuk semua usaha Antum membuat kehidupan kita baik-baik saja dan bahagia. Terlepas dari semua riak di perjalanan ini, terima kasih untuk rentang usia yang muda, antum hadir sebagai suami, kawan dan partner terbaik hingga semuanya tidak pernah menjadi badai yang menghantam kita sedemikian rupa. Terima kasih sebab selalu mengingatkan bahwa kita punya Allah yang Maha Segala. 

Cinta, terima kasih untuk berbagai kenangan-kenangan hebat sebagai partnerku. Yang selalu mendukung duniaku, memberi hadiah-hadiah sederhana yang manis, nasihat-nasihat bijak yang tidak menggurui, dan doa pula pelukan paling bijak nan sayang.

Kakakku, terima kasih telah hidup dengan baik dan menjadi abba yang penuh teladan untuk Oofa. Semoga menjadi lelaki dua enam, maka semakin maksimal amanah ummat yang Antum emban. Semakin bijak dan sayang kepada Oofa. Tetap menjadi anak tersayang mama bapak kita, dan semoga semakin berwarna dan hebat penuh kebermanfaatan tualang panjang kita ini. Lillah insyaallah.


Barakallahu fiikum, Lelaki puisiku.
____________
Kamar kita, Senin 17 September 2018
01.08

Comments

Popular posts from this blog

Hanif : Jawaban atas Mimpi Mama dan Bapak

Hanif... Seolah tunai semua cita dan harapan-harapan mama-bapak  saat kudengar kabar tentang khatammu, Dek. Hari ini, Senin Pagi. di satu Mei dua ribu tujuh belas. Tidak pernah kulupa waktu-waktu dimana selalu bergantian mama-bapak membicarakan harapan-harapan mereka. Bahwa anak-anaknya akan menjadi guru, menjadi orang yang paling berjasa. Paling terhormat. Dan tak ada yang lebih membanggakan selain kita_anak-anaknya, menjadi hafidz dan hafidzah. Tidak akan lebih membanggakan bahkan meski kelak kita berada di putaran takdir berlimpah kekayaan. Tidak akan kulupa harapan-harapan mereka, Dek. Sebab semuanya seolah sudah menempel di dinding-dinding, menggantung di langit-langit rumah kita. Bahwa mama-bapak ingin surga, ingin hadiah jubah kemuliaan yang berkilau di akhirat nanti. Sebab Allah ridha, sebab Allah merahmati. Tapi lihatlah, Dek...dari sembilan kita bersaudara, kau yang  anak ketujuh adalah yang pertama menkhatamkan alqur'an tiga puluh juz. Lima ka

Kepada Dirimu, Hafsah.

Kepada dirimu, Ada waktu-waktu saat kita saling berbicara tentang kelu yang kita rasa bersama. Ada mata yang basah saat mengenang sedihnya menjadi perempuan seperti kita. Tapi itu dulu,  dua tiga tahun yang lalu. Kita sudah memilih berbahagia dengan banyak sekali cara, turut bergembira dan memeluk hangat, ketika kawan kita yang lebih dulu_ dan lagi-lagi_ diizinkan  Tuhan. Bukan kau atau aku. Kita sudah menyabarkan diri, memilih lebih percaya Tuhan Daripada sesak yang terus berlarut. Sesekali kembali basah, tapi tak mengapa membiarkannya  tumpah mungkin lebih baik Daripada berkarat hati dan runtuh kepercayaan padaNya, pada Tuhan yang lebih dekat daripada urat leher kita sendiri. Kau tahu?  Setiap kali aku ingin merutuki takdir, menangis sesegukan di ujung kasurku,  Saat setanku berbisik untuk mengutuk Tuhan, aku melihatmu. Duduk disampingku dengan mata sembab dan  luka yang lebih dibanding aku. Atau sekali waktu, kau datang dengan

Drama dalam Kepala Buibu

Assalamualaikum, rumahku... Apa kabar? masih dengan status "hidup ndak, mati ogah" yah, rumah? heheh iyya... i need you but always forget you yah. Sini peluk rumahku diriku bukuku! Eniwei, alhamdulillah, syukur yang dalam nan tulus karena Allah masih berikan kita kesempatan hidup sehat dalam keadaan masih muslim untuk ketemu Ramadhan ini; bulan penuh cinta paling hidup. Dear, rumahku. Temani saya ngobrol bout two choices yang lagi riuh pisah di kepalaku sendiri yah, here we go bismillah. Em, diskusi bout being a full mom at home atau being a working mom adalah topik yang menurutku ndak pernah etis  buat didebatkan mana yang paling mengambil peran termulia sebagai ibu dan mana yang 'ibu setengah mulia karena kerja di luar rumah' atau malah menjadi 'ibu kolot tidak terpelajar karena di rumah saja ngurus urusan dapur kasur', semua tergantung niat, kualitas diri dan keridhaan anak suami menurutku. Lets see the world, ada banyak ibu full time di