Skip to main content

Jadikan Ia Lebih Daripada Dirimu

Kamu percaya? Kita sama-sama menyayanginya.

: lelaki kecil menggemaskan yang dihadiahkan Tuhan
Di bulan-bulan pertama pernikahan kita.

Kau ingat apa kata yang pertama kali bisa diucapkannya dengan baik?

"Bba... Bba... abba"

Bukan "ummi".  Sungguh bukan. Dan aku cemburu.
Bukankah harusnya "ummi" yang pertama dipanggilnya?
Harusnya aku bukan? Sebab aku yang menyuapi, memberi makan, membuatkan susu, memandikan dan mengajaknya bernyanyi pula mengaji dan bercerita setiap hari?
Kenapa kamu yang dipanggilnya pertama kali dengan baik?

Lalu berjalan hari, aku mengerti. Dirimu yang menemaninya bermain paling setia dengan cara paling laki-laki. Tertawa dalam proses banting-membanting, menemaninya bermain bola di atas kaki "O" tubuh montoknya, membiarkannya menyentuh bulu tubuh kambing dan merasakan sensasi di atas kuda. Menangkapkannya ayam sekadar untuk membuatnya meringis dan tertawa.

Dengan semua caramu, dia menyayangi dan menempatkanmu sebagai idolanya.

Menjelang tujuh tahun umurnya, dia menjadi bagian paling penting di perjalanan tujuh tahun pernikahan kita. Menjadi satu-satunya manusia yang paling berjasa membuat riuh dunia kecil kita. Menjadikannya ribut dan semarak dengan berbagai tingkah pula ocehan.

Lalu sadar tidak sadar, kita menaruh cinta dan harapan yang sangat besar di tubuh kecilnya. Menolak ingat bahwa dia bukan anak kandung kita.

Dan aku, istrimu ini begitu senang mengenang kalian dalam potret-potret kebersamaan yang manis.

Semoga segala kesibukanmu tak membuatmu lupa dengan kenangan manis kalian. Semisal ayah dan anak, aku ingin kalian masih mesra meski amanah-amanah kian bertambah dan anak kita semakin membesar.

Semoga dirimu masih senantiasa memeluknya berkali dalam sehari, meski aroma bayinya sudah berganti aroma matahari. Mencintai dan mendoakannya semakin banyak. Sebab dia, sungguh masih sangat mengidolakanmu, Sayang.

Di suatu malam saat kami berbicara tentang cita-cita versi usianya, dia bicara tentang banyak hal. Salah satunya adalah,

: saya mau menjadi seperti abba. Semua seperti abba. Penghafal, ustadz. Bahkan muka dan tinggi badan. Saya mau kembar abba besar nanti.

____

Tulisan yang baru selesai setelah beratus jam habis. Dan aku, masih berharap yang sama padamu, Sayangku. Kupesankan keteladanan pribadi imani seorang laki-laki dari kamu kepada anak kita. Oofa.

Senin, 16 April 2018. Kampus.
Dalam deras hujan.

Comments

Popular posts from this blog

Kepada Dirimu, Hafsah.

Kepada dirimu, Ada waktu-waktu saat kita saling berbicara tentang kelu yang kita rasa bersama. Ada mata yang basah saat mengenang sedihnya menjadi perempuan seperti kita. Tapi itu dulu,  dua tiga tahun yang lalu. Kita sudah memilih berbahagia dengan banyak sekali cara, turut bergembira dan memeluk hangat, ketika kawan kita yang lebih dulu_ dan lagi-lagi_ diizinkan  Tuhan. Bukan kau atau aku. Kita sudah menyabarkan diri, memilih lebih percaya Tuhan Daripada sesak yang terus berlarut. Sesekali kembali basah, tapi tak mengapa membiarkannya  tumpah mungkin lebih baik Daripada berkarat hati dan runtuh kepercayaan padaNya, pada Tuhan yang lebih dekat daripada urat leher kita sendiri. Kau tahu?  Setiap kali aku ingin merutuki takdir, menangis sesegukan di ujung kasurku,  Saat setanku berbisik untuk mengutuk Tuhan, aku melihatmu. Duduk disampingku dengan mata sembab dan  luka yang lebih dibanding aku. Atau sekali waktu, kau datang dengan

Drama dalam Kepala Buibu

Assalamualaikum, rumahku... Apa kabar? masih dengan status "hidup ndak, mati ogah" yah, rumah? heheh iyya... i need you but always forget you yah. Sini peluk rumahku diriku bukuku! Eniwei, alhamdulillah, syukur yang dalam nan tulus karena Allah masih berikan kita kesempatan hidup sehat dalam keadaan masih muslim untuk ketemu Ramadhan ini; bulan penuh cinta paling hidup. Dear, rumahku. Temani saya ngobrol bout two choices yang lagi riuh pisah di kepalaku sendiri yah, here we go bismillah. Em, diskusi bout being a full mom at home atau being a working mom adalah topik yang menurutku ndak pernah etis  buat didebatkan mana yang paling mengambil peran termulia sebagai ibu dan mana yang 'ibu setengah mulia karena kerja di luar rumah' atau malah menjadi 'ibu kolot tidak terpelajar karena di rumah saja ngurus urusan dapur kasur', semua tergantung niat, kualitas diri dan keridhaan anak suami menurutku. Lets see the world, ada banyak ibu full time di

Tahfidz Putra Darul Istiqamah Dan Surga Sebelum Surga

Air berkecipak Saling beradu pelan, syahdu dari gerakan-gerakan suara yang kutahu lebih baik dari kecipak air mandiku. Dalam gelap paling mustajab kakikaki itu pergi ke rumah tuhan. Masih dalam separuh buaian mimpi aku tahu, tuhanku juga memanggil lalu aku; dengan mata tertutup menakarnakar rindu padaNya, menghitunghitung kekuatan melawan syaithan. ______________ Sudah pukul empat pagi ketika saya mulai menulis ini, dan dari masjid masih terdengar suara imam memimpin shalat tahajjud. Tartil, merdu, indah. Percayalah, menuliskan ini butuh banyak kekuatan. Ini pertama kalinya mengenalkan kehidupan baruku kepada rumah abu-abu ini. Dan  sepotong cerita pagi tentang Tahfidz Putra Darul Istiqamah,  its more than wonderful masyaallah. Masih pukul tiga-an, ketika qadarullah saya terbangun karena sebuah mimpi. Dalam proses memperbaiki posisi tidur kembali, di waktu ketika bahkan kokok ayam belum satu pun terdengar, saya mengenal baik suarasuara air  dan langkah kaki santri-santri y