Skip to main content

Dear, Oofa...

Dear, Oofa...

Ummi terbiasa bercerita apa saja dengan Oofa, dan pengalaman-pengalaman seperti ini, ummi tahu, Oofa akan sangat exited mendengarkan lalu bertanya banyak hal, berulang-ulang.

Maka, pengalaman ini, ummi juga akan bagi sama Oofa :)

Faa, ummi sudah di atas pesawat, Sayang. Pesawat yang terbang melintasi awan gemawanNya Allah. Ribuan kaki di atas tanah tempat kita setiap hari bermain bersama.

Sayang, di atas pesawat, ummi bisa melihat daratan, lautan, dan pegunungan, yang semakin tinggi pilot menerbangkan pesawat ini, semakin kecil pula semuanya tampak. Bahkan semakin tinggi, yang nampak hanya titik-titik saja, lalu hilang.

Ummi duduk di atas bantalan awan-awan putih dan bentangan langit sore yang indah, Oofa.

Faa, suatu hari nanti, kita harus terbang bersama, Sayang. Juga dengan abba tentunya.

Itu perjalanan yang akan sangat seru, Boy!

Sayangku, ummi terbiasa bercerita sama Oofa, dan ummi bisa membayangkan menceritakan semuanya sama Oofa, dari sejak pertama kali ummi masuk di Bandara, memegang tiket seat 4D, duduk lama menunggu pesawat di depan Starbucks Coffee dengan wajah yang tidak normal karena rindu datang dengan jahatnya, padahal kita baru berpisah, kan tadi, Faa?.

Ummi akan bercerita saat untuk pertama kalinya ummi memasuki lorong menuju tangga pesawat, duduk di samping jendela dan memejam mata sekali dua kali saat pesawat baru akan terbang.

Dan ummi akan menceritakan semuanya sambil menikmati mata cerlang semangat dan timpalan-timpalan ingin tahunya Oofa.

Ummi masih di atas pesawat, Faa. Ini penerbangan dua jam sepuluh menit, Sayangku. Doakan ummi semoga selamat hingga kembali bertemu Oofa yah, Nak. Doakan ummi kembali dengan baik-baik saja dan bertemu kakek nenek, keluarga dan abba tersayang kita.

Ummi sayang sekali sama Oofa. Shaleh yah, Nak. Jaga abba kita yah, Mas bro olon😊.

Assalamualaikum, Cinta.

Ummi|| First Flight|| Rabu, 16 Agustus, 2017|| 17.17

Comments

Popular posts from this blog

Drama dalam Kepala Buibu

Assalamualaikum, rumahku... Apa kabar? masih dengan status "hidup ndak, mati ogah" yah, rumah? heheh iyya... i need you but always forget you yah. Sini peluk rumahku diriku bukuku! Eniwei, alhamdulillah, syukur yang dalam nan tulus karena Allah masih berikan kita kesempatan hidup sehat dalam keadaan masih muslim untuk ketemu Ramadhan ini; bulan penuh cinta paling hidup. Dear, rumahku. Temani saya ngobrol bout two choices yang lagi riuh pisah di kepalaku sendiri yah, here we go bismillah. Em, diskusi bout being a full mom at home atau being a working mom adalah topik yang menurutku ndak pernah etis  buat didebatkan mana yang paling mengambil peran termulia sebagai ibu dan mana yang 'ibu setengah mulia karena kerja di luar rumah' atau malah menjadi 'ibu kolot tidak terpelajar karena di rumah saja ngurus urusan dapur kasur', semua tergantung niat, kualitas diri dan keridhaan anak suami menurutku. Lets see the world, ada banyak ibu full time di...

Tahfidz Putra Darul Istiqamah Dan Surga Sebelum Surga

Air berkecipak Saling beradu pelan, syahdu dari gerakan-gerakan suara yang kutahu lebih baik dari kecipak air mandiku. Dalam gelap paling mustajab kakikaki itu pergi ke rumah tuhan. Masih dalam separuh buaian mimpi aku tahu, tuhanku juga memanggil lalu aku; dengan mata tertutup menakarnakar rindu padaNya, menghitunghitung kekuatan melawan syaithan. ______________ Sudah pukul empat pagi ketika saya mulai menulis ini, dan dari masjid masih terdengar suara imam memimpin shalat tahajjud. Tartil, merdu, indah. Percayalah, menuliskan ini butuh banyak kekuatan. Ini pertama kalinya mengenalkan kehidupan baruku kepada rumah abu-abu ini. Dan  sepotong cerita pagi tentang Tahfidz Putra Darul Istiqamah,  its more than wonderful masyaallah. Masih pukul tiga-an, ketika qadarullah saya terbangun karena sebuah mimpi. Dalam proses memperbaiki posisi tidur kembali, di waktu ketika bahkan kokok ayam belum satu pun terdengar, saya mengenal baik suarasuara air  dan lang...

DARI AKU; LELAKI YANG MENCINTAIMU UTUH

Dear kamu, Perempuan bumi dan surgaku. Apa kabarmu hari ini, bidadariku? apa kabar anak-anak kita? sehatkah kalian? bermain apakah kalian sekarang? Pertanyaan-pertanyaan ini tidak seharusnya kutanyakan begini. Aku tahu. Entahlah, aku hanya sungguh ingin melakukannya, memenuhi kepalaku hanya tentang kamu dan bocah-bocah lucu kita. Aku ditikam rindu yang berkali, Sayang... Rindu dan rasa bersalah. Sebelas tahun bukan waktu yang singkat untuk kita menyemai cinta dan sayang. Membersamai empat krucils yang tumbuh sehat dan cerdas, shaleh dan shalehah. Kamu mengambil banyak sekali peran dan waktu buat mereka dan aku. Terima kasih sudah lapang menemani kami, Cinta. Sayangku, aku ingat saat kuboyong kamu untuk merantau bersamaku; memijak tanah Tuhan yang lebih jauh dari rumah kanak kita. Berdua saja, berat jika ingin dibayangkan. Berpisah dari orang tua saat kita masih butuh petuah ini dan itu, dalam hari-hari sebagai pengantin baru. Tapi kita akhirnya pergi. Dengan hati yang belum t...