Ada begitu banyak orang yang
kepada mereka saya belajar banyak hal, langsung dan tak langsung. Tapi tulisan
sederhana ini bukan dulu tentang mereka, tapi dia saja.
Seorang perempuan yang kepadanya aku berkaca lebih sering, berkali-kali. Perempuan dewasa yang mengajarkan banyak hal tanpa mendikte, tanpa menggurui, alami mencintai.
Seorang perempuan yang kepadanya aku berkaca lebih sering, berkali-kali. Perempuan dewasa yang mengajarkan banyak hal tanpa mendikte, tanpa menggurui, alami mencintai.
Dia bundaku sayang, Bunda Mina namanya. Perempuan dengan mata bulan
sabit, cerdas dan kritis. Yang paling istimewa adalah, bunda satu-satunya orang
yang siap fight dalam membela kami dan merangkul
lebih erat menjadi satu, menjadi padu
tanpa sekat.
Bunda yang akan tersenyum memaklumi, menegur dengan tegas, mengajari hal-hal teknis dengan sabar, ikut bersedih, ikut marah jika ada hal-hal
yang tidak berkenan. Bunda selalu membiarkan
kami menumpah semua unek-unek tanpa
memotong, tanpa menjudge, lalu setelah
lelah bercerita, bunda akan menasihati
dengan bijak, dengan rasa ibu dan kakaknya. Bunda seolah selalu
punya waktu yang banyak untuk
mendengarkan berbagai macam cerita kami sebagai ummi-ummi asrama.
Pernah ada waktu-waktu dimana rasanya begitu hangat; beberapa
personal chat yang deep, senyum bunda
yang sampai ke mata , sikap tegas bunda
saat saya tidak mengikuti rules, sikap tenang dan bijaknya bunda saat
membicarakan hal-hal tertentu yang lebih deep and heavy, air mata bunda saat saya akhirnya berbicara
serius soal resign, dan saat ada masalah yang melibatkan saya saja dari
keasramaan, bunda dengan bijaknya
menelfon, tabayyun dengan cara yang seharusnya, mendengar semua
penjelasanku, membiarkan saya menangis dan menumpah marah pula kecewa sebab
sikap orang lain yang menyudutkan tanpa
tabayyun. Dan bunda memberikan telinganya dengan sabar kurang lebih tiga puluh menit hanya
mendengarku saja. And its something . Sebab saya tahu, tidak banyak orang dewasa yang
mau berlaku demikian, sebab tidak banyak atasan yang mau bersikap seperti itu
kepada bawahan. Lalu saya belajar dari itu bahwa ketulusan sungguh bisa
dideteksi, menjadi sesuatu yang bisa
menghangatkan dan percaya kepada orang lain akan memanggil sikap terbaik dari
orang tersebut.
Sebab akhirnya, setelah menangis di telfon dan menumpah marah pula
kecewa itu, saya merasa lega. Saya
merasa baik-baik saja. Kesediaan bunda mendengarkan dengan sabar membiarkan
saya melalui sepanjang hari itu dengan lebih tenang dan percaya bahwa semua
pasti ada hikmahnya.
Bunda juga tanpa sadar memberikan saya pilihan ingin menjadi orang
dewasa seperti siapa. Ingin menjadi pemimpin seperti bagaimana, ingin menjadi
saudara yang bagaimana.
Bunda selalu ada dengan solusi-solusi cerdas dan nasihatnya yang
bijak di waktu-waktu serius. Tapi di kali yang lain bunda juga selalu memberi
ruang like girls and mom talk, like girls and friend talk. Membiarkan kami bicara perihal hobby dan dunia masing-masing. Bunda
yang datang di acara perkumpulan kecil-kecilan ummi asrama di rumah kak Kia dan
bunda yang turut datang di acara sederhana pindah rumahku. And really, its
so something. Allah yang tahu betapa haru rasanya.
Dua tahun lebih di spidi, dan hanya beberapa bulan pure
menjadi bagian dari ummi-ummi asrama, kami tahu, kami sudah jatuh sayang dengan
bunda. Perempuan dewasa yang memutus jarak atasan dan bawahan dengan hati.
Dan saya tahu, tulisan sederhana ini tidak akan bisa menampung
kenangan pula doa, maka semoga cukuplah sayangNya Allah yang menjaga bunda selalu. Bunda Mina
dan keluarga.
Jazakumullahu khayran katsira untuk semua hal yang bunda berikan kepada kami, kepada Hikmah khususnya. Untuk kesempatan belajar dan kepercayaan bunda. Pula maafkan Hikmah yang crazy ini dan terlalu sering bikin pusing. Uhibbukum fillah, Bundaku sayang.Ilalliqaa’…
_____
Rabu shubuh, 24 Januari 2018.
Selamat pagi lagi di Sorong, Bunda😊
Comments
Post a Comment